Kamis, 28 Maret 2013

Benarkah Sunda Pajajaran Adalah Kerajaan Hindu?



Krisna
Pajajaran, sebuah kerajaan yang pernah eksis di tatar Sunda, dikenal oleh khalayak sebagai kerajaan Hindu. Bila merujuk pada buku-buku pelajaran Sejarah yang digunakan di sekolah maupun instansi pendidikan umumnya, maka Pajajaran akan diletakkan dalam kategori kerajaan Hindu-Budha yang pernah berjaya di bumi nusantara. Mungkin tidak terpikir oleh kita bahwa sejarah resmi yang diyakini oleh mainstream masyarakat tersebut sebenarnya masih menjadi perdebatan hingga kini.
Sebagian masyarakat Sunda yang menganut agama Sunda Wiwitan (agama asli Sunda) justru meyakini bahwa agama yang dianut oleh masyarakat Sunda Pajajaran maupun Galuh (kerajaan yang ada sebelum Pajajaran muncul) adalah agama Sunda Wiwitan, bukan agama Hindu. Beberapa sejarawan dan budayawan Sunda pun berpendapat sama, yakni ada kesalahan interpretasi sejarah dengan menyebut Pajajaran sebagai kerajaan Hindu. Pendapat yang tentunya disertai argumentasi rasional dan dapat dipertanggung jawabkan.
Pajajaran dan Agama Sunda
Sumber-sumber sejarah yang penulis ketahui memang menunjukkan adanya kepercayaan asli Sunda yang telah mapan dalam kehidupan masyarakat Sunda pra maupun pasca Pajajaran terbentuk.[1] Naskah Carita Parahyangan, misalnya, mendeskripsikan adanya kaum pendeta Sunda yang menganut agama asli Sunda (nu ngawakan Jati Sunda). Mereka juga disebut mempunyai semacam tempat suci yang bernama kabuyutan parahyangan, suatu hal yang tidak dikenal dalam agama Hindu.
Naskah Carita Parahyangan juga menceritakan mengenai kepercayaan umum raja-raja Sunda-Galuh adalah sewabakti ring batara upati dan berorientasi kepada kepercayaan asli Sunda.[2] Selain naskah Carita Parahyangan, keberadaan agama asli Sunda pada masa lampau juga diperkuat oleh karya sastra Pantun Bogor versi Aki Buyut Baju Rambeng episode “Curug Si Pada Weruh.” Dalam pantun tersebut diberitakan begini:
Saacan urang Hindi ngaraton di Kadu Hejo ogeh, karuhun urang mah geus baroga agama, anu disarebut agama Sunda tea..”
Artinya : “Sebelum orang Hindi (Hindu-India) bertahta di Kadu Hejo pun, leluhur kita telah memiliki agama, yakni yang disebut agama Sunda.”
Yang dimaksud dengan “urang Hindi” dalam pantun tersebut adalah orang Hindu dari India yang kemudian bertahta di tanah Sunda (Kadu Hejo). Bila kita menelusuri sejarah Sunda hingga masa ratusan tahun sebelum Kerajaan Sunda-Galuh ataupun Pajajaran berdiri, maka akan dijumpai Kerajaan pertama di tatar Sunda yang bernama Salakanagara. Kerajaan inilah yang dimaksud dengan Kadu Hejo dalam pantun Bogor tersebut. Naskah Wangsakerta mencatat kerajaan ini sebagai kota tertua di Pulau Jawa, bahkan di Nusantara.
Konon, kota yang kemudian berkembang menjadi pusat kerajaan ini terletak di daerah Pandeglang, Banten. Kerajaan Salakanagara yang pusat pemerintahannya terletak di Rajatapura telah ada sejak abad 2 Masehi. Aki Tirem merupakan penguasa pertama daerah ini. Penguasa Salakanagara berikutnya adalah Dewawarman, imigran sekaligus pedagang dari India yang kemudian menjadi menantu Aki Tirem.[3] Dewawarman inilah yang dimaksud sebagai “urang Hindi” oleh Pantun Aki Buyut Baju Rambeng. Jadi dapat disimpulkan bahwa sebelum kedatangan Dewawarman dan rombongannya ke Salakanagara, penduduk Rajatapura telah memiliki agama sendiri, yakni agama Sunda. Dewawarman sendiri bertahta di Salakanagara dari tahun 130-168 M. Sedangkan dinastinya tetap berkuasa hingga akhirnya pusat kekuasaan dipindahkan ke Tarumanagara pada tahun 362 M oleh Jayasingawarman, keturunan ke-10 Dewawarman.[4]
Masih menurut naskah Pustaka Wangsakerta, agama Sunda pada masa Sunda kuno memiliki kitab suci yang menjadi pedoman umatnya, yaitu Sambawa, Sambada dan Winasa. Hal terpenting yang perlu diingat adalah bahwa ketiga kitab suci tersebut baru ditulis pada masa pemerintahan Rakean Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu, yang berkuasa di tatar Sunda pada periode 1175-1297 M.[5] Menarik untuk disimak, bahwa agama Sunda yang telah berumur sekitar 1000 tahun atau 1 Milenium, baru mempunyai kitab suci tertulis pada masa pemerintahan Prabu Sanghyang Wisnu. Penulis berasumsi, mungkin selama era sebelum Prabu Sanghyang Wisnu berkuasa, kehidupan beragama di tanah Sunda belum mendapat perhatian yang serius dari penguasa kerajaan. Setelah masa Prabu Sanghyang Wisnu pulalah agama Sunda menjadi agama resmi kerajaan.
Beberapa bukti sejarah itu menunjukkan keberadaan agama Sunda asli atau Sunda Wiwitan sebagai sebuah agama yang dianut oleh masyarakat maupun penguasa Sunda kuno adalah fakta tak terbantahkan. Lalu bagaimanakah kedudukan agama Hindu di era Sunda kuno atau Sunda Pajajaran? Bukankah cikal bakal kerajaan Sunda kuno berasal dari orang-orang India yang notabene beragama Hindu? Bagaimana pula perbedaan mendasar antara agama Hindu dan agama Sunda Wiwitan?
Perbedaan Hindu dan Sunda Wiwitan
Konsepsi teologis Sunda Wiwitan berbasiskan pada faham Monoteisme atau percaya akan adanya satu Tuhan yang dikenal sebagai Sanghyang Keresa atau biasa juga disebut Batara Tunggal. Dalam menjalankan “tugasnya” mengatur semesta alam, Sanghyang Keresa dibantu oleh para Sang Hyang lainnya seperti Sanghyang Guru Bumi, Sanghyang Kala, Sanghyang Ambu Jati, Sunan Ambu, dan lainnya.
Agama Sunda Wiwitan juga mengenal klasifikasi semesta alam menjadi tiga bagian, yakni Buana Nyungcung (tempat bersemayamnya Sanghyang Keresa), Buana Panca Tengah (tempat hidup manusia dan mahluk hidupnya) dan Buana Larang (neraka). Selain itu, dalam ajaran Sunda Wiwitan juga dikenal adanya proses kehidupan manusia yang harus melalui sembilan mandala di dunia fana dan alam baka. Kesembilan mandala yang harus dilalui manusia tersebut adalah (secara vertikal): Mandala Kasungka, Mandala Parmana, Mandala Karna, Mandala Rasa, Mandala Seba, Mandala Suda, Jati Mandala, Mandala Samar dan Mandala Agung.
Bila kita merujuk pada ajaran Hindu, akan ditemukan perbedaan mendasar dengan ajaran agama Sunda terutama menyangkut konsep teologis. Hindu merupakan agama yang memiliki karakteristik Politeisme atau meyakini adanya lebih dari satu Tuhan atau Dewa. Dalam agama Hindu dikenal banyak dewa, diantaranya tiga dewa yang paling utama (Trimurti) yakni dewa Wisnu (pelindung), Brahma (pencipta) dan Siwa (perusak). Tidak dikenal istilah Sanghyang Keresa dalam ajaran Hindu.
Perbedaan lainnya adalah mengenai sarana peribadatan dari kedua agama. Pada era Sunda Pajajaran, agama Sunda Wiwitan mengenal beberapa tempat suci yang juga dijadikan sarana peribadatan seperti Balay Pamunjungan, Babalayan Pamujan serta Saung Sajen. Hampir semua tempat ibadah tersebut berbentuk punden berundak yang terdiri dari kumpulan batu-batu besar dan arca.[6] Sementara pada masa kejayaan Kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sarana peribadatan yang banyak didirikan justru candi yang hingga kini masih dapat kita temui peninggalannya. Bahkan candi juga terkait dengan simbol kekuasaan penguasa tertentu.
Sedangkan budaya keberagamaan masyarakat Sunda yang menganut Sunda Wiwitan pada masa Sunda kuno sungguh berbeda. Mereka tidak mendirikan candi untuk beribadah, melainkan memusatkan kegiatan keagamaannya pada beberapa punden berundak yang dikenal sebagai kabuyutan. Di punden berundak inilah ritual atau prosesi keagamaan khas Sunda Wiwitan dilakukan oleh masyarakat Sunda. Beberapa peninggalan tempat ibadah era Pajajaran yang masih dapat kita temukan kini adalah kabuyutan Sindang Barang (kini menjadi kampung budaya Sindang Barang, Bogor) dan Mandala Parakan Jati di kaki Gunung Salak.
Hal inilah yang juga dapat menjawab pertanyaan sebagian orang mengenai “kelangkaan” candi di tatar Sunda. Fakta sejarah memperlihatkan bahwa masyarakat penganut Sunda Wiwitan memang tidak membutuhkan candi sebagai sarana peribadatan, melainkan kabuyutan yang masih kental tradisi megalitiknya. Jadi sedikitnya candi di tanah Sunda bukan karena “kemiskinan” peradaban Sunda di masa lampau, melainkan kondisi sosio-religiusnya yang berbeda dengan masyarakat Jawa-Hindu.
Bukti lainnya yang juga menunjukkan kelemahan klaim sejarah yang berhubungan dengan ke-Hindu-an kerajaan Sunda Pajajaran adalah tidak ditemukannya stratifikasi sosial khas masyarakat Hindu atau kasta pada masyarakat Sunda Kuno. Naskah Sanghyang Siksakanda ng Karesian serta sumber-sumber sejarah lainnya tidak menunjukkan adanya strata sosial yang didalamnya terdapat kasta Waisya, brahmana atau Sudra sebagaimana masyarakat Hindu di Jawa dan Bali. Disamping itu, tidak ditemukan pula konsep raja adalah titisan Tuhan atau Dewa (God-King) pada sistem pemerintahan Sunda Pajajaran atau Galuh sebagaimana dijumpai dalam sistem kerajaan Hindu-Budha di Jawa Tengah dan Timur.
Tidak tertutup kemungkinan memang, terjadi akulturasi antara agama Sunda Wiwitan dengan agama Hindu, mengingat leluhur keluarga kerajaan Sunda kuno sebagian berasal dari India. Namun akulturasi tersebut tidak terjadi dalam aspek sistem nilai. Bila merujuk pada konsep kebudayaan menurut Koentjaraningrat, terdapat tiga jenis budaya dalam satu unsur kebudayaan, yakni sistem nilai, perilaku dan kebendaan (artefak). Akulturasi dalam kasus ini hanya terjadi dalam aspek kebendaan dan perilaku, itupun tidak seluruhnya. Hal ini dapat terlihat dari nama-nama raja dan beberapa istilah dalam agama Sunda Wiwitan seperti Batara dan Resi. Namun untuk substansi ajaran, tidak tampak adanya akulturasi yang menjurus pada sinkretisme.
Sunda Wiwitan di Masa Kini
Sudah jelaslah kini bila kategorisasi kerajaan Sunda Pajajaran ataupun Galuh sebagai kerajaan Hindu merupakah hal yang perlu dikoreksi. Bukti-bukti sejarah justru menunjukkan bahwa masyarakat Sunda kuno telah menganut suatu agama lokal yang mapan dan relatif mandiri dari pengaruh teologis Hindu-Budha, yakni agama Sunda Wiwitan.
Pada masa kini, Sunda Wiwitan masih dianut oleh sebagian etnis Sunda terutama kalangan suku Baduy di desa Kanekes, Banten. Selain  itu, penganut Sunda Wiwitan juga terdapat di Ciparay Bandung (terkenal dengan nama aliran Perjalanan Budi Daya), Cigugur Kuningan (Paguyuban Adat Cara Karuhun Urang), dan kampung adat Cireundeu Cimahi. Masing-masing komunitas memiliki penjabaran dan karakteristik ajarannya sendiri namun tetap berbasiskan inti ajaran agama yang sama, Sunda Wiwitan.
Namun nasib mereka tidak seberuntung penganut agama lainnya di negeri ini, karena agama Sunda Wiwitan bukanlah agama yang secara resmi diakui keberadaannya oleh negara.[7] Akibatnya berbagai perlakuan diskriminatif dari aparatur negara kerap mereka terima, khususnya yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak sipil mereka sebagai warga negara. Alangkah lucunya negeri ini, ketika kekuasaan politik berhak menentukan mana yang termasuk kriteria agama dan mana yang bukan. Yang pasti diskriminasi terhadap penganut Sunda Wiwitan masih terus langgeng hingga detik ini. Jangan-jangan, penulisan buku sejarah resmi yang masih memasukkan Pajajaran sebagai kerajaan Hindu juga bernuansa diskriminatif, yang orientasinya ingin menghapukan jejak kebudayaan Sunda Wiwitan dalam sejarah? Wallahualam
HISKI DARMAYANA, kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Sumedang dan alumni Antropologi FISIP Universitas Padjajaran.


