Kamis, 13 Juni 2013

Potret Perbatasan, Melihat Geliat Kehidupan di Pulau Sebatik

Penduduk Pulau Sebatik yang terserap pada subsektor pertanian sawah dan ladang relatif sedikit  jumlahnya bila dibandingkan dengan keseluruhan populasi penduduk Pulau Sebatik. Demikian pula luas lahan yang digunakan untuk pertanian sawah dan ladang. Kepemilikan sawah bersifat perorangan, dalam arti seorang yang memiliki lahan pertanian dapat mempekerjakan buruh-buruh tani. Buruh tani yang bekerja pada lahan seorang pemilik sawah berasal merupakan orang-orang terdekat dengan pemilik lahan. Di antara para buruh tani tersebut beberapa di antaranya masih terkait hubungan kekerabatan dengan pemilik lahan pertanian.
Pertanian ladang banyak digerakkan oleh etnis Tidung. Pertanian ladang yang terdapat di Pulau Sebatik tidak bersifat slash and burn. Secara teknis, ladang yang berada di Pulau Sebatik merupakan pemanfaatan dari lahan-lahan yang belum produktif, ditanami padi dengan cara pengairan yang bersifat tadah hujan. Ladang-ladang tersebut berdekatan tempatnya dengan perkebunan coklat atau kelapa sawit.  Lahan pertanian sawah di Pulau Sebatik merupakan sawah tadah hujan. Sistem irigasi belum tersedia dengan baik di Pulau Sebatik, pengelolaan irigasi tadah hujan sangat mengandalkan pada curah hujan yang selalu turun setiap bulan. Akibat dari sistem pertanian sawah hujan tersebut, produktivitas pertanian sawah relatif minim. Penduduk mendapatkan beras sebagai bahan pokok dari Kota Tawau.
Masyarakat Pulau Sebatik mayoritas terserap pada lapangan kerja sektor perkebunan, terutama di subsektor perkebunan kakao dan subsektor perkebunan sawit. Potensi besar terkandung di Pulau Sebatik dari hasil bumi pada ranah subsektor perkebunan, baik kakao maupun kelapa sawit. Sebelum mengembangkan tanaman kakao, di masyarakat di Pulau Sebatik pernah mengembangkan tanaman kopi, terutama saat permintaan kopi dari Malaysia cukup besar. Setelah permintaan kopi menurun dan anjlok harga,masyarakat mulai beralih pada tanaman kakao.

