Senin, 03 Juni 2013

DI KALA SENJA PERGI

DI KALA SENJA PERGI

Hanya tembok-tembok kuning yang ada sejauh mata memandang hanya jendela kecil tempatku melihat ke dunia luar di kala senja dan hingga senja pun pergi. Perkenalkan namaku Aini Rahmadini, aku adalah seorang remaja perempuan yang sedang mencari jati diri dan mencari arti dari hidup ini. Awalnya aku sangat tidak menginginkan aku lahir sebagai perempuan, aku menyesal hidup sebagai perempuan karena perempuan tak dapat melihat dunia di luar sana kata orang tua perempuan diam saja di rumah, tapi selalu saja ada pertanyaan dalam hatiku apa karena aku perempuan?.
Awal kisah ini ketika aku duduk di bangku sekolah menengah pertama saat itu ayahku memberikan kakak laki-laki ku sebuah motor keluaran terbaru aku ingin sekali belajar untuk bisa mengendarainya tapi ayahku bilang