[1] Nama Pajajaran sendiri resmi digunakan pada masa pemerintahan Prabu Jayadewata (1482-1521), yang juga bergelar Prabu Siliwangi dan Sri Baduga Maharaja. Pusat pemerintahannya terletak di Pakuan, daerah Batutulis Bogor sekarang. Sementara sebelum nama Pajajaran muncul, kerajaan yang ada di tatar Sunda dikenal dengan nama Sunda-Galuh, yang berdiri  sejak runtuhnya Tarumanagara dan berkuasanya Tarusbawa di tahun 669 M.
[2] Hal ini pernah dipublikasikan dalam tulisan Antropolog Nanang Saptono yang berjudul Di Jateng Ada Candi, Di Jabar Ada Kabuyutan. Tulisan beliau pernah dimuat di harian Kompas edisi 3 September 2001.
[3] Sejarah Salakanagara atau Rajatapura diuraikan secara rinci dalam naskah Wangsakerta Cirebon, Pustaka Rajyarajya I Bhumi Nusantara.
[4] Jayasingawarman juga merupakan pendiri kerajaan Tarumanagara yang berkuasa hingga tahun 382 M.
[5] Dalam beberapa cerita Pantun, beliau  dijuluki Prabu  Resi Wisnu Brata. Julukan ini diberikan karena beliaulah raja Sunda yang gencar menyiarkan agama Sunda di kalangan penduduk Sunda dan yang pertama kali membuat kitab suci Sunda dalam bentuk tertulis.
[6] Ulasan tentang sarana ibadah agama Sunda Wiwitan pada masa Pajajaran terdapat dalam tulisan budayawan Sunda, Anis Djatisunda yang berjudul Fenomena Keagamaan Masa Sunda Kuno Menurut Berita Pantun & Babad.
[7] Melalui UU No.1/1965 beserta aturan turunannya, Negara hanya mengakui 6 agama yang berhak hidup di Indonesia, yakni Islam, Katolik, Protestan, Hindu ,Budha dan KongHuChu

Cerita Asli Tutur Tinular


Tutur Tinular berkisah tentang seorang pemuda Desa Kurawan bernama Arya Kamandanu, putra Mpu Hanggareksa, seorang ahli pembuat senjata kepercayaan Prabu Kertanagara, raja Kerajaan Singhasari. Pemuda lugu ini kemudian saling jatuh hati dengan seorang gadis kembang desa Manguntur bernama Nari Ratih, putri Rakriyan Wuruh, seorang bekas kepala prajurit Kerajaan Singasari. Namun hubungan asmara di antara mereka harus kandas karena ulah kakak kandung Kamandanu sendiri yang bernama Arya Dwipangga.
Kepandaian dan kepiawaian Dwipangga dalam olah sastra membuat Nari Ratih terlena dan mulai melupakan Kamandanu yang polos. Cinta segitiga itu akhirnya berujung pada peristiwa di Candi Walandit, di mana mereka berdua (Arya Dwipangga dan Nari Ratih) yang sedang diburu oleh api gelora asmara saling memadu kasih hingga gadis kembang desa Manguntur itu hamil di luar nikah.
Kegagalan asmara justru membuat Arya Kamandanu lebih serius mendalami ilmu bela diri di bawah bimbingan saudara seperguruan ayahnya yang bernama Mpu Ranubhaya. Berkat kesabaran sang paman dan bakat yang dimilikinya, Kamandanu akhirnya menjadi pendekar muda pilih tanding yang selalu menegakkan kebenaran dilandasi jiwa ksatria.
Kisah Tutur Tinular ini diselingi berbagai peristiwa sejarah, antara lain kedatangan utusan Kaisar Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di negeri Cina, yang meminta Kertanagara sebagai raja di Kerajaan Singhasari menyatakan tunduk dan mengakui kekuasaan bangsa Mongolia. Namun utusan dari Mongolia tersebut malah diusir dan dipermalukan oleh Kertanagara.
Sebelum para utusan kembali ke Mongolia, di sebuah kedai makan terjadilah keributan kecil antara utusan kaisar yang bernama Meng Chi dengan Mpu Ranubhaya, Mpu Ranubhaya berhasil mempermalukan para utusan dan mampu menunjukkan kemahirannya dalam membuat pedang, karena tersinggung dan ketertarikannya terhadap keahlian Mpu Ranubhaya tersebut, kemudian dengan cara yang curang para utusan tersebut berhasil menculik Mpu Ranubhaya dan membawanya turut serta berlayar ke Mongolia, sesampainya di negeri Mongolia di dalam istana Kubilai Khan, Mpu Ranubhaya menciptakan sebuah pedang pusaka bernama Nagapuspa sebagai syarat kebebasan atas dirinya yang telah menjadi tawanan. Namun pada akhirnya pedang Naga Puspa tersebut malah menjadi ajang konflik dan menjadi rebutan diantara pejabat kerajaan. Akhirnya untuk menyelamatkan pedang Naga Puspa dari tangan-tangan orang berwatak jahat, Mpu Ranubhaya mempercayakan Pedang Nagapuspa tersebut kepada pasangan pendekar suami-istri yang menolongnya, bernama Lo Shi Shan dan Mei Shin di mana keduanya kemudian menjadi pelarian, berlayar dan terdampar di Tanah Jawa dan hidup terlunta-lunta. Sesampainya di Tanah Jawa pasangan suami istri ini akhirnya bertemu dengan beberapa pendekar jahat anak buah seorang Patih Kerajaan Gelang-gelang bernama Kebo Mundarang yang ingin menguasai Pedang Naga Puspa hingga dalam suatu pertarungan antara Lo Shi Shan dengan Mpu Tong Bajil (pimpinan pendekar-pendekar jahat) Lo Shi Shan terkena Ajian Segoro Geni milik Mpu Tong Bajil, setelah kejadian pertarungan beberapa hari lamanya Pendekar Lo Shi Shan hidup dalam kesakitan hingga akhirnya meninggal di dunia disebuah hutan dalam Candi tua, sebelum meninggal dunia yang kala itu sempat di tolong oleh Arya Kamandanu, Lo Shi Shan menitipkan Mei Shin kepada Arya Kamanadu
Mei Shin yang sebatang kara kemudian ditolong Arya Kamandanu. Kebersamaan di antara mereka akhirnya menumbuhkan perasaan saling jatuh cinta. Namun lagi-lagi Arya Dwipangga merusak hubungan mereka, dengan cara licik Arya Dwipangga dapat menodai perempuan asal daratan Mongolia itu sampai akhirnya mengandung bayi perempuan yang nantinya diberi nama Ayu Wandira. Namun demikian, meski hatinya hancur, Kamandanu tetap berjiwa besar dan bersedia mengambil perempuan dari Mongolia itu sebagai istrinya.
Saat itu Kerajaan Singhasari telah runtuh akibat pemberontakan Prabu Jayakatwang, bawahan Singhasari yang memimpin Kerajaan Gelang-Gelang. Tokoh ini kemudian membangun kembali Kerajaan Kadiri yang dahulu kala pernah runtuh akibat serangan pendiri Singhasari. Dalam kesempatan itu, Arya Dwipangga yang menaruh dendam akhirnya mengkhianati keluarganya sendiri dengan melaporkan ayahnya selaku pengikut Kertanagara kepada pihak Kadiri dengan tuduhan telah melindungi Mei Shin yang waktu itu menjadi buronan. Mpu Hanggareksa pun tewas oleh serangan para prajurit Kadiri di bawah pimpinan Mpu Tong Bajil. Sebaliknya, Dwipangga si anak durhaka jatuh ke dalam jurang setelah dihajar Kamandanu. Kemudian Kamandanu kembali berpetualang untuk mencari Mei Shin yang lolos dari maut sambil mengasuh keponakannya, bernama Panji Ketawang, putra antara Arya Dwipangga dengan Nari Ratih.
Petualangan Kamandanu akhirnya membawa dirinya menjadi pengikut Raden Wijaya (Nararya Sanggrama Wijaya), menantu Kertanagara. Tokoh sejarah ini telah mendapat pengampunan dari Jayakatwang dan diizinkan membangun sebuah desa terpencil di hutan Tarik bernama Majapahit. Dalam petualangannya itu, Kamandanu juga berteman dengan seorang pendekar wanita bernama Sakawuni, putri seorang perwira Singhasari bernama Banyak Kapuk.
Nasib Mei Shin sendiri kurang bagus. Setelah melahirkan putri Arya Dwipangga yang diberi nama Ayu Wandira, ia kembali diserang kelompok Mpu Tong Bajil. Beruntung ia tidak kehilangan nyawa dan mendapatkan pertolongan seorang tabib Cina bernama Wong Yin.
Di lain pihak, Arya Kamandanu ikut serta dalam pemberontakan Sanggrama Wijaya demi merebut kembali takhta tanah Jawa dari tangan Jayakatwang. Pemberontakan ini mendapat dukungan Arya Wiraraja dari Sumenep, yang berhasil memanfaatkan pasukan Kerajaan Yuan yang dikirim Kubilai Khan untuk menyerang Kertanagara. Berkat kepandaian diplomasi Wiraraja, pasukan Mongolia itu menjadi sekutu Sanggrama Wijaya dan berbalik menyerang Jayakatwang.
Setelah Kerajaan Kadiri runtuh, Sanggrama Wijaya berbalik menyerang dan mengusir pasukan Mongolia tersebut. Arya Kamandanu juga ikut serta dalam usaha ini. Setelah pasukan Kerajaan Yuan kembali ke negerinya, Sanggrama Wijaya pun meresmikan berdirinya Kerajaan Majapahit. Ia bergelar Prabu Kertarajasa Jayawardhana.
Kisah Tutur Tinular kembali diwarnai cerita-cerita sejarah, di mana Kamanadanu turut menyaksikan pemberontakan Ranggalawe, Lembu Sora dan Gajah Biru akibat hasutan tokoh licik yang bernama Ramapati. Di samping itu, kisah petualangan tetap menjadi menu utama, antara lain dikisahkan bagaimana Kamandanu menumpas musuh bebuyutannya, yaitu Mpu Tong Bajil, serta menghadapi kakak kandungnya sendiri (Arya Dwipangga) yang muncul kembali dengan kesaktian luar biasa, bergelar Pendekar Syair Berdarah.
Kisah Tutur Tinular berakhir dengan meninggalnya Kertarajasa Jayawardhana, di mana Arya Kamandanu kemudian mengundurkan diri dari Kerajaan Majapahit dengan membawa putranya yang bernama Jambu Nada, hasil perkawinan kedua dengan Sakawuni yang meninggal setelah melahirkan, dalam perjalanan menuju lereng Gunung Arjuna inilah Arya Kamandanu bertemu dengan Gajah Mada yang waktu itu menyelamatkan putranya ketika masih berumur 40 hari yang terjatuh ke jurang karena lepas dari gendongannya akibat terguncang-guncang diatas kuda. Tutur Tinular kemudian berlanjut dengan sandiwara serupa berjudul Mahkota Mayangkara

Sri Baduga Maharaja





Sebuah kuil yang dibangun untuk menghormati Prabu Siliwangi di Pura Parahyangan Agung Jagatkarta, Bogor, Jawa Barat.
Sri Baduga Maharaja (Ratu Jayadewata) mengawali pemerintahan zaman Pajajaran, yang memerintah selama 39 tahun (1482-1521). Pada masa inilah Pakuan mencapai puncak perkembangannya.
Dalam prasasti Batutulis diberitakan bahwa Sri Baduga dinobatkan dua kali, yaitu yang pertama ketika Jayadewata menerima tahta Kerajaan Galuh dari ayahnya (Prabu Dewa Niskala) yang kemudian bergelar Prabu Guru Dewapranata. Yang kedua ketika ia menerima tahta Kerajaan Sunda dari mertuanya, Susuktunggal. Dengan peristiwa ini, ia menjadi penguasa Sunda-Galuh dan dinobatkan dengar gelar Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di kerajaan Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Jadi, sekali lagi dan untuk terakhir kalinya, setelah "sepi" selama 149 tahun, Jawa Barat kembali menyaksikan iring-iringan rombongan raja yang berpindah tempat dari timur ke barat. Untuk menuliskan situasi kepindahan keluarga kerajaan dapat dilihat pada Pindahnya Ratu Pajajaran.