Perkebunan Kakao
Indonesia merupakan salah satu penghasil coklat terbesar di dunia. Tanaman ini umumnya tumbuh subur di iklim tropis. Tanaman ini dapat mencapai  tinggi lebih dari 10 meter. Namun untuk budidaya perkebunan,  tanaman kakao diperpendek menjadi 5 meter dan diupayakan tumbuh cabang atau ranting di samping batang utama. Banyaknya cabang  yang menyamping ditujukan agar memperbanyak cabang yang menghasilkan kakao. Semakin banyak cabang, kemungkinan produksi kakao semakin banyak dan bermuara pada tingginya produktivitas kakao dari satu pohon.
Lahan perkebunan kakao di Kecamatan Sebatik yang tercatat dalam buku Nunukan Dalam Angka Tahun 2008 seluas 11.143,00 ha. Lahan perkebunan kakao mampu menyerap 3.155 petani dari total 20.283 orang  yang bermukim di Kecamatan Sebatik. Untuk Kecamatan Sebatik Barat, dalam buku Nunukan Dalam Angka Tahun 2008 tidak memiliki perkebunan kakao, sehingga jumlah penduduk Kecamatan Sebatik Barat yang terserap pada subsektor perkebunan kakao nihil jumlahnya.
Desa Sei Taiwan  merupakan penghasil biji coklat terbesar di Pulau Sebatik (Theobroma cacao). Disini, hampir di semua rumah penduduk punya pengolahan coklat. Menurut penuturan seorang informan, sejak tahun 1980 an penduduk  Indonesia yang bermukim di Pulau Sebatik sudah mulai menanam coklat, “Mulanya sekitar tahun 80an penduduk menanam kakao, puncaknya tahun 1990-an kami merasakan panen raya”. Masa panen raya pernah bertepatan dengan krisis ekonomi yang terjadi tahun 1998.  Harga kakao melonjak beberapa kali lipat dan sangat menguntungkan bagi mereka yang terserap di subsektor perkebunan kakao. Tidak hanya menguntungkan para pemilik lahan, para pekerja perkebunan kakao pun mendapatkan keuntungan secara langsung dari bagi hasil atas produksi kakao.
“Saat terjadi krisis moneter tahun 1998, saat itu kami tengah panen raya kakao. Dari harga kakao yang harganya 4 ringgit perkilo naik jadi 10 ringgit perkilo. Waktu itu satu ringgit kalau tidak salah masih berapa rupiah…saat kita rupiahkan naiknya kurang lebih 10 kali lipat. Kita jual kakao itu ke Tawau memakai ringgit, terbayang kan, … jadi keuntungannya yang kita dapat sangat besar. Karena itu banyak penduduk yang naik haji karena krismon. Kalau ditanyakan ke penduduk di sini, mungkin mereka inginnya kena krismon lagi. Karena bagi warga Sebatik, krismon itu ternyata menguntungkan, tidak seperti di tempat lain, atau di Jakarta yang katanya krismon itu merugikan, tapi  kalo di sini krismon itu menguntungkan. Saya yang bekerja di perkebunan saja bisa menabung untuk naik haji, apalagi Pak H., yang punya lahan perkebunan, dia bisa memiliki banyak uang untuk membeli kebun-kebun coklat dan sekarang ini dia juga memiliki banyak kebun sawit dari tanah penduduk.”
Biji coklat yang mereka panen biasanya mereka jual ke “sebelah”.”Sebelah” adalah sebutan setiap petani atau nelayan Sebatik untuk Tawao, Sabah, Malaysia yang menjadi tujuan penjualan hasil bumi.
Informan tadi juga menuturkan, dalam sebulan ia bisa mengirim sampai tujuh kali ke pengepul sebelum dijual ke Malaysia. Setiap kali pengiriman jumlahnya 40 karung, dengan berat 40 Kilogram. Sedangkan harga jual yang ditetapkan oleh pengepul  ke Tawao sebesar 6,5 Ringgit Malaysia per Kilogram. Sementara petani menjual coklat 5,5 Ringgit Malaysia kepada pengepul. Ia menyatakab bahwa setiap bulan, dari lahan perkebunan coklat,  dapat dipanen buahnya sebanyak dua kali. Hal ini menyiratkan bahwa perkebunan kakao di Pulau Sebatik merupakan potensi yang sangat besar untuk dijalankan secara terus menerus. Bila dikuantifikasikan, setiap panen didapatkan 1600 kilogram yang setara dengan Rp. 22.000.000,00 dikalikan 7 (tujuh) kali atau sekitar Rp. 154.000.000,00 dari setiap lahan dalam sebulan. Hasil sebesar itu didapatkan hanya dari penjualan buah kakao atau komoditas yang bersifat bahan mentah.
Lahan perkebunan kakao merupakan subsektor andalan bagi masyarakat Pulau Sebatik. Tingginya harga kakao serta banyaknya ketersediaan lahan di Pulau Sebatik untuk ditanami kakao, membuat masyarakat setempat banyak terserap sebagai pekerja perkebunan kakao. Dari pekerjaan tersebut, para pekerja mendapatkan upah yang ditentukan dari laba hasil penjualan kakao di Tawau. Selain para pekerja perkebunan, pihak lain yang mendapatkan keuntungan adalah pengepul kakao. Para pengepul mendapatkan laba kotor sekitar 1 ringgit perkilogramnya. Laba kotor yang dimaksud adalah biaya transpor untuk pengangkutan kakao ke Tawau. Dengan demikian, pihak lain yang mendapatkan nafkah dari perkebunan kakao adalah pihak penyedia transpor yang mengantarkan komoditas dari Pulau Sebatik ke Tawau.
Para pekerja di perkebunan kakao pada umumnya adalah laki-laki dewasa dan sebagian kecilnya adalah perempuan dewasa. Anak-anak tidak terlibat langsung di sektor perkebunan kakao, dalam keseharian anak-anak di Pulau Sebatik, keterlibatan mereka di bidang perkebunan sangat kecil. Sebagian besar waktu bagi anak-anak adalah bersekolah dan bermain di sekitar rumahya. Meski demikian, terlihat beberapa anak yang  turut pergi bersama orang tuanya ke kebun kakao namun tidak terlihat mereka sedang turun tangan dalam mengalokasikan sumber daya alam tersebut melainkan untuk bermain bersama anak-anak pekerja perkebunan kakao lainnya.
Kepemilikan lahan kakao di Pulau Sebatik bersifat perorangan. Lahan-lahan perkebunan kakao tidak berada di bawah pengelolaan pengusahaan negara. Jumlah pemilik lahan kakao di Pulau Sebatik sangat sedikit jumlahnya, namun memiliki luas yang relatif besar. Pengusaha perkebunan adalah kelompok berpendapatan tertinggi bila dibandingkan dengan pekerja, pengepul, dan penyedia jasa transpor. Beberapa orang terkaya di Pulau Sebatik adalah pengusaha perkebunan kakao. Dari laba yang mereka peroleh, sangat terbuka bagi kelompok ini untuk membuka aset mereka lainnya, yaitu perkebunan kelapa sawit.

Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan kelapa sawit merupakan subsektor penyerap kerja dan penghasil devisa terbesar kedua di Pulau Sebatik setelah perkebunan coklat. Perkebunan kelapa sawit relatif baru dibuka di Pulau Sebatik. Perkebunan ini menyerap tenaga kerja yang  tidak terserap di sektor perkebunan kakao.  Perkebunan kelapa sawit yang baru dibuka tersebut merupakan program baru untuk pengupayaan industri CPO yang tengah dikembangkan di Provinsi Kalimantan Timur bagian utara.
Lahan perkebunan kelapa sawit di Pulau Sebatik  seluas 1778 dan menyerap 889 petani. Lahan perkebunan kelapa sawit yang berada di Kecamatan Sebatik seluas 900ha dan menyerap 450 petani, sedangkan Kecamatan Sebatik Barat, memiliki lahan kelapa sawit seluas 878 dan menyerap 439 petani (Nunukan Dalam Angka Tahun 2008).  Perkebunan kelapa sawit di Pulau Sebatik memang masih dalam tahap awal pengusahaan, karenanya jumlah lahan yang akan dipergunakan untuk perkebunan sawit diperkirakan akan semakin  meluas.
Perkebunan sawit di Pulau Sebatik dimulai sejak tahun 2006. Pemkab Nunukan memiliki inisiatif untuk memasyarakatkan penanaman kelapa sawit. Hal ini untuk mendukung upaya Provinsi Kalimantan Timur sebagai lumbung sawit dunia. Menurut tokoh pemuda setempat,  “Ada banyak pejabat Nunukan dan pengusaha yang punya ratusan hektar kelapa sawit di sini.  Kami senang saja, karena sekarang pulau ini makin berkembang, tidak seperti waktu saya kecil. Bahkan dengan dibukanya perkebunan sawit di sini sudah bisa membuka lapangan pekerjaan karena perkebunan sawit sudah mulai berkembang.”
Seperti halnya perkebunan kakao, kepemilikian lahan perkebunan kelapa sawit di Pulau Sebatik merupakan kepemilikan perorangan. Dari sekian banyak tenaga kerja di bidang perkebunan sawit, pemilik lahan perkebunan jumlahnya sangat sedikit, namun mereka adalah kelompok dengan pendapatan terbesar dari hasil penjualan kelapa sawit ke Kota Tawau Malaysia. Beberapa orang pemilik lahan perkebunan sawit merupakan pemilik lahan perkebunan kakao terdahulu, yang telah mendapatkan hasil melimpah dari penjualan kakao.
Masyarakat Pulau Sebatik mengandalkan pula dari hasil bumi berupa sawit mentah yang belum diolah untuk dijual ke Kota Tawau. Sawit-sawit tersebut dilepaskan dari pokok buahnya menjadi butiran-butiran sawit terlebih dahulu. Pengerjaan melepaskan butiran sawit tersebut dilakukan di pengepul. Sebelum dipindahkan ke perahu, butiran-butiran sawit dilepaskan dan ditampung pada gerobak untuk kemudian dipindahkan ke dalam perahu atau kapal.
Karena pengelolaan perkebunan dan kepemilikan lahan yang bersifat perorangan, dari sisi kerapihan tanaman sawit sangat kontras dengan perkebunan kelapa sawit yang terletak di Pulau Sebatik Malaysia yang dikelola secara profesional oleh suatu perusahaan. Dari lokasi Bukit Menangis di wilayah Kecamatan Sebatik Barat yang merupakan dataran tinggi, dapat dilihat kondisi tersebut. Perkebunan sawit yang berada di Indonesia tampak tidak tertata dan diselingini alang-alang atau hutan kecil. Berbeda dengan perkebunan sawit yang berada di wilayah Malaysia, pemandangannya tampak tertata dengan rapi. Perbedaan lainnya adalah di wilayah Malaysia terdapat pabrik pengolahan CPO yang berada di tengah perkebunan sawit, sementara di wilayah Indonesia tidak terdapat pabrik pengolahan sawit untuk industri CPO. Ketiadaan pabrik pengolahan sawit inilah yang menyebabkan Pulau Sebatik berperan sebagai pengekspor kelapa sawit mentah yang belum diolah menjadi minyak.

Perikanan
Sektor perikanan di Pulau Sebatik terbagi atas  dua subsektor yaitu, subsektor perikanan tangkap dan subsektor perikanan budidaya. Sektor perikanan tangkap digerakkan oleh para nelayan yang terbagi atas dua kategori yaitu nelayan tradisional dan nelayan post-tradisional. Sektor perikanan budidaya yang dikembangkan di Pulau Sebatik adalah budidaya rumput laut, dan sedikit lahan kolam ikan air tawar. 
Subsektor perikanan tangkap merupakan sumber devisa terbesar dari sektor perikanan. Sebagai sumber devisa terbesar, subsektor ini merupakan penyerap tenaga kerja terbesar dari sektor perikanan. Nelayan-nelayan di Pulau Sebatik pada umumnya bergerak di subsektor perikanan tangkap, sangat sedikit nelayan yang bergerak di luar aktivitas kenelayanan.
Lingkungan perairan di wilayah Pulau Sebatik yang tenang membuat nelayan dapat melaut kapanpun. Uniknya, di daerah ini, nelayan tidak bergantung pada musim, tidak seperti halnya nelayan-nelayan lain yang berada di wilayah Indonesia. Modernisasi perahu dan peralatan tangkappun turut mendorong nelayan untuk dapat melaut kapan pun, baik siang maupun malam hari. Penangkapan ikan laut dapat dilakukan di setiap bulan, karena ketiadaan musim paceklik dan musim panen. Ketua HNSI Sebatik menuturkan:
“Alhamdulillah, laut di sekitar Pulau Sebatik ini cukup bersahabat. Banyak sekali pilihan daerah penangkapan ikan, baik yang dekat dari pantai ataupun yang jauh dari pantai. Nelayan di Pulau Sebatik  ini pada umumnya bisa melaut kapan saja, ada yang berangkat siang, pulang sore, ada juga yang berangkat malam sampai pagi. Terutama nelayan-nelayan yang peralatannya sederhana. Kalau perahu kayu yang tidak ada motornya, dalam bahasa sini dinamakan jongkong, biasanya nelayan seperti ini melaut di sekitaran pantai atau di Selat Sebatik saja yang tidak ada gelombangnya. Walaupun menggunakan jongkong, ikan-ikan selalu dapat ditangkap, bagusnya kalau kita menggunakan jongkong, setelah kita mendapatkan ikan yang cukup, kita bisa cepat pulang dulu, menyimpan ikan, lalu kita bisa kembali lagi ke laut.”
Saat ditanyakan berapa lama nelayan besar atau nelayan yang menggunakan kapal dapat melaut, dan pengorganisasian kerja dalam kapal mereka, Ketua HNSI Sebatik menjawab:
Untuk nelayan-nelayan besar, nelayan Sebatik biasanya melaut hingga 10 hari lamanya. Mereka biasa melaut hingga ke daerah Tanjung Batu atau hingga Berau. Untuk mengisi bahan bakar dan bahan makanan bagi awak kapal, nelayan bisa merapat dulu di Tarakan atau di Berau. Nelayan-nelayan seperti ini sudah biasa tidur di laut, Pak. Karena yang namanya menjaring itu kadang kita memasang jaring pukul 6 sore, dan baru kita angkat jam 12 malam. Itupun tergantung, kalau muatan kita penuh, bisa kita percepat pulangnya atau sebagian bisa kita jual dulu di Berau atau Tarakan sambil mengisi bahan bakar dan makanan buat awak kapal … Untuk pembagian tugasnya, dalam kapal-kapal nelayan itu ada yang disebut juragan, dia tugasnya sebagai nakhoda kapal. Juragan itu boleh dikatakan yang punya kapal atau perahu. Awak kapal, biasanya disebut anak buah saja, mereka ini bertugas menjaring dan mengangkat ikan dari jaring-jaring. Nelayan-nelayan di sini belum memiliki pengolahan atau cold storage. Karenanya kita tidak bisa lama di laut, khawatir ikan terlalu lama di kapal akan cepat rusak atau membusuk, sehingga bisa menurunkan harga jualnya.”