Prabu Siliwangi


Prasasti Batutulis di Bogor menyebutkan keagungan Sri Baduga Maharaja dalam sejarah.
Di Jawa Barat, Sri Baduga ini lebih dikenal dengan nama Prabu Siliwangi. Nama Siliwangi sudah tercatat dalam Kropak 630 sebagai lakon pantun. Naskah itu ditulis tahun 1518 ketika Sri Baduga masih hidup. Lakon Prabu Siliwangi dalam berbagai versinya berintikan kisah tokoh ini menjadi raja di Pakuan. Peristiwa itu dari segi sejarah berarti saat Sri Baduga mempunyai kekuasaan yang sama besarnya dengan Wastu Kancana (kakeknya) alias Prabu Wangi (menurut pandangan para pujangga Sunda). Menurut tradisi lama, orang segan atau tidak boleh menyebut gelar raja yang sesungguhnya, maka juru pantun memopulerkan sebutan Siliwangi. Dengan nama itulah ia dikenal dalam literatur Sunda. Wangsakerta pun mengungkapkan bahwa Siliwangi bukan nama pribadi, ia menulis:
"Kawalya ta wwang Sunda lawan ika wwang Carbon mwang sakweh ira wwang Jawa Kulwan anyebuta Prabhu Siliwangi raja Pajajaran. Dadyeka dudu ngaran swaraga nira".
Indonesia: Hanya orang Sunda dan orang Cirebon serta semua orang Jawa Barat yang menyebut Prabu Siliwangi raja Pajajaran. Jadi nama itu bukan nama pribadinya.

Biografi

Masa muda

Waktu mudanya Sri Baduga terkenal sebagai ksatria pemberani dan tangkas, bahkan satu-satunya yang pernah mengalahkan Ratu Japura (Amuk Murugul) waktu bersaing memperbutkan Subanglarang (istri kedua Prabu Siliwangi yang beragama Islam). Dalam berbagai hal, orang sezamannya teringat kepada kebesaran mendiang buyutnya (Prabu Maharaja Lingga Buana) yang gugur di Bubat yang digelari Prabu Wangi.
Tentang hal itu, Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara II/2 mengungkapkan bahwa orang Sunda menganggap Sri Baduga sebagai pengganti Prabu Wangi, sebagai silih yang telah hilang. Naskahnya berisi sebagai berikut (artinya saja):
"Di medan perang Bubat, ia banyak membinasakan musuhnya karena Prabu Maharaja sangat menguasai ilmu senjata dan mahir berperang, tidak mau negaranya diperintah dan dijajah orang lain.
Ia berani menghadapi pasukan besar Majapahit yang dipimpin oleh sang Patih Gajah Mada yang jumlahnya tidak terhitung. Oleh karena itu, ia bersama semua pengiringnya gugur tidak tersisa.
Ia senantiasa mengharapkan kemakmuran dan kesejahteraan hidup rakyatnya di seluruh bumi Jawa Barat. Kemasyurannya sampai kepada beberapa negara di pulau-pulau Dwipantara atau Nusantara namanya yang lain. Kemashuran Sang Prabu Maharaja membangkitkan (rasa bangga kepada) keluarga, menteri-menteri kerajaan, angkatan perang dan rakyat Jawa Barat. Oleh karena itu, nama Prabu Maharaja mewangi. Selanjutnya ia di sebut Prabu Wangi. Dan keturunannya lalu disebut dengan nama Prabu Siliwangi. Demikianlah menurut penuturan orang Sunda".

Perang Bubat

Kesenjangan antara pendapat orang Sunda dengan fakta sejarah seperti yang diungkapkan di atas mudah dijajagi. Pangeran Wangsakerta, penanggung jawab penyusunan Sejarah Nusantara, menganggap bahwa tokoh Prabu Wangi adalah Maharaja Linggabuana yang gugur di Bubat, sedangkan penggantinya ("silih"nya) bukan Sri Baduga melainkan Wastu Kancana (kakek Sri Baduga, yang menurut naskah Wastu Kancana disebut juga Prabu Wangisutah).
Nah, orang Sunda tidak memperhatikan perbedaan ini sehingga menganggap Prabu Siliwangi sebagai putera Wastu Kancana (Prabu Anggalarang). Tetapi dalam Carita Parahiyangan disebutkan bahwa Niskala Wastu Kancana itu adalah "seuweu" Prabu Wangi. Mengapa Dewa Niskala (ayah Sri Baduga) dilewat? Ini disebabkan Dewa Niskala hanya menjadi penguasa Galuh. Dalam hubungan ini tokoh Sri Baduga memang penerus "langsung" dari Wastu Kancana. Menurut Pustaka Rajyarajya I Bhumi Nusantara II/4, ayah dan mertua Sri Baduga (Dewa Niskala dan Susuktunggal) hanya bergelar Prabu, sedangkan Jayadewata bergelar Maharaja (sama seperti kakeknya Wastu Kancana sebagai penguasa Sunda-Galuh).
Dengan demikian, seperti diutarakan Amir Sutaarga (1965), Sri Baduga itu dianggap sebagai "silih" (pengganti) Prabu Wangi Wastu Kancana (oleh Pangeran Wangsakerta disebut Prabu Wangisutah). "Silih" dalam pengertian kekuasaan ini oleh para pujangga babad yang kemudian ditanggapi sebagai pergantian generasi langsung dari ayah kepada anak sehingga Prabu Siliwangi dianggap putera Wastu Kancana.

Kebijakan dalam kehidupan sosial

Tindakan pertama yang diambil oleh Sri Baduga setelah resmi dinobatkan jadi raja adalah menunaikan amanat dari kakeknya (Wastu Kancana) yang disampaikan melalui ayahnya (Ningrat Kancana) ketika ia masih menjadi mangkubumi di Kawali. Isi pesan ini bisa ditemukan pada salah satu prasasti peninggalan Sri Baduga di Kebantenan. Isinya sebagai berikut (artinya saja):
Semoga selamat. Ini tanda peringatan bagi Rahyang Niskala Wastu Kancana. Turun kepada Rahyang Ningrat Kancana, maka selanjutnya kepada Susuhunan sekarang di Pakuan Pajajaran. Harus menitipkan ibukota di Jayagiri dan ibukota di Sunda Sembawa.
Semoga ada yang mengurusnya. Jangan memberatkannya dengan "dasa", "calagra", "kapas timbang", dan "pare dongdang".
Maka diperintahkan kepada para petugas muara agar jangan memungut bea. Karena merekalah yang selalu berbakti dan membaktikan diri kepada ajaran-ajaran. Merekalah yang tegas mengamalkan peraturan dewa.
Dengan tegas di sini disebut "dayeuhan" (ibukota) di Jayagiri dan Sunda Sembawa. Penduduk kedua dayeuh ini dibebaskan dari 4 macam pajak, yaitu "dasa" (pajak tenaga perorangan), "calagra" (pajak tenaga kolektif), "kapas timbang" (kapas 10 pikul) dan "pare dondang" (padi 1 gotongan). Dalam kropak 630, urutan pajak tersebut adalah dasa, calagra, "upeti", "panggeureus reuma".
Dalam koropak 406 disebutkan bahwa dari daerah Kandang Wesi (sekarang Bungbulang, Garut) harus membawa "kapas sapuluh carangka" (10 carangka = 10 pikul = 1 timbang atau menurut Coolsma, 1 caeng timbang) sebagai upeti ke Pakuan tiap tahun. Kapas termasuk upeti. Jadi tidak dikenakan kepada rakyat secara perorangan, melainkan kepada penguasa setempat.
"Pare dondang" disebut "panggeres reuma". Panggeres adalah hasil lebih atau hasil cuma-cuma tanpa usaha. Reuma adalah bekas ladang. Jadi, padi yang tumbuh terlambat (turiang) di bekas ladang setelah dipanen dan kemudian ditinggalkan karena petani membuka ladang baru, menjadi hak raja atau penguasa setempat (tohaan). Dongdang adalah alat pikul seperti "tempat tidur" persegi empat yang diberi tali atau tangkai berlubang untuk memasukan pikulan. Dondang harus selalu digotong. Karena bertali atau bertangkai, waktu digotong selalu berayun sehingga disebut "dondang" (berayun). Dondang pun khusus dipakai untuk membawa barang antaran pada selamatan atau arak-arakan. Oleh karena itu, "pare dongdang" atau "penggeres reuma" ini lebih bersifat barang antaran.
Pajak yang benar-benar hanyalah pajak tenaga dalam bentuk "dasa" dan "calagra" (Di Majapahit disebut "walaghara = pasukan kerja bakti). Tugas-tugas yang harus dilaksanakan untuk kepentingan raja diantaranya : menangkap ikan, berburu, memelihara saluran air (ngikis), bekerja di ladang atau di "serang ageung" (ladang kerajaan yang hasil padinya di peruntukkan bagi upacara resmi).
Dalam kropak 630 disebutkan "wwang tani bakti di wado" (petani tunduk kepada wado). Wado atau wadwa ialah prajurit kerajaan yang memimpin calagara. Sistem dasa dan calagara ini terus berlanjut setelah zaman kerajaan. Belanda yang di negaranya tidak mengenal sistem semacam ini memanfaatkanna untuk "rodi". Bentuk dasa diubah menjadi "Heerendiensten" (bekerja di tanah milik penguasa atau pembesar). Calagara diubah menjadi "Algemeenediensten" (dinas umum) atau "Campongdiesnten" (dinas Kampung) yang menyangkut kepentingan umum, seperti pemeliharaan saluran air, jalan, rumah jada dan keamanan. Jenis pertama dilakukan tanpa imbalan apa-apa, sedangkan jenis kedua dilakuan dengan imbalan dan makan. "Preangerstelsel" dan "Cultuurstelsel" yang keduanya berupa sistem tanam paksa memanfaatkan tradisi pajak tenaga ini.
Dalam akhir abad ke-19 bentuknya berubah menjadi "lakon gawe" dan berlaku untuk tingkat desa. Karena bersifat pajak, ada sangsi untuk mereka yang melalaikannya. Dari sinilah orang Sunda mempunyai peribahasa "puraga tamba kadengda" (bekerja sekedar untuk menghindari hukuman atau dendaan). Bentuk dasa pada dasarnya tetap berlangsung. Di desa ada kewajiban "gebagan" yaitu bekerja di sawah bengkok dan ti tingkat kabupaten bekerja untuk menggarap tanah para pembesar setempat.
Jadi "gotong royong tradisional berupa bekerja untuk kepentingan umum atas perintah kepala desa", menurut sejarahnya bukanlah gotong royong. Memang tradisional, tetapi ide dasarnya adalah pajak dalam bentuk tenaga. Dalam Pustaka Jawadwipa disebut karyabhakti dan sudah dikenal pada masa Tarumanagara dalam abad ke-5.
Piagam-piagam Sri Baduga lainnya berupa "piteket" karena langsung merupakan perintahnya. Isinya tidak hanya pembebasan pajak tetapi juga penetapan batas-batas "kabuyutan" di Sunda Sembawa dan Gunung Samaya yang dinyatakan sebagai "lurah kwikuan" yang disebut juga desa perdikan, desa bebas pajak.

Peristiwa-peristiwa pada masa pemerintahannya

Beberapa peristiwa menurut sumber-sumber sejarah:

Carita Parahiyangan

Dalam sumber sejarah ini, pemerintahan Sri Baduga dilukiskan demikian :
"Purbatisi purbajati, mana mo kadatangan ku musuh ganal musuh alit. Suka kreta tang lor kidul kulon wetan kena kreta rasa. Tan kreta ja lakibi dina urang reya, ja loba di sanghiyang siksa".
(Ajaran dari leluhur dijunjung tinggi sehingga tidak akan kedatangan musuh, baik berupa laskar maupun penyakit batin. Senang sejahtera di utara, barat dan timur. Yang tidak merasa sejahtera hanyalah rumah tangga orang banyak yang serakah akan ajaran agama).
Dari Naskah ini dapat diketahui, bahwa pada saat itu telah banyak Rakyat Pajajaran yang beralih agama (Islam) dengan meninggalkan agama lama.

Pustaka Nagara Kretabhumi parwa I sarga 2.