Nelayan-nelayan Sebatik selalau menjual tangkapannya langsung ke Kota Tawau. Di tempat tersebut, telah ada tauke yang siap menampung hasil tangkapan dari nelayan-nelayan Sebatik. Tauke-tauke ini beberapa di antaranya masih terikat hubungan kekerabatan dengan beberapa juragan yang berasal dari Pulau Sebatik. Mereka menjual hasil tangkapan yang dinilai dalam ringgit Malaysia.
Staf dari kecamatan Sebatik  menyatakan bahwa ada juga praktek pertengkulakan yang dilakukan oleh tauke di Malaysia. Tauke-tauke  tersebut memberikan modal dan meminjamkan kapal kepada nelayan-nelayan dari Pulau Sebatik untuk menangkap ikan di perairan Pulau Sebatik. Hasil tangkapan dari nelayan tersebut disetorkan kepada tauke  dan nelayan menerima pembagian hasil dari penjualan ikan yang dilakukan tauke tersebut.
Lebih jauh praktek pertengkulakan tersebut seringkali menggunakan alat tangkap pukat harimau (trawl). Kebijakan di Malaysia memang mengizinkan trawl untuk beroperasi. Karena sumber daya alam perikanan kebanyakan berada di wilayah Negara Indonesia, maka para tauke dari Kota Tawau mempekerjakan nelayan-nelayan Indonesia agar dapat beroperasi di wilayah perairan Indonesia. Siasat ini digunakan untuk mengelabui polisi air yang mengontrol aktivitas perikanan di wilayah Indonesia. Saat diperiksa, ternyata nakhoda dan awak kapalnya berasal dari Indonesia, sehingga mereka bebas untuk berlabuh di perairan Indonesia.
Wilayah perairan laut di Pulau Sebatik dan Nunukan merupakan kawasan yang rawan pencurian ikan (illegal fishing). Saat kegiatan prapenelitian ini dilakukan, di Pangkalan Angkatan Laut Nunukan, sedang ditangkap pelaku illegal fishing  yang berasal dari Filipina. Kapal-kapal mereka ditambatkan dan para nelayannya dilindungi dan dijunjung hak-hak hidupnya untuk bebas keluar dari kapal namun tetap berada di dalam pengawasan staf TNI AL yang berada di Pangkalan Angkatan Laut Nunukan. Kapal mereka dipelihara dan para awaknya diperbolehkan untuk merawat kapal mereka atau memperbaiki peralatan tangkapnya sambil menunggu proses hukum atau menunggu di pulangkan kembali ke Filipina.
Ketua HNSI Sebatik menyatakan bahwa nelayan-nelayan di Pulau Sebatik merasa resah dengan beroperasinya kapal-kapal yang dilengkapi dengan pukat harimau. Nelayan merasa khawatir hasil tangkapannya akan menyusut karena ikan-ikan lebih banyak terjerat oleh pukat harimau daripada jaring yang mereka miliki. Walaupun demikian, ia menyatakan, bahwa nelayan-nelayan kecil tak mampu menjangkau daerah laut tempat beroperasinya kapal berpukat harimau, namun karena dampak kerusakan lingkungan bawah laut yang diakibatkan oleh pukat harimau tersebut akan mengakibatkan menyusutnya jumlah ikan yang hidup di perairan Pulau Sebatik.
Bagan yang berada di perairan laut sekitar Pulau Sebatik adalah bagan tancap. Bagan ini dibuat dari kayu yang ditancapkan pada dasar laut yang berupa lumpur atau pasir. Di atasnya dibuat sebuah ruangan sebagai tempat bagi para nelayan untuk menarik jaring yang terletak di bawah struktur bangunan bagan. Untuk melindungi para pekerja yang bekerja di bagan, dibuat atap untuk melindungi dari cuaca hujan maupun panas. Dengan adanya ruangan dan perlindungan dari cuaca tersebut, bagan dapat digunakan juga untuk rekreasi pemancingan, dan dapat dihuni oleh pekerja untuk sementara waktu. Pada Bagian tengah bangunan dipasang jaring yang disebut Wareng dengan ukuran bervariasi tergantung selera pemiliknya  dengan mata jaring 0.4 cm, biasanya ukurannya 7 x 7 meter.
Pada dasarnya alat ini terdiri dari bangunan bagan yang terbuat dari bambu/kayu, jaring yang berbentuk segi empat yang diikatkan pada bingkai yang terbuat dari bambu/kayu.  Pada keempat sisinya terdapat beberapa batang bambu/kayu melintang dan menyilang yang dimaksudkan untuk memperkuat berdirinya bagan. Di atas bangunan bagan dibagian tengah terdapat bangunan rumah yang berfungsi sebagai tempat istirahat, pelindung lampu dari hujan dan tempat untuk melihat ikan/hasil tangkapan. Di atas bangunan ini terdapat  roller (semacam pemutar) yang terbuat dari bambu /kayu yang berfungsi untuk menarik jaring.
Umumnya alat tangkap ini berukuran 9 x 9 meter, sedangkan tinggi dari dasar perairan rata-rata 12 meter, dengan demikian, kedalaman perairan untuk tempat pemasangan alat tangkap ini rata-rata pada kedalaman 8 meter, namun pada daerah tertentu ada yang memasang pada kedalaman 15 meter, karena ditancapkan ke dasar perairan maka dasar laut yang menjadi tempat penancapan tiang bagan adalah dasar perairan yang mengandung lumpur  bercampur pasir.
Posisi jaring dari bagan ini terletak di bagian bawah dari bangunan bagan yang diikatkan pada bingkai bambu/kayu  yang berbentuk segi empat. Bingkai bambu/kayu tersebut dihubungkan dengan tali pada keempat sisinya yang berfungsi untuk menarik jaring. Pada ke empat sisi jaring ini diberi pemberat yang berfungsi untuk menenggelamkan jaring dan memberikan posisi jaring yang lebih baik selama dalam air.
Untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul di bawah bagan, umumnya nelayan menggunakan lampu petromaks yang jumlahnya bervariasi 2 – 5 buah. Ikan-ikan di dalam perairan akan tertarik dan mencari asal cahaya petromaks tersebut yang terletak di daerah bagan tancap. Penggunaan lampu petromaks tersebut dianggap efektif bagi nelayan Sebatik, karena mampu menarik perhatian ikan dalam jumlah yang relatif besar. Ikan-ikan yang tertarik oleh cahaya petromaks tidak saja ikan-ikan yang berukuran kecil. Ikan-ikan berukuran relatif besarpun tertarik untuk berada di lokasi cahaya petromaks karena gerombolan ikan-ikan kecil merupakan mangsa baginya.
Langkah pertama dalam mengoperasikan alat ini adalah menurunkan jaring dan kemudian memasang lampu yang posisinya tepat di atas jaring (wareng). Setelah beberapa jam kemudian (sekitar 4 jam) atau dianggap sudah banyak ikan yang berkumpul di bawah bagan maka penarikan jaring mulai dilakukan. Penarikan dilakukan dengan memutar roller secara perlahan-lahan.  Setelah jaring  mendekati permukaan air,  pada gilirannya,  jaring diangkat dengan cepat  sehingga jaring terangkat ke atas dan ikan yang tangkapan terjebak di dalamnya tidak memperoleh kesempatan untuk melarikan ddiri. Setelah jaring berada di dalam bangunan bagan, ikan tangkapan diambil   dengan menggunakan serok (jaring yang bertangkai panjang).  Operasi penangkapan ikan dapat dilanjutkan kembali setelah jaring bersih dari ikan tangkapan. Jaring diturunkan kembali ke dalam laut seperti awal di atas dan berpola demikian seterusnya. Dalam satu malam, operasi penangkapan ikan melalui bagan dapat dilakukan dua hingga  tiga kali menurunkan jaring.
Karena bagan ditancapkan ke dasar perairan, yang berarti kedalaman laut tempat beroperasinya alat ini menjadi sangat terbatas yaitu pada perairan dangkal. Alat ini dapat dipakai dengan efektif pada saat bulan gelap sebab sasaran tangkapan akan tertarik kepada cahaya lampu Petromaks pada saat gelap dan berkumpul di bawah bagan (di atas jaring). Hasil tangkapan alat adalah ikan-ikan yang biasa hidup bergerombol misalnya ikan Tamban, ikan Ciu, ikan Kepetek, ikan-ikan berukuran sedang misalnya ikan Tongkol, ikan Tenggiri, cumi-cumi (sotong), dan udang.