Naskah ini menceritakan, bahwa pada tanggal 12 bagian terang bulan Caitra tahun 1404 Saka, Syarif Hidayat menghentikan pengiriman upeti yang seharusnya di bawa setiap tahun ke Pakuan Pajajaran. [Syarif Hidayat masih cucu Sri Baduga dari Lara Santang. Ia dijadikan raja oleh uanya (Pangeran Cakrabuana) dan menjadi raja merdeka di Pajajaran di Bumi Sunda (Jawa Barat)]
Ketika itu Sri Baduga baru saja menempati istana Sang Bhima (sebelumnya di Surawisesa). Kemudian diberitakan, bahwa pasukan Angkatan Laut Demak yang kuat berada di Pelabuhan Cirebon untuk menjada kemungkinan datangnya serangan Pajajaran.
Tumenggung Jagabaya beserta 60 anggota pasukannya yang dikirimkan dari Pakuan ke Cirebon, tidak mengetahui kehadiran pasukan Demak di sana. Jagabaya tak berdaya menghadapi pasukan gabungan Cirebon-Demak yang jumlahnya sangat besar. Setelah berunding, akhirnya Jagabaya menghamba dan masuk Islam.
Peristiwa itu membangkitkan kemarahan Sri Baduga. Pasukan besar segera disiapkan untuk menyerang Cirebon. Akan tetapi pengiriman pasukan itu dapat dicegah oleh Purohita (pendeta tertinggi) keraton Ki Purwa Galih. [Cirebon adalah daerah warisan Cakrabuana (Walangsungsang) dari mertuanya (Ki Danusela) dan daerah sekitarnya diwarisi dari kakeknya Ki Gedeng Tapa (Ayah Subanglarang).
Cakrabuana sendiri dinobatkan oleh Sri Baduga (sebelum menjadi Susuhunan) sebagai penguasa Cirebon dengan gelar Sri Mangana. Karena Syarif Hidayat dinobatkan oleh Cakrabuana dan juga masih cucu Sri Baduga, maka alasan pembatalan penyerangan itu bisa diterima oleh penguasa Pajajaran].
Demikianlah situasi yang dihadapi Sri Baduga pada awal masa pemerintahannya. Dapat dimaklumi kenapa ia mencurahkan perhatian kepada pembinaan agama, pembuatan parit pertahanan, memperkuat angkatan perang, membuat jalan dan menyusun PAGELARAN (formasi tempur). [Pajajaran adalah negara yang kuat di darat, tetapi lemah di laut.
Menurut sumber Portugis, di seluruh kerajaan, Pajajaran memiliki kira-kira 100.000 prajurit. Raja sendiri memiliki pasukan gajah sebanyak 40 ekor. Di laut, Pajajaran hanya memiliki enam buah Kapal Jung150 ton dan beberaa lankaras (?) untuk kepentingan perdagangan antar-pulaunya (saat itu perdagangan kuda jenis Pariaman mencapai 4000 ekor/tahun)].
Keadaan makin tegang ketika hubungan Demak-Cirebon makin dikukuhkan dengan perkawinan putera-puteri dari kedua belah pihak. Ada empat pasangan yang dijodohkan, yaitu :
  1. Pangeran Hasanudin dengan Ratu Ayu Kirana (Purnamasidi).
  2. Ratu Ayu dengan Pangeran Sabrang Lor.
  3. Pangeran Jayakelana dengan Ratu Pembayun.
  4. Pangeran Bratakelana dengan Ratu Ayu Wulan (Ratu Nyawa).
Perkawinan Pangeran Sabrang Lor alias Yunus Abdul Kadir dengan Ratu Ayu terjadi 1511. Sebagai Senapati Sarjawala, panglima angkatan laut, Kerajaan Demak, Sabrang Lor untuk sementara berada di Cirebon.
Persekutuan Cirebon-Demak inilah yang sangat mencemaskan Sri Baduga di Pakuan. Tahun 1512, ia mengutus putera mahkota Surawisesa menghubungi Panglima Portugis Alfonso d'Albuquerque di Malaka (ketika itu baru saja gagal merebut Pelabuhan Pasai atau Samudra Pasai). Sebaliknya upaya Pajajaran ini telah pula meresahkan pihak Demak.
Pangeran Cakrabuana dan Susuhunan Jati (Syarif Hidayat) tetap menghormati Sri Baduga karena masing-masing sebagai ayah dan kakek. Oleh karena itu permusuhan antara Pajajaran dengan Cirebon tidak berkembang ke arah ketegangan yang melumpuhkan sektor-sektor pemerintahan. Sri Baduga hanya tidak senang hubungan Cirebon-Demak yang terlalu akrab, bukan terhadap Kerajaan Cirebon. Terhadap Islam, ia sendiri tidak membencinya karena salah seorang permaisurinya, Subanglarang, adalah seorang muslimah dan ketiga anaknya -- Walangsungsang alias Cakrabuana, Lara Santang, dan Raja Sangara -- diizinkan sejak kecil mengikuti agama ibunya (Islam).
Karena permusuhan tidak berlanjut ke arah pertumpahan darah, maka masing masing pihak dapat mengembangkan keadaan dalam negerinya. Demikianlah pemerintahan Sri Baduga dilukiskan sebagai zaman kesejahteraan (Carita Parahiyangan). Tome Pires ikut mencatat kemajuan zaman Sri Baduga dengan komentar "The Kingdom of Sunda is justly governed; they are true men" (Kerajaan Sunda diperintah dengan adil; mereka adalah orang-orang jujur).
Juga diberitakan kegiatan perdagangan Sunda dengan Malaka sampai ke kepulauan Maladewa (Maladiven). Jumlah merica bisa mencapai 1000 bahar (1 bahar = 3 pikul) setahun, bahkan hasil tammarin (asem) dikatakannya cukup untuk mengisi muatan 1000 kapal.
Naskah Kitab Waruga Jagat dari Sumedang dan Pancakaki Masalah karuhun Kabeh dari Ciamis yang ditulis dalam abad ke-18 dalam bahasa Jawa dan huruf Arab-pegon masih menyebut masa pemerintahan Sri Baduga ini dengan masa gemuh Pakuan (kemakmuran Pakuan) sehingga tak mengherankan bila hanya Sri Baduga yang kemudian diabadikan kebesarannya oleh raja penggantinya dalam zaman Pajajaran.
Sri Baduga Maharaja alias Prabu Siliwangi yang dalam Prasasti Tembaga Kebantenan disebut Susuhuna di Pakuan Pajajaran, memerintah selama 39 tahun (1482 - 1521). Ia disebut secara anumerta Sang Lumahing (Sang Mokteng) Rancamaya karena ia dipusarakan di Rancamaya.

Gunung Halimun-Salak-Gede, Segitiga Penuh Misteri



Tebing Gunung Salak








 

Jatuhnya Pesawat Sukhoi Superjet 100 kembali memunculkan misteri yang sudah dipercaya banyak warga sekitar yakni, adanya segitiga misteri Bogor. Zona Segitiga yang dimaksud adalah Gunung Halimun, Gunung Salak dan Gunung Gede.

Lokasi ketiga gunung tersebut saling berdekatan. Pasalnya, di lokasi Gunung Salak memang sering terjadi beberapa hal yang aneh terutama kejadian pesawat jatuh. Ada kecenderungan suatu pola di mana pesawat jatuh di tempat yang sama, di tahun 1966 helikopter yang ditumpangi Laksamana RE Martadinata jatuh, sampai sekarang penyebabnya tidak diketahui.

Lalu banyak pesawat jatuh di sekitar lokasi yang sama sekitar Gunung Salak dan Gunung Halimun. Gunung Halimun dianggap sebagai gunung paling angker sejak masa Mataram Sultan Agung. Sampai saat ini banyak peristiwa jatuhnya pesawat di sekitar segitiga Gunung Halimun-Gunung Salak-Gunung Gede yang tidak diketahui penyebabnya.

Banyak yang bilang energi ketiga gunung itu ada di Istana Cipanas. Di sana, ada sebuah gedung yang dibangun Bung Karno namanya Gedung Bentol. Di gedung tersebutlah Bung Karno selalu bermeditasi sejak dia menempati Istana Merdeka di tahun 1949. Sumber air panas yang letaknya di belakang gedung sering disebut sebagai energi dari Siliwangi.

Gunung Halimun dan Gunung Salak ini disucikan oleh pemeluk Sunda Wiwitan, mirip Gunung Lawu yang disucikan Majapahit, tak boleh ada yang melintasi di atasnya, burungpun bisa mati bila melewati satu titik tanah yang sakral tersebut.

Apakah jatuhnya Pesawat Sukhoi Superjet 100 sore kemarin ada hubunganya dengan lokasi sakral di Gunung Halimun dan Gunung Salak tersebut? Benarkah di Segitiga Gunung Halimun-Salak-Gede terdapat kekuatan medan magnetis seperti di Segitiga Bermuda dan Segitiga Formosa?

Terlepas dari cerita tersebut, yang pasti dalam catatan sejarah kelam penerbangan di kawasan ini sudah
delapan kali pesawat hilang di segitiga tersebut. Beikut serentetan peristiwa jatuhnya pesawat di kawasan segitiga tersebut:

- Pada tahun 1966 helikopter yang ditumpangi Laksamana RE Martadinata jatuh, sampai sekarang penyebabnya tidak diketahui.
- 10 Oktober 2002
Pesawat Trike bermesin PKS 098 jatuh di Lido, Bogor. Korban: 1 tewas.
- 29 Oktober 2003
Helikopter Sikorsky S-58T Twinpac TNI AU jatuh di Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Korban: 7 tewas.
- 15 April 2004
Pesawat paralayang Red Baron GT 500 milik Lido Aero Sport jatuh di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Korban: 2 tewas.
- 20 Juni 2004
Pesawat Cessna 185 Skywagon jatuh di Danau Lido, di Cijeruk, Bogor. Korban: 5 tewas.
- Juni 2008
Pesawat Casa 212 TNI AU jatuh di Gunung Salak di ketinggian 4.200 kaki dari permukaan laut. Korban: 18 tewas.
- 30 April 2009
Pesawat latih Donner milik Pusat Pelatihan Penerbangan Curug jatuh di Kampung Cibunar, Desa Tenjo, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor.
Korban: 3 tewas.
- 09 Mei 2102 sukhoi super jet jet 100 jatuh di Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk, korban 47 tewas

Adakah penyebabnya terkait dengan keangkeran lokasi? Cerita mistis kawasan Gunung Salak yang menelan korban pesawat dan pendaki pun sudah bukan rahasia umum. Masih ingatkah Anda dengan hilangnya sejumlah pendaki gunung di kawasan segitiga itu?

Berikut rentetan peristiwa pendaki yang hilang di Sunung Salak,

- April 1987
7 siswa STM Pembangunan Jakarta Timur,tewas di jurang curug orok

- 6 oktober 2002
Pemuda bernama Mad Rizal ( pendaki ) tewas

- 7 juli 2007
6 pelajar SMPN 67 Jakarta Selatan , tewas di kawah Ratu Gunung salak karena menghirup gas beracun

- Februari 2009
7 orang pendaki gunung yaitu mahasiswa Universitas Yarsi tersesat. Hari ke 4 baru di temukan

- 29 Januari 2010
6 pendaki dari UIN Yogyakarta hilang kontak. Tim SAR berhasil menemukan.

- 26 Desember 2010
Dita Sintawari, siswi SMAN 5 Bogor, hilang saat pendakian di Gunung Salak dan di temukan selamat

- 13 september 2010
Mayat perempuan di temukan tewas membusuk di salah satu makam di puncak Manik gunung salak. Di temukan para pendaki saat hendak turun.

- 23 Maret 2011
Seorang pendaki tewas akibat tersesat

- 6 Februari 2012
Fajar Ahrohman (Pendaki), Mahasiswa Universitas Budi Luhur Jakarta tewas

Gunung Salak memang indah namun memiliki jalur yang cukup sulit dengan medan hutan yang rapat. Memang tidak jarang pendaki yang menjelajahi gunung tersebut. Tapi dari cerita yang beredar, kebanyakan mereka hilang atau tidak kembali lagi.

Di wilayah sekitar Halimun Bogor dan sekitarnya, ada benteng-benteng milik Prabu Siliwangi yang tak kelihatan, pusat kerajaan ada di Gunung Salak. Sebenarnya ini sudah menjadi rahasia umum. Catatan sejarah soal Kerajaan Siliwangi pasca kehancurannya setelah diserang Kesultanan Banten pada tahun 1620-an, adalah catatatan pertama kali dari Scipio yang melakukan ekspedisi sekitar tahun 1687.

Ekspedisi ini mencatat ada ratusan macan gembong atau harimau bertempat tinggal di sebuah bangunan dekat Kebun Raya Bogor sekarang, selain itu ditemukan rawa yang berisi badak di sekitar Sawangan, dinamakan Rawa Badak dimana di ujung Rawa Badak ditemukan juga situs parit dan bekas tembok keraton yang dijadikan sarang macan, sekarang sarang macan ini dikenal pertigaan beringin di Sawangan. Selain catatan-catatan arkeologi, ada catatan mistis tentang segitiga Bogor.

Orang zaman dahulu lebih mengenal Gunung Salak dengan sebutan Gunung Buled (bulat, red) karena bentuk puncaknya menyerupai lingkaran. Konon, penamaan Salak berasal dari penemuan buah salak besar. Gunung Salak pernah meletus dua kali. Yang pertama pada tahun 1669 dan kedua tahun 1824. Letusan pertama sempat meratakan desa atau wilayah yang berada di bawahnya. Menurut dia, di kaki Gunung Salak pernah berdiri kerajaan Hindu pertama di Jawa Barat dengan nama Salakanagara pada abad ke-4 dan 5 Masehi.

Kemungkinan besar, penamaan Salak berasal dari kerajaan ini karena dilihat dari konsonan vokal terdapat kemiripan. Salakanagara dipimpin oleh seorang raja dengan gelar Raja Dewawarman I-VIII. Tidak jelas nama asal usul dan nama asli para raja yang menguasai semenanjung Sunda tersebut, namun terungkap jika mereka berasal dari India Selatan.

Terungkapnya kerajaan Salakanagara bermula dari penemuan tulisan Raja Cirebon yang berkuasa tahun 1617 Wangsakerta, yang ditemukan pada abad ke-19 Masehi. Dari sinilah kemudian diketahui, jika kerajaan Hindu pertama di Jabar bukan Tarumanagara, tapi Salakanagara.

Ada kurang lebih 20 kitab yang tersebar dan dikumpulkan oleh peneliti asal Belanda dan Indonesia. Tulisan Wangsakerta sempat menyinggung tentang Salakanagara yang dipimpin oleh Raja Dewawarman dari India Selatan.