Budidaya
Budidaya yang diutarakan dalam laporan ini adalah khusus pada budidaya rumput laut. Berdasarkan informasi yang diberikan oleh informan dari staf Kecamatan Sebatik Barat, sebagian warga Sebatik di Sebatik Barat mulai membudidaya rumput laut pada tahun 2008. Ia menambahkan, minat warga untuk membudidayakan rumput laut karena terdorong oleh prospek pemasarannya yang cukup bagus di Malaysia.   Mereka beramai-ramai membuat penangkaran rumput laut di wilayah perairan perbatasan Selat Sebatik yang menghubungkan Pulau Sebatik dengan Pulau Nunukan.  Usaha rumput laut ini dipandang memiliki prospek cerah seiring dengan membaiknya pasaran rumput laut di Malaysia. Usaha ini merupakan diversifikasi dari perikanan tangkap yang biasa di lakukan oleh masyarakat di pesisir barat Pulau Sebatik, dan dianggap mampu  meningkatkan kualitas taraf  ekonomi masyarakat setempat.
Pembudidayaan rumput laut banyak ditemui di desa Tanjung Aru, Mantikas dan Tanjung Karang.  Dikatakan oleh staf Kecamatan Sebatik Barat, “’Walau  pembudidayaan rumput laut di sini masih bersifat coba coba, tapi hasilnya sudah mulai kelihatan. Artinya, usaha budidaya rumput laut sangat menjanjikan, asalkan benar-benar dikelola dengan baik. Terlebih minat warga Kota Tawau sangat besar untuk membeli hasil budidaya rumput warga Sebatik.’’  Ia pernah menelusuri bahwa harga rumput laut kering mencapai 6 ringgit Malaysia atau setara Rp 20 ribu per kilo. Sedang panen pertama dari hasil tanam coba coba yang dilakukan oleh seorang warga pernah  menghasilkan sekitar 200 kg dari hasil tanam benih seberat 15 kg.
Pada saat kegiatan prapenelitian ini dilakukan, beberapa warga Pulau Sebatik tengah yang berada di sekitar dermaga Mantikas tengah melakukan kegiatan budidaya rumput laut. Rumput laut ditanam di perairan dangkal dan diberi pelampung yang terbuat dari botol-botol plastik sebagai tanda lahan budidaya rumput laut.
Warga yang terlibat dalam kegiatan budidaya rumput laut menyatakan bahwa pemeliharaan rumput laut cukup mudah. Ditunjang dengan kondisi alam laut dangkal yang tenang dan kontur berlumpur, memudahkan mereka untuk menanami wilayah offshore hingga ketinggian air sebatas pinggang. Untuk menghindari persinggungan batas lahan, warga biasanya mengosongkan suatu wilayah antara lahan rumput laut milik seseorang dengan seseorang lainnya.