Konon, Raja Dewawarman memiliki banyak sekali keturunan. Di antaranya pernah menjadi raja besar di Tanah Jawa seperti Purnawarman yang memerintah Tarumanagara dan Mulawarman raja dari Kutai Kartanagara. Tapi, meletusnya Gunung Salak pada tahun 1669 diduga ikut mengubur barang peninggalan bersejarah dari kerajaan Salakanagara.

Ada kecenderungan suatu pola dimana pesawat jatuh di tempat yang sama, di tahun 1966 helikopter yang ditumpangi Laksamana RE Martadinata jatuh, sampai sekarang penyebabnya tidak ketahuan. Lalu banyak pesawat jatuh di sekitar lokasi yang sama sekitar gunung salak dan gunung halimun.

Ada tiga gunung yang dianggap angker di masa Mataram Sultan Agung, pertama Gunung Merapi, Kedua Gunung Slamet dan Ketiga Gunung Halimun, diantara ketiganya Gunung Halimun-lah yang dianggap paling angker karena memiliki misteri luar biasa. Sampai saat ini banyak peristiwa jatuhnya pesawat di sekitar segitiga Gunung Halimun-Gunung Salak-Gunung Gede.

Daya energi ketiga gunung itu ada di Istana Cipanas, sekitar gedung yang dibangun Bung Karno namanya Gedung Bentol, tempat dimana Bung Karno selalu bermeditasi sejak dia menempati Istana Merdeka di tahun 1949. Di belakang Gedung Bentol ada sumber air panas, yang merupakan energi dari Siliwangi.

Dari cerita diatas, adakah hubungannya dengan kejatuhan pesawat Sukhoi yang terkena medan magnetis Gunung Halimun-Salak-Gede? Terlebih dikatakan kondisi pesawat Sukhoi dalam keadaan prima dan merupakan pesawat terbaik milik Rusia.

Misteri Gunung Salak kini banyak dikaitkan dengan jatuhnya Sukhoi Superjet 100. Prabu Siliwangi, menurut cerita mistik, adalah penunggu Gunung Salak.  Gunung Salak ini oleh warga sekitar juga dianggap angker. Hal ini terkait dengan adanya mitos Prabu Siliwangi, raja Padjajaran yang sampai saat ini kuburannya pun belum diketahui letaknya.

Konon, Prabu Siliwangi menghilang di Gunung Salak untuk menghindari kejaran Kian Santang. Prabu Siliwangi yang bersembunyi di belantara kemudian terkepung.Tapi ajaibnya, sang Prabu bisa meloloskan diri dengan mengapung ke udara. Tempat menghilangnya Prabu Siliwangi tersebut kemudian dinamakan ‘pengapungan’ yang berlokasi tidak jauh dari Kawah Ratu.

Di kawasan Gunung Salak ini juga terdapat banyak makam para raja. Menurut juru kunci Gunung Salak, H.Marsa, setidaknya ada  40 makam kuno yang berusia ratusan tahun. Selain makam, ada juga petilasan suci yang banyak tersebar di berbagai titik, seperti petilasan Prabu Siliwangi yang berada di kaki Gunung Salak, Bogor dengan total mencapai lebih dari 91 lokasi.

Ada yang menyebutkan bahwa Gunung Salak merupakan lokasi tempat pernikahan antara manusia dan jin. Adapula cerita yang menyebutkan bahwa lokasi itu karena keangkerannya, dijadikan tempat penyimpanan harta Belanda berupa emas saat menjajah Indonesia.

Di kawahnya yang juga disebut “kawah ratu” masih terdapat sumber sulfur dan belerang baik berupa gas, uap ataupun kubangan yang panas dan mendidih. Kawah itu bisa dengan tiba-tiba mengeluarkan asap belerang yang meracuni paru-paru. Ada sederet peristiwa di wilayah tersebut yang korbannya meninggal dunia.

Karena kondisi tersebut, maka kawah Ratu juga dianggap sebagai lokasi yang keramat dan berbahaya oleh warga sekitar dan para pecinta alam.

Cerita soal gunung di Indonesia, para pendaki gunung mencatat ada lima gunung di Indonesia yang dianggap paling angker. Kelima gunung itu adalah:


1. Gunung Salak, Jawa Barat

Gunung yang menjadi lokasi jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 ini dikenal sebagai tempat yang menyimpan banyak misteri. Pesawat Sukhoi yang jatuh pada 9 Mei 2012 bukanlah pesawat pertama yang jatuh di gunung ini. Sebelumnya, sudah ada tujuh kali pesawat jatuh di kawasan Gunung Salak.

Gunung yang menjadi wisata pendakian ini juga kerap menuai kisah misteri dari para pendakinya. Banyak pendaki yang mendengar suara gamelan atau bahkan hingga melihat penampakan mahluk halus saat mendaki Gunung Salak. Bahkan, tidak sedikit pendaki yang hilang di Gunung Salak.

Selain pendakian, tempat wisata lain di Gunung Salak juga dianggap mistis, contoh Kawah Ratu dan Curug Seribu yang juga banyak menelan korban. Tak sedikit wisatawan tewas karena keracunan belerang di Kawah Ratu atau tenggelam saat berenang di kolam Curug Seribu. Hal ini mengundang banyak cerita misteri di Gunung Salak

2. Gunung Halimun, Jawa Barat

Gunung Halimun merupakan gunung yang terletak di antara Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Lebak. Gunung dengan ketinggian sekira 1.925 mdpl ini dikelilingi oleh Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Di sebelah timur gunung ini terdapat Gunung Salak.

Di wilayah sekitar Halimun Bogor dan sekitarnya ada benteng-benteng milik Prabu Siliwangi yang tak kelihatan, pusat kerajaan ada di Gunung Salak, sebenarnya ini sudah menjadi rahasia umum.
Catatan sejarah soal Kerajaan Siliwangi pasca kehancurannya setelah diserang Kesultanan Banten pada 1620-an. Konon, ratusan macan gembong atau harimau bertempat tinggal di sebuah bangunan dekat Kebun Raya Bogor sekarang.

Selain itu, ditemukan rawa berisi badak di sekitar Sawangan. Tempat ini dahulunya dinamakan Rawa Badak, dimana di bagian ujungnya ditemukan situs parit dan bekas tembok keraton yang dijadikan sarang macan. Kini, sarang macan ini dikenal pertigaan beringin di Sawangan. Selain catatan-catatan arkeologi, ada catatan mistis tentang segitiga Bogor.

Sisa-sisa dari Laskar Perang Bubat melarikan diri ke Gunung Salak, sementara sisa-sisa dari punggawa Siliwangi yang diserang Banten lari ke Gunung Halimun. Tempat dimana seringnya pesawat menghilang ini mirip Segitiga Bermuda dan Segitiga Formosa.

Gunung Halimun dan Gunung salak mirip Gunung Lawu yang disucikan Majapahit; tak boleh ada yang melintasi diatasnya, burungpun bisa mati bila melewati satu titik tanah yang sakral.

3. Gunung Lawu, perbatasan Jawa Tengah & Jawa Timur

Gunung Lawu (3.265 m) terletak di Pulau Jawa, Indonesia, tepatnya di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Status gunung ini adalah gunung api “istirahat” dan telah lama tidak aktif, terlihat dari rapatnya vegetasi serta puncaknya yang tererosi. Di lerengnya terdapat kepundan kecil yang masih mengeluarkan uap air dan belerang.

Gunung Lawu memiliki tiga puncak, yakni Puncak Hargo Dalem, Hargo Dumiling, dan Hargo Dumilah. Yang terakhir ini adalah puncak tertinggi. Di lereng gunung ini terdapat sejumlah tempat yang populer sebagai tujuan wisata, terutama di daerah Tawangmangu, Cemorosewu, dan Sarangan. Agak ke bawah, di sisi barat terdapat dua komplek percandian dari masa akhir Majapahit, yakni Candi Sukuh dan Candi Cetho.

Di kaki gunung ini juga terletak komplek pemakaman kerabat Praja Mangkunagaran, yaitu Astana Girilayu dan Astana Mangadeg. Di dekat komplek ini terletak Astana Giribangun, pemakaman untuk keluarga presiden kedua Indonesia, Soeharto.

Gunung Lawu menyimpan sejumlah teka-teki yang hingga kini masih menjadi misteri, terutama pada tiga puncak utamanya yang menjadi tempat penuh mitos bagi masyarakat Jawa. Puncak Hargo Dalem diyakini sebagai tempat pemusnahan diri Raja Majapahit Prabu Brawijaya Pamungkas. Sementara, Harga Dumilah merupakan lokasi penuh misteri yang menjadi tempat olah batin dan bersemedi.

Gunung Lawu disebut-sebut sebagai pusat kegiatan spiritual di Tanah jawa, yang bertalian erat dengan budaya dan tradisi Keraton Yogyakarta. Tak heran, setiap orang yang hendak melakukan pendakian ke puncak Gunung Lawu harus memahami dan mematuhi segala larangan. Jika melanggar, maka orang tersebut diyakini akan celaka saat mendaki Gunung Lawu.

4. Gunung Ceremai, Jawa Barat

Gunung Ceremai merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat dengan ketinggian 3.078 meter di atas permukaan laut. Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah barat yang beradius 400 m terpotong oleh kawah timur yang beradius 600 meter. Pada ketinggian sekira 2.900 meter dpl di lereng selatan terdapat bekas titik letusan yang dinamakan Gowa Walet.

Gunung Ciremai dengan jalur mautnya dan seringnya jatuh korban dari para pendaki ternyata menimbulkan berbagai kisah menyeramkan. Beberapa kawasan di gunung ini diceritakan memiliki aura mistik yang kental. Salah satunya situs Kuburan Kuda, yang merupakan kuburan kedua tentara Jepang di masa penjajahan. Jika melewati daerah ini sering terdengar ringkikan kuda tanpa ada wujudnya.

Ada pula Situs Papa Tere, yang dianggap angker karena pernah terjadi pembunuhan terhadap seorang anak oleh ayah tirinya. Situs Sangga Buana dan Pengasungan juga dikabarkan angker karena sering terdengar derap langkah kaki para serdadu Jepang. Menurut cerita, tempat ini dulunya menjadi tempat pembuangan tawanan perang dari Indonesia.

5. Gunung Merapi, Yogyakarta

Gunung Merapi adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunung ini sangat berbahaya karena menurut catatan modern mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua sampai lima tahun sekali dan dikelilingi oleh pemukiman yang sangat padat.

Selain itu, Gunung Merapi juga dipercaya sebagai tempat keraton makhluk halus. Panembahan Senopati pendiri kerajaan Mataram memperoleh kemenangan dalam perang melawan kerajaan Pajang dengan bantuan penguasa Merapi. Gunung Merapi meletus hingga menewaskan pasukan tentara Pajang, sisanya lari pontang-panting ketakutan. Penduduk yakin bahwa Gunung Merapi selain dihuni oleh manusia juga dihuni oleh makhluk- makhluk lainnya yang mereka sebut sebagai bangsa alus atau makhluk halus.

Tempat-tempat yang paling angker di Gunung Merapi adalah kawah Merapi sebagai istana dan pusat keraton makhluk halus Gunung Merapi. Di bawah puncak Gunung Merapi ada daerah batuan dan pasir yang bernama “Pasar Bubrah” yang oleh masyarakat dipercaya sebagai tempat yang sangat angker. “Pasar Bubrah” tersebut dipercaya masyarakat sebagai pasar besar Keraton Merapi dan pada batu besar yang berserakan di daerah itu dianggap sebagai warung dan meja kursi

MISTERI Gunung Ciremai

kawah ciremai 
Gunung Ciremai termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Gunung ini terletak berjauhan dari gunung tinggi lainnya. Mempunyai ketinggian 3.078 Mdpl, merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat. Gunung Ciremai ada yang menyebut cerme, ada yang seringkali menamakan “Ceremai”) secara administratif termasuk dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah barat yang beradius 400 m terpotong oleh kawah timur yang beradius 600 m. Pada ketinggian sekitar 2.900 m dpl di lereng selatan terdapat bekas titik letusan yang dinamakan Gowa Walet.

Vegetasi di Gunung Ciremai

Hutan-hutan yang masih alami di Gunung Ciremai tinggal lagi di bagian atas. Di sebelah bawah, terutama di wilayah yang pada masa lalu dikelola sebagai kawasan hutan produksi Perum Perhutani, hutan-hutan ini telah diubah menjadi hutan pinus (Pinus merkusii), atau semak belukar, yang terbentuk akibat kebakaran berulang-ulang dan penggembalaan.
Sebagaimana lazimnya di pegunungan di Jawa, semakin seseorang mendaki ke atas di Gunung Ciremai ini dijumpai berturut-turut tipe-tipe hutan pegunungan bawah (submontane forest), hutan pegunungan atas (montane forest) dan hutan subalpin (subalpine forest), dan kemudian wilayah-wilayah terbuka tak berpohon di sekitar puncak dan kawah.

Satwa di Ciremai

Bangkong bertanduk (Megophrys montana), Percil Jawa (Microhyla achatina), Katak-pohon Emas (Philautus aurifasciatus), Bunglon Hutan (Gonocephalus chamaeleontinus), Cecak Batu (Cyrtodactylus sp.), Elang Hitam (Ictinaetus malayensis), Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus), Elang Jawa (Spizaetus bartelsi), Puyuh-gonggong Jawa (Arborophila javanica), Tenggiling (Manis javanica), Tupai kekes (Tupaia javanica), Kucing Hutan (Prionailurus bengalensis), Macan Tutul (Panthera pardus), Kancil (Tragulus javanicus), Kijang (Muntiacus muntjak), Landak Jawa (Hystrix javanica).

Jalur Pendakian Linggarjati

Untuk menuju puncak Ciremei terdapat 3 jalur yang dapat ditempuh yakni jalur Majalengka, jalur Palutungan dan,jalur Linggarjati. Jalur Linggarjati ( 650 mdpl) merupakan yang paling terjal dan terberat, namun jalur ini merupakan favorit dilalui pendaki. Jalur ini memang dikenal lebih menantang buat para pendaki
Desa Linggarjati terletak 14 km dari kota Kuningan. Dari pertigaan Linggarjati berjalan kaki  menuju Museum Naskah Linggarjati tempat bersejarah dimana Bung Karno pernah menandatangani perjanjian Linggarjati dengan Belanda. Sementara pos perijinan pendakian terletak tidak terlalu jauh dari museum.

Mendaki Gunung Ciremai

Sebelum memulai pendakian ada baiknya pendaki menyiapkan bekal terutama air, karena susah sekali memperoleh air selama di perjalanan. Jalur menuju puncak sangat jelas dan banyak tanda-tanda penunjuk jalan, sehingga pendaki pemulapun akan mudah .
Dari pos pendakian, perjalanan akan melintasi jalanan beraspal memasuki kawasan hutan Pinus dan persawahan hingga Pos Mata Air Cibeunar (750 mdpl). Cibeunar merupakan area camp yang cukup aman buat bermalam, karena terdapat sumber air yang cukup melimpah, yang tidak akan ditemui lagi sepanjang perjalanan sampai di puncak. Selepas Cibeunar perjalanan akan melewati perkebunan penduduk hingga memasuki Leuweng Datar (1.200 mdpl).
Dari Leuweng Datar pendaki akan melewati pos sebagai tempat istirahat yakni Sigedang dan Pos Kondang Amis . 2 jam berikutnya pendaki akan sampai di Pos Kuburan Kuda (1.380 mdpl). Kuburan Kuda merupakan tanah datar yang cukup luas dan cukup teduh sebagai tempat perkemahan. Daerah ini dianggap keramat bagi masyarakat setempat. Setelah Kuburan Kuda, pendaki akan melewati beberapa tempat keramat lagi seperti Ceblokan, Pengalas.
Jalanan akan membesar ketika melewati Tanjakan Bin-Bin dan semakin menanjak lagi ketika melewati Tanjakan Seruni (1.750 mdpl). Jalur ini adalah yang terberat dan melelahkan dibanding yang lainnya. Bahkan pendaki akan menemui jalan setapak yang terputus dan setengah memanjat, dan memaksanya berpegangan akar pepohonan untuk mencapai pos selanjutnya.
Kemudian akan sampai di Tanjakan Bapatere (1.950 mdpl) dengan jalur tetap menanjak nyaris tanpa bonus sampai di Batu Lingga (2.250 mdpl). Waktu yang diperlukan adalah sekitar 1 jam lebih. Konon, batu ini pernah dijadikan tempat berkotbah wali songo kepada para pengikutnya . Di dekat batu lingga terdapat sebuah in memoriam pendaki. Menurut kisah pendaki itu tewas karena sesuatu kejadian yang aneh di batulingga. Tepatnya, pada tahun 1999 dan dari ketiga pendaki, hanya seorang yang selamat. Sedangkan dua lainnya tewas dengan mengeluarkan lendir dari mulutnya. Menurut kepercayaan, blok batu lingga ini di jaga oleh dua makluk halus bernama aki dan nini serentet buntet.
Batu Lingga merupakan pos peristirahatan yang berupa tanah datar dan terdapat sebuah batu berukuran besar. Di tengah perjalanan pendaki akan menemui dua pos peristirahatan lagi yakni Kiara Baton dan Sangga Buana. Kemuidian pendaki baru akan memasuki batas vegetasi. Perjalanan berlanjut 2 jam berikutnya sampai di  Pos Pangasinan (2.750 mdpl).
Pangasinan merupakan pos terakhir. Menurut sejarah, pada masa pendudukan Jepang, pengasinan merupakan tempat pembuangan tawanan perang. Mungkin karena itu pada malam malam tertentu, sering terdengar suara jeritan atau derap langkah kaki para serdadu jepang. Dari daerah yang cukup terbuka ini, pendaki dapat menyaksikan bibir kawah yang cukup menakjubkan. Diperlukan waktu satu jam dengan melewati bebatuan cadas dan medan yang tetap menanjak, bahkan harus setengah merayap, untuk sampai di puncak.

Summit Attack Ciremai

puncak ciremai 
Untuk menggapai puncak tertinggi  Gunung Ciremai (3.078 mdpl), pendaki  lebih dahulu  melewati puncak tertinggi kedua  – Sunan Mataram (3.058 mdpl) ditandai batu trianggulasi. Dari Tranggulasi Sunan Mataram, untuk mencapai puncak tertinggi Ciremai, pendaki harus mengelilingi kawah hingga bertemu dengan Trianggulasi lagi yang sudah roboh yang biasa dinamai Sunan Cirebon, itulah puncak tertinggi Gunung Ciremai.

Akomodasi dan Perijinan

Seluruh aktifitas pendakian Taman Nasional Gunung Ciremai wajib mengurus Surat Ijin Masuk Lokasi (SIMAKSI) di Kantor Balai Taman Nasional Gunung Ciremai Kuningan. Para pendaki wajib juga menyiapkan fotocopi identitas diri (KTP), mengisi formulir pendakian, membayar tiket masuk lokasi dan asuransi pada masing-masing pintu masuk jalur pendakian. Selain itu pendaki wajib mengerti manejemen pendakian agar pendakian berjalan sesuai rencana

"rena dan reza"


BUUUUUGGG......!!!!!
            Suara meja di pukul terdengar seisi kelas semu mata tertuju pada arah sumber suara tersebut
            “Rena.....! kamu ke sekolah ini mau belajar atau mau tidur hah....?!”  bentak bu Ina pada Rena.
Rena hanya mengucek-ngucek matanya
            “maaf bu, tadi malem Rena tidur kemaleman bu” kata Rena
“tidak ada alasan kamu tidur jam berapapun... kamu boleh tidur tapi jangan pada saat jam pelajaran berlangsung, mengerti!” bentak bu Ina.
“ia bu saya mengerti, maafkan saya bu....” ujar Rena
“ya sudah sekarang kamu pergi ke kamar mandi dan cuci muka kamu” kata bu Ina.
saat istirahat Rena duduk menyendiri sendiri sambil memakan jajanan yang dia beli dari kantin sekolahnya
“hei” sapa Reza.
“hei juga Za” balas Rena dengan nada lesu.
“kamu tadi tidur di kelas lagi kenapa, apa.. kemaren kamu pulang kerja kemaleman lagi ya??” tanya Reza.
“ya gitu deh Za, beberapa hari ini kerjaan di tempatku memang lagi rame pelanggan pasti pulang malem terus Za” jelas Rena.
“kamu kok kuat banget ya Ren bisa kerja di tempat gitu?” tanya Reza kembali.
“mau gimana lagi Za aku kan butuh duit saat ini sebenernya sih aku juga udah enggak betah kerja kayak gini” jelas Rena kembali.
“kamu yang sabar aja Ren hanya kata-kata itu yang bisa aku ucapin buat kamu” ujar Reza.
Dan bel masuk pun tiba Rena dan Reza pun pergi ke kelas mereka.
Setelah jam pelajaran berakhir Rena pun langsung pulang, setiap hari memang Rena tak pernah pulang langsung pulang ke rumahnya karena Rena harus bekerja setengah waktu di sebuah toko baju untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena kecelakaan mobil yang telah merenggut nyawa ayah dan bundanya yang menyebabkan kini dia hanya hidup berdua dengan kakaknya Rafael yang hanya bisa diam di rumah karena sakit akibat kecelakaan orang tuanya.
Sesampainya di toko baju tempat Rena bekerja. Saat bekerja Rena bertemu dengan temannya yaitu Citra, Arin dan Meiza mereka bertiga teman sekelas Rena yang sangat sombong
“eh..., Rena kerja disini ya...?” tanya Citra.
“ia...” jawab Rena dengan senyum kecil.
“bukannya lo punya kakak cowok ya...? kok lo sih yang kerja?” tanya Arin.
“emang kenapa kalo aku kerja toh ini halal kok, bukannya kalian juga tahu kalo kakak aku tuh sakit” jawab Rena tenang.
Mereka bertiga pun pergi.
“Rena sabar Rena..... ini cobaan...” katanya dalam batin.
Setelah selesai bekerja Rena pun pulang
“jam berapa ini... sempet enggak ya belajar buat besok?” tanya Rena dalam hati.
Dan ketika berjalan menuju halte bis terdekat tepat di depannya berhenti sebuah motor yang ia kenal, kemudian pengemudi motor itu pun membuka helmnya
“Reza” ujarku.
“hai, Ren udah malem ayo aku anter??” ajak Reza.
Dengan senyum kecil akhirnya Rena pun naik ke motor Reza
“mulai sekarang aku bakal jemput kamu, biar kamu enggak harus pulang malem-malem karena harus nunggu bis atau angkutan umum lainnya buat pulang” kata Reza.
Dan mereka pun pulang bersama-sama
“terserah kamu aja deh Za, tapi aku agak enggak enak kalo harus di jemput sama kamu” ujar Rena.
“Rena kamu enggak usah enggak enak gitu sebagai teman aku sangat peduli sama kamu aku enggak mau kejadian apa-apa sama kamu apa lagi kamu kan cewek aku takut kenapa-kenapa kalo kamu pulang malem-malem” kata Reza.
Akhirnya mereka pun sampai di rumah Rena.
“makasih ya Za” kata Rena.
“ia, aku pulang dulu ya...” kata Reza sambil menyalakan motornya.
Rena pun masuk ke rumahnya dan menuju kamar kakaknya
“kak, udah tidur ya...?” kata Rena sambil duduk di samping tempat tidur kakak nya.
Rafael pun membuka matanya
“rupanya kakak belum tidur ya, kak aku ingin cerita ma kakak” kata Rena.
Rafael hanya bisa melihat Rena dan mendengarkan Rena tanpa bisa bicara entah apa yang terjadi semenjak kecelakaan tersebut Rafael seperti bisu tidak ingin bicara hanya dengan isyarat saja ia berbicara.
“kak aku udah enggak kuat dengan apa yang terjadi dengan kita kak, aku kangen ayah, kangen bunda kak. Cobaan ini terlalu berat aku hadapi” kata Rena sambil menangis.
Rafael hanya bisa mengusap air mata Rena dan memeluknya. Namun tangis Rena pun semakin pecah.
Keesokan harinya Rena pun pergi ke sekolah
“kak aku pergi dulu ya, kakak jangan keluar rumah selama aku belum pulang jangan bukain pintu ke siapa pun kalo mau makan aku udah sediain di meja makan kakak tinggal makan aja dan......” ujar Rena (cerewet rena keluar)
Namun Rafael malah menutup mulutnya Rena dan mendorong-dorong Rena sambil melihat lihatkan jam yang sudah menunjukan jam enam lebih empat puluh lima menit
“ia... ia... kak rafael aku berangkat dulu ya...” kata Rena
Sambil keluar Rumah dan mencium kedua pipi kakaknya yang putih itu Rafael pun menutup pintu rumahnya.
Sesampainya di sekolah Rena pun langsung menuju ke kelasnya dan duduk di bangkunya, Reza pun menghampiri bangku Rena
“rupanya sekarang temen aku ini enggak suntuk” kat Reza.
“ngpain suntuk pagi-pagi” kata Rena sambil senyum-senyum.
“katanya ada murid baru nanti di kelas kita Ren” ujar Reza.
“terus apa hubungannya sama aku Za” tanya Rena aneh.
“kan yang duduk sendiri disini cuman kamu doang otomatis anak baru itu bakal duduk bareng kamu dong” kata Reza.
“terus kenapa emangnya?” kata Rena
“ah... kamu di ajak ngmong terus terus mulu kayak tukang parkir tau enggak” kata Reza dengan muka cemberut.
Bel pun berbunyi, semua murid pun kini tertib duduk di mejanya masing-masing dan bu Ina pun masuk ke kelas bersama seorang laki-laki memakai baju putih abu memakai topi berwarna merah hitam dan memakai jaket merah
“selamat pagi anak-anak” kata bu ina.
“pagi bu........................” ucap serentak murid-murid kelas tersebut.
“anak-anak kali ini kita kedatangan murid baru ia silahkan kamu kenalkan diri kamu” kata bu Ina.
“selamat pagi semua perkenalkan nama saya bisma, saya pindahan dari bandung saya pindah kesini karena ayah saya bekerja disini” kata Bisma.
“ia, baik Bisma kamu duduk di sebelah Rena ya?” kata bu Ina
“tunggu kenapa Bisma enggak duduk sama saya bu” kata Meiza dengan nada centilnya.
HUUUUUUUUUU................................
Semua murid pun menyoraki Meiza yang centil
“sudah diam semua, Meiza bukannya kamu sudah punya teman sebangku yaitu Arin, lagi pula Rena itu enggak punya temen sebangku jadi wajar aja ibu menyuruh Bisma duduk di dekat Rena” kata bu Ina.
Bisma pun duduk di dekat Rena
“hai.....” sapa Bisma.
Rena hanya membalas dengan senyuman kecil pada Bisma.
Selesainya jam pelajaran Rena pun menuju kekantin berdua dengan Reza
“hei Rena aku boleh gabung engga??” tanya Bisma.
“boleh yu bareng aja kita mau kekantin kok” kata Rena
Sesampainya di kantin Rena membuka bekalnya dari rumah dan memakannya
“kamu sering bawa bekal dari rumah ya?” tanya Bisma.
“ia... ini aku lakukan supaya lebih hemat, kalo jajan paling sesekali aja kalo aku enggak sempet bikin sarapan” ujar Rena
“loh... kok kamu yang bikin sarapan emang ibu kamu kemana?” tanya Bisma penasaran.
Rena hanya menunduk, Reza pun menarik Bisma
“Ren aku ke toilet dulu ya bareng Bisma” kata Reza
Sesampainya di toilet Reza pun berbicara pada Bisma
“kamu apa-apaan siih.... nanya-nanya yang kayak gitu sama Rena?” kata Reza sedikit membentak.
“emang kenapa bukan urusan kamu?” tany Bisma.
“kamu akan tahu sendiri kenapa aku bicara gitu....” kara Reza
Reza pun pergi meninggalkan Bisma sendiri.
Pulang sekolah Rena pun seperti biasa pergi ke tempat kerja langsung. Setelah sampainya di tempat kerja Rena pun langsung bergantian pakaian dengan seragam kerjanya, pada saat keluar dari ruang ganti Rena disuruh oleh atasannya untuk mengambil persedian baju yang baru di gudang.
“Rena, tolong ambilkan persediaan baju yang ada di gudang, baju yang baru ya yang baru datang tadi pagi” ujar pemilik toko
“Berapa banyak pak?” tanya Rena
“semuanya aja Ren, nanti kamu minta tolong anak gudang nunjukin mana barang yang baru keluar kok” kata pemilik toko tersebut
Rena pun pergi ke gudang, pada saat di gudang Rena bertemu dengan seorang pria yang dia kenal dekat
“Bisma.....” Rena
“Rena, kamu kerja disini juga?” tanya Bisma
“ia aku kerja disini, kamu kerja disini juga?” tanya Rena
“ya.... cuman bantu-bantu ayah aku aja Ren” kata Bisma
“jadi pemilik toko ini.....” kata Rena
“ia... toko ini milik ayah aku....” kata Bisma
“oh ia aku mau ambil baju yang baru dikirim tadi pagi... dimana ya?” tanya Rena
“oh.. itu sini aku anterin” ajak Bisma
Akhirnya Bisma pun mengantarkan Rena
“nih, baju barunya pajang di depan ya...?” kata Bisma
Rena hanya membalas dengan senyuman. Rena pun kembali ke toko dengan membawa baju yang baru tersebut
Jam pun berganti tak terasa malam puntelah tiba Rena pun pulang. Saat perjalan menuju halte Rena bertemu dengan Bisma
“pulang??” tanya Bisma
“ia, Bis aku mau pulang” jawab Rena
“bareng aj yu mau enggak aku anterin??” ajak Bisma
“maksih ya Bis, tapi aku udah ada yang mau jemput” kata Rena
“oh udah ada yang jemput, pasti pacarnya ya” kata Bisma
“bukan pacar tapi Reza yang jemput aku” kata Rena
“oh gitu ya...” kata Bisma
Ketika Rena sedang mengobrol datanglah Reza dengan motornya
“hy Bis” sapa Reza
“hai za, jemput Rena ya?” kata Bisma
“ya... gitu deh???!!!!” jawab Reza
“Bis aku duluan ya...?” Rena
“oh ia.... hati-hati ya...?” Bisma
Rena pun pulang bersama Reza
“Ren, kita berhenti dulu ada yang mau aku omongin sama kamu” kata Reza
“ya sudah” kata Rena
Mereka pun berhenti di pinggir jalan
“ada apa Za” Rena
“gini, dari awal ketemu...........” Reza
“awal ketemu kenapa Za” Rena
“aduh gimana ngomongnya ya??” Reza
“emang kamu mau ngomong apa Za?” Rena
“aku suka sama kamu dari awal kita ketemu” Reza
“hah apa Za??” Rena
Rena meminta mengulangi kembali kata Reza karena pada saat itu mobil truk besar sedang lewat dan suaranya sangat berisik.
“aduh... ulangin lagi enggak ya...? kalo aku ulangin lagi aku harus siap mental lagi... akh lebih baik jangan deh....” ucap Reza dalam hati
“kamu mau ngomon apa Za tadi...?” tanya Rena
“akh.... enggak jadi deh ngomongnya Ren, lagian udah malem kasian kak Rafa kan sendiri di rumah” kata Reza sambil menyalakan mesin motornya
Akhirnya Rena dan Reza pun melanjutkan perjalanannya menuju rumah Rena. Lalu lalang kendaraan yang di jalan raya seakan seperti lagu nina bobo bagi Rena, Rena pun tertidur di punggung Reza.
Merekapun sampai di tujuan yaitu ruma Rena
“ren udah nyampe” kata Reza sambil mematika mesin motornya
Tapi Rena tertidur lelap, tanpa pikir panjang Reza pun memarkirkan motornya dan menggendong Rena ke rumahnya dan membawa Rena ke kamarnya. Pagi pun tiba Rena terbangun dari  tidurnya semalam Rena mengucek-ngucek matanya dan merasa aneh dia ada di kamarnya Rena pun bangun dan mengambi handuk untuk mandi. Setelah mandi dan berseragam sekolah rapi Rena pun pergi ke ruang makan Rena kaget melihat makanan sudah tersedia
“siapa yang masak nih kak???” tanya Rena
Rafael hanya senyum
“kakak ya... yang masak” tanya Rena sambil Tersenyum
Rafael hany menjawab dengan senyuman saja
“yaudah deh Rena sarapan dulu ya kak... kakak juga harus ikut sarapan sama Rena” kata Rena sambil mengambil piring
Kedua kakak beradik itupun sarapan berdua dengan lauk seadanya tapi karena rasa kebersamaan dan kasih sayang yang kuat makan dengan lauk asin pun terasa nikmat.
Setelah sarapan Rena pun pergi ke sekolah tak lupa Rena pun membawa bekal ke sekolahnya untuk di makan di siang hari. Dan sesampainya di sekolah
“pagi Ren” ucap Bisma
“eh Bisma pagi juga Bis.....” sapa Rena
“oh ia kamu ikut kemping kan??” tanya Bisma
“entahlah Bis, kayaknya aku enggak ikut kan acaranya tiga hari mana mungkin aku ninggalin kerjaan??” kata Rena
“papah aku pasti ngerti kok Ren” kata Bisma
“terus gimana dengan kakakku Bis??”kata Rena
“kakak kamu emangnya kamu punya kakak???” tanya Bisma penasaran
“ia aku punya kakak cowok” kata Rena
“nah terus ada apa lagi, kakak kamu kan cowok masa enggak bisa jaga diri sendiri sih” kata Bisma
“stop Bis, itu dia masalahnya kamu enggak akan pernah tau gimana hidup aku sebenernya Bisma” kata Rena
Rena pun meninggalkan Bisma sendiri
“apa salah aku” tanya Bisma pada dirinya sendiri sambil menggaruk kepalanya
Rena pun pergi ke taman dan duduk sejenak ditaman tersebut. Tiba-tiba....
“sendirian aja nih...?” Reza
“eh Reza ia nih aku lagi sendirian” Rena
“kamu ikut acara kemping itu enggak??” Reza
“enggak Za kayaknya soalnya kalo ikut gimana dengan kakak aku.... aku enggak bisa ninggalin dia jauh-jauh Za” Rena
“ehm... sebenernya aku kesini pengen banget ngajak kamu buat ikut kemping Ren, aku pengen kamu lepas sebentar dari rutinitas kamu...” Reza
“gimana lagi donk Rez, aku juga sebenernya pengen banget ikut tapi....” Rena
“kamu tetap harus ikut Ren!!!” Reza memotong
“gimana dengan kak Rafa kamu tau sendiri kan kak Rafa gimana keadaannya...” Rena meninggi
“udah tenang aja kak Rafa biar aku urus, biar dia tinggal di rumah aku aja Ren kebetulan ayah dan ibu aku lagi ke jepang buat ngurusin bisnisnya disana dan biasanya mereka lama disana paling baru bulan depan mereka kembali” Reza
Rena berpikir lama dan...
“enggak Za aku takut kenapa-kenapa sama kakak aku” Rena
“Ren, tenang aja kali semua pasti baik-baik aja, urusan kakakmu juga aku udah bilang kali sama ayah ibu aku dan mereka mengizinkan” Reza
Rena berpikir kembali dan akhirnya ia pun menyetujui bahwa kakaknya dititipkan sementara di rumah Reza yang memang tak jauh dari rumah Rena.
Dan hari keberangkatan pun tiba
“Ren kamu ikut juga” Bisma
“ia donk aku enggak akan lewatin kemping ini...”Rena
“bagus deh kalo begitu... eh kita naik bis yu udah mau berangkat” Bisma