2 komentar:

  1. Artikel bagus,cuma kalau bisa jangan jiplak karya orang lain lebih baik hasil karya sendiri

    BalasHapus
  2. SAYA MAS JOKO WIDODO DI SURABAYA.
    DEMI ALLAH INI CERITA YANG BENAR BENAR TERJADI(ASLI)BUKAN REKAYASA!!!
    HANYA DENGAN MENPROMOSIKAN WETSITE KIYAI KANJENG DIMAS DI INTERNET SAYA BARU MERASA LEGAH KARNA BERKAT BANTUAN BELIU HUTANG PIUTAN SAYA YANG RATUSAN JUTA SUDAH LUNAS SEMUA PADAHAL DULUHNYA SAYA SUDAH KE TIPU 5 KALI OLEH DUKUN YANG TIDAK BERTANGUNG JAWAB HUTANG SAYA DI MANA MANA KARNA HARUS MENBAYAR MAHAR YANG TIADA HENTINGNYA YANG INILAH YANG ITULAH'TAPI AKU TIDAK PUTUS ASA DALAM HATI KECILKU TIDAK MUNKIN SEMUA DUKUN DI INTERNET PALSU AHIRNYA KU TEMUKAN NOMOR KIYAI KANJENG DI INTERNET AKU MENDAFTAR JADI SANTRI DENGAN MENBAYAR SHAKAT YANG DI MINTA ALHASIL CUMA DENGAN WAKTU 2 HARI SAJA AKU SUDAH MENDAPATKAN APA YANG KU HARAPKAN SERIUS INI KISAH NYATA DARI SAYA.....

    …TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA AKI KANJENG…

    **** BELIAU MELAYANI SEPERTI: ***
    1.PESUGIHAN INSTANT 10 MILYAR
    2.UANG KEMBALI PECAHAN 100rb DAN 50rb
    3.JUAL TUYUL MEMEK / JUAL MUSUH
    4.ANGKA TOGEL GHOIB.DLL..

    …=>AKI KANJENG<=…
    >>>085-320-279-333<<<






    SAYA MAS JOKO WIDODO DI SURABAYA.
    DEMI ALLAH INI CERITA YANG BENAR BENAR TERJADI(ASLI)BUKAN REKAYASA!!!
    HANYA DENGAN MENPROMOSIKAN WETSITE KIYAI KANJENG DIMAS DI INTERNET SAYA BARU MERASA LEGAH KARNA BERKAT BANTUAN BELIU HUTANG PIUTAN SAYA YANG RATUSAN JUTA SUDAH LUNAS SEMUA PADAHAL DULUHNYA SAYA SUDAH KE TIPU 5 KALI OLEH DUKUN YANG TIDAK BERTANGUNG JAWAB HUTANG SAYA DI MANA MANA KARNA HARUS MENBAYAR MAHAR YANG TIADA HENTINGNYA YANG INILAH YANG ITULAH'TAPI AKU TIDAK PUTUS ASA DALAM HATI KECILKU TIDAK MUNKIN SEMUA DUKUN DI INTERNET PALSU AHIRNYA KU TEMUKAN NOMOR KIYAI KANJENG DI INTERNET AKU MENDAFTAR JADI SANTRI DENGAN MENBAYAR SHAKAT YANG DI MINTA ALHASIL CUMA DENGAN WAKTU 2 HARI SAJA AKU SUDAH MENDAPATKAN APA YANG KU HARAPKAN SERIUS INI KISAH NYATA DARI SAYA.....

    …TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA AKI KANJENG…

    **** BELIAU MELAYANI SEPERTI: ***
    1.PESUGIHAN INSTANT 10 MILYAR
    2.UANG KEMBALI PECAHAN 100rb DAN 50rb
    3.JUAL TUYUL MEMEK / JUAL MUSUH
    4.ANGKA TOGEL GHOIB.DLL..

    …=>AKI KANJENG<=…
    >>>085-320-279-333<<<

    BalasHapus