“ayo......” Rena sambil menyunggingkan senyumannya
Mereka pun menaiki bis dan Reza pun menghampiri Rena
“Ren, duduk sama aku yu...”Reza sambil menarik tangan Rena
Bisma yang melihat itu hanya bisa menggelng-gelengkan kepalanya dan kemudian duduk. Bis pun mulai berjalan dengan kecepatan sedang. Rena dan Reza tampak bahagia sepanjang perjalanan yang mereka lakukan hanyalah bercanda ria, berpoto dan memainkan gitar dan akhirnya karena perjalanan yang panjang mereka tertidur lelap Rena bersandar ke pundak. Sesampainya di tempat tujuan semua berhamburan ke tempat mereka kemah dan mendirikan tenda. Sore pun berhanti malam dan di malam ini api unggun menemani semua peserta kemah disana Rena, Reza dan Bisma pun tampak bergabung dengan yang lain menikmati malam yang dingin tersebut.
“Rena pake jaket aku nih... biar kamu enggak kedinginan” Reza
“makasih Za tapi kayaknya enggak usah nanti kamu enggak ada jaket lagi” Rena
“ada kok aku bawa beberapa stel jaket kamu tenang aja” Reza
Tiba-tiba Bisma menghampiri Rena dan Reza
“hai Ren....” Bisma
“hei Bis.....” Rena
“berdua aja enggak gabung di api unggun sana??” Bisma
“oh bentar lagi kok ini juga mau kesana Bis....” Rena
Akhirnya mereka pun pergi bergabunng dengan seluruh peserta kemah, mereka larut dalam keceriaan kemah tersebut.
Keesokan harinya di pagi buta Bisma mengajak Rena untuk sekedar berjalan-jalan ke hutan dekat tempat perkemahan mereka
“Rena...”Bisma
“apa....” Rena
“kita jalan-jalan yu, menikmati udara segar pagi ini” Bisma
“ehm... gimana ya....” Rena
“ayolah Ren masa kamu sama Eza terus sih.... aku juga kan pengen jalan dan ngobrol-ngobrol sebentar sama kamu....” Bisma
“yaudah deh....”Rena
Akhirnya Rena pun pergi bersama Bisma ke hutan untuk sekedar berja;an-jalan. Semakin dalam ke hutan dan semakin jauh mereka pergi dan memisahkan diri dari kelompok kemah mereka.
“Bis kita udah kejauhan kayaknya” Rena
“tenang aja Ren.... kita istirahat dulu di bawah pohon ini ya??” Bisma
Akhirnya mereka pun istirahat di bawah pohon tersebut
“Bis, kita balik aja yu... aku khawatir Reza dan anak-anak nyariin kita” Rena
“yasudah yu....” Bisma
Mereka pun beranjak dari pohon tersebut dan perjalanan pulang akan tetapi mereka rupanya tersesat
“Bis kayaknya kita udah lewati jalan ini 4 kali deh...” Rena
“sepertinya kita tersesat Ren......” Bisma
“apa....!!!!!!!!!! kta tersesat kata kamu... gimana sih katanya kamu tahu jalan!!” Rena
Rena pun terduduk
“maafin aku....” Bisma
“udah lah...” Rena
Sementara di kemah
“eh liat Rena enggak??” Reza
“enggak....” piguran 1
“liat Rena enggak” Reza
“enggak Za” piguran 2
“kemana kamu sih Ren.....” Reza
Sementara itu Rena dan Bisma di tengah hutan
“kita harus kemana nih Bis....??” Rena
Bisma hanya diam tanpa bicara,  Rena dan Bisma kini benar tersesat dan jauh dari kelompoknya. Bisma hanya bisa tertunduk di bawah pohon
“bis,... kita haru kemana sekarang???” Rena
“entahllah Ren aku juga bingung kita musti kemana....” Bisma
Mereka pu berjalan menelusuri hutan sementara itu, Reza mencari Rena yang hilang semenjak pagi.
“Rena....!!!!!!!!!!!!!” teriak Reza
Reza mencari Rena yang tak kunjung pulang ke tempat kemah
“Rez, lebih baik kita nyarinya esok lagi aja soalnya hari sudah hampir gelap dan kita tidak membawa alat penerangan untuk melanjutkan pencarian Rez” usul teman Reza
Reza pun duduk di bawah pohon sambil menundukkan kepalanya, dan sambil berpikir
“okelah...... kita pulang sekarang” Reza
Sementara itu Rena terduduk di bawah pohon sambil menundukan kepalanya dan memanggil nama Reza
“Reza...” Rena
“udah donk Ren” Bisma
Tapi Rena malah menangis, Bisma pun bingung dengan keadaan Rena sekarang akhirnya Bisma pun memeluk Rena
“maafin aku ya?? Aku yang salah seharusnya aku enggak ngajak kamu pergi ke tengah hutan” Bisma
Rena hanya bisa menangis di pelukan Bisma Rena pun tak bisa berucap apa-apa. Sementara di tempat kemah Reza terus memikirkan Rena.
“rena kamu dimana sudah makan kah kamu disana???? Pastinya kamu belum makan kan.. aku enggak bisa kalo enggak mikirin kamu” Reza
Akhirnya Reza pun tetidur pulas
Sementara itu di tengah hutan Bisma terus memeluk Rena hingga mereka pun tertidur dalam posisi berpelukan.
Pagi hari pun datang pencarian pun di mulai kembali, kali ini pencarian di bagi ke dalam 4 tim masing-masing tim mencari menurut arah mata angin yaitu barat, timur, utara dan selatan reza pun pergi dengan timnya yaitu ke arah barat.
Dan di tengah hutan Rena pun terbangun sedikit bingung memang keadaan Rena dan Rena pun beranjak berdiri dari tempat duduknya. Rena pun membangunkan Bisma yang kala itu masih tetap tertidur
“Bis.... Bisma..... bangun Bis.... udah pagi” Rena
“udah pagi ya??” Bisma sambil mengucek-ngucek matanya
“ia” kata Rena
Akhirnya mereka pun melanjutkan perjalana mereka untuk kembali ke perkemahan. Di tengah perjalanan Bisma pun terjatuh lunglai lemas
“kenapa kamu Bis???” tanya Rena
“enggak tau nih, tiba-tiba aku lemes gini” Bisma
Akhirnya mereka pun berhenti sejenak di tempat tersebut menunggu kesehatan Bisma kembali pulih mau tidak mau memang tapi mau gimana lagi Bisma mempunyai penyakit asma dan dia tidak tahan terhadap udara dingin mungkin karena semalam udara yang cukup dingin membuat Bisma seperti ini
“maafin aku ya Ren” Bisma sambil memegang tangan mungil Rena
“maaf buat appa sih Bis” Rena
“ya karena aku kamu jadi gini harusnya aku enggak pernah ngajak  kamu ke tempat kemaren mungkin ini enggak akan terjadi Ren” Bisma sambil menundukan kepalanya
“enggak Bis, kamu enggak perlu gini sama aku toh ini semua udah takdir, jadi jangan kira itu semua salah kamu” Rena
Bisma pun hanya bisa tersenyum.
Sementara itu Reza yang tengah mencari Rena
“RENAAAAAAAAA...................!!!!!!!!!!!! BISMA...........!!!!!!!!!!!!”teriak Reza
Dan di saat Rena tengah berbincang dengan Bisma Rena pun mendengar suara Reza
“itu sepertinya Reza deh.....” Rena
“REZAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA....................... AKU DISINI” teriak Rena
Reza yang mendengar teriakan Rena pun menghampiri sumber suara tersebut dan akhirnya Reza menemukan Rena dan Bisma, Reza pun langsung memeluk Rena
“kamu enggak apa-apakan Rena” Reza
“aku enggak apa-apa kok Za tapi Bisma” Rena
“Bisma” Reza sambil melepas pelukan dan melihat keadaan Bisma
Akhirnya Reza pun membopong Bisma yang saat itu memang tengah dalam keadaan lemas berjalan pun tak sanggup akibat asma nya kambuh.
Beberapa jam setelah Rena dan Bisma di temukan akhirnya mereka pun bersiap untuk pulang karena tiddak mungkin lagi melanjutkan kemah ini karena salah satu teman yaitu Bisma tak bisa lama-lama di daerah pegunungan akhirnya mereka pun pulang.
Rena pun sampai dirumah bersama kakaknya kak Rafael karena sebelum kerumah Rena menjemput kakaknya kerumah Reza entah perasaan apa yang hinggap di benak Rena malam itu Rena ingin sekali tidur dengan kakaknya kak Rafael dan akhirnya mereka pun beristirahat mereka tidur dengan lelap. Keesokan pagi Rena pun berangkat ke sekolah seperti biasa dengan berjalan kaki. Dan sesampainya Rena di sekolah Rena bertemu dengan Bisma
“hai Ren??” sapa Rena
“hai juga Bis” Rena
“gimana istirahatnya semalem?” Bisma
“ya... begitulah” Rena sambil berjalan meninggalkan Bisma
“kok aku di tinggal sih”Bisma menyusul Rena
Akhirnya mereka pun jalan menuju kelas dan duduk dibangku mereka. Bel masuk pun berbunyi dan pelajaran pun di mulai. Tidak seperti biasa Rena yang biasanya Rena lebih banyak melamun hari ini jauh berbeda ketika sebelum berangkat kemping beberapa waktu lalu dan dalam pelajaran pagi ini pun Rena terlihat melamun.
Seusai pelajaran
“kayaknya hari ini sepertinya ada yang ngelamun terus?” Reza
“euuh... enggak... enggak” Rena yang kaget mendengarkan suara Reza
“Ren, liat mata aku” Reza
Rena pun menurutinya
“kamu enggak akan pernah bisa bohong dari aku Rena” Reza
Rena pun menceritakan apa yang dia pikirkan saat ini
“Reza, aku enggak tahu aku harus mulai darimana ceritain ini semua sama kamu... tapi, yang jelas belakangan ini semenjak berkemah kemaren perasaan aku enggak enak terus enggak tau kenapa Za, belakangan aku jadi males banget buat ngapa-ngapain tadi aja aku enggak sempet bikin makanan buat makan siangnya kak Rafael” Rena
“udah kamu enggak usah khawatir atau jangan mikirin apa-apa dulu bentar lagi kan kita UAN, inget kamu itu musti lulus bukannya kamu pengen cepet-cepet kuliah enggak lucukan kalo kamu enggak lulus nanti kamu jadi ade tingkat aku lagi” Reza
“makasih ya Za atas supportnya aku enggak tau musti kayak gimana” Reza
“ia, eh kekantin yu...?” Reza
“yaudah yu...” Rena
Waktu begitu cepat bergulir jam pun menujukkan pukul 14:00 Rena pun segera pergi keluar kelas perasaan Rena kini tidak menentu Rena merasa ingin cepat pulang dan bertemu dengan kakaknya kak Rafael. Setelah sesampainya didepan rumah Rena terkejut karena banyak orang dan pemadam kebakaran. Ada apakah ini????? Ketika Rena melihat kobaran api dari rumahnya. Rena setengah tak percaya rumah kecil yang di tempati Rena dan kak Rafael hangus begitu saja dilalap oleh si jago merah
“KAK RAFAEEELLLLLLL......!!!!!!” teriaknya
Rena pun menembus kobaran api yang masih menyala-nyala itu dan sesampainya di dalam rumah Rena mencari-cari kak Rafael. Sementara di luar Reza yang melihat kobaran api tersebut menanyakan kepada orang-orang sekitar dimana penghuni rumah tersebut dan setelah mengetahui Rena masuk kedalam akhirnya Reza pun menyusul Rena yang masuk kedalam
“RENAAAAAAAA!!!!!!!!!” teriak Reza
Reza mencari-cari Rena dan akhirnya Rena pun berhasil di temukan oleh Reza
“Rena ayo keluar..... apinya makin besar” kata Reza
“enggak Za aku mau tetep disini aku mau mau kak Rafa Za” Rena
“kita keluar biar aku yang bawa kak Rafa keluar” Reza
Akhirnya mereka pun keluar dengan membawa kak Rafael yang pingsan dan segera membawanya kerumah sakit. Sesampainya di rumah sakit Rena hanya terduduk sambil menangis menunggu kepastian dari dokter yang menangani kak Rafael dan Reza pun dengan setia menemani Rena. Rezapun duduk di samping Rena dan memeluk Rena. Rena pun berurai air mata
“harusnya aku tau kalo ini bakal terjadi” Rena
“jangan menyesali apa yang sudah terjadi semua ini sudah takdir. Yakinlah semua ini akan indah pada waktunya Ren” Reza
“aku enggak kuat Za kenapa ujian ini datang bertubi-tubi kepadaku” Rena
“Tuhan sayang sama kamu makanya Tuhan memberikan ujian ini sama kamu Ren” Reza
Beberapa saat kemudian dokterpun keluar dari ruangan IGD
“bagaimana dok??” Rena
“maaf, kami sudah berusaha... tapi Tuhan menentukan jalan lain. Rafael tidak bisa tertolong” dokter
“enggak... enggak mungkin, enggak mungkin kak Rafa pergi ninggalin aku....” Rena
“kamu sabar Ren....” Reza
“aku enggak sabar Za dokter bilang kak Rafa meninggal” Rena
Dan dari ruangan IGD keluar beberapa perawat yang membawa seorang jenazah dan itu adalah kak Rafael
“kak, bangun kakbukannya kak Rafa janji mau liat Rena nanti Rena lulus UAN dan kak Rafa udah janji ma Rena mau temani Rena kan kak” Rena
Reza hanya bisa disamping Rena tanpa tau bagaimana caranya ia menangkan Rena.
Kak Rafael pun  akhirnya di makamkan di samping makam orangtua mereka yang telah lebih dahulu pergi meninggalkan mereka.
Beberapa hari setelah kepergian kak Rafa Rena pun melakukan aktivitas seperti biasa pergi sekolah dan pergi bekerja sesudahnya dan begitu sampai seterusnya hingga Ujian Akhir Nasional pun tiba Rena, Reza dan Bisma bisa melewatinya hingga selang beberapa waktu setelah UAN mereka menerima hasil UAN mereka dan menjadi suatu kebanggaan Rena menjadi peringkat 1 satu sekolahnya dan Reza menyusul di peringkat kedua.
Suatu pagi yang cerah di kost’an Rena Bisma datang kesana
“ada apa Bis, pagi-pagi ke kost an aku??” Rena
“aku mau pamit” Bisma
“pamit, pamit kemana??”
“aku keterima kuliah di Jepang Ren, pagi ini aku berangkat” Bisma
“wah, hebat kamu bis selamat ya... semoga nanti di negeri sakura sana kamu bisa jadi mahasiswa Indonesia yang terbaik diantara semua mahasiswa yang ada disana” Rena
“amin.... makasih atas doanya Ren, oh ia.. aku mau permisi ya... salam buat Reza” Bisma
Bisma pun pergi
“aku pergi Ren, meski berat aku meninggalkanmu tapi kulakukan semuanya demi aku melupakanmu, aku tahu aku sadar aku tak bisa memilikimu tapi kalaupun kita jodh pasti kita bakal ketemu lagi” Bisma dalam hati
Beberapa saat Bisma pergi Reza datang
“hai, Za..” Rena
“hai..., jalan yu”Reza
“kemana” Rena
“pokoknya kamu ikut aja” Reza
Rena akhirnya pergi bersama Reza ke suatu pantai yang cantik pemandangan alamnya Reza pun memberhentikan motornya dan berjalan menyelusuri pasir putih. Setelah lama berjalan akhirnya Reza berhenti di satu titik di pantai tersebut dan saling berhadapan dengan Rena
“Rena, dari dulu aku mau bilang sesuatu sama kamu” Reza
“bilang apa??” Rena
“aku sayang sama kamu” Reza
Rena hanya tertunduk kemudian reza memegangi kedua pipi Rena
“aku enggak liat kamu dari fisik tapi aku liat dari hati kamu yang begitu kuat dan tangguh manghadapi ini semua ujian hidup kamu” Reza
Rena hanya terdiam dan mulai berkata
“maaf Za, bukannya aku enggak mau tapi biarlah waktu yang menjawab kita jalani aja apa yang ada sekarang dan kita tak perlu buru-buru intinya, aku lebih nyaman jika kamu jadi sahabat aku, toh kalo jodoh enggak akan kemana ia kan??” Rena
Reza melepaskan tangannya dari pipi Rena dan memegang tangan Rena sambil tersenyum dan melihat ke arah matahari terbenam
“aku akan setia menunggumu Ren walau kamu tolak aku aku yakin kamu itu jodohku J” Reza. *The end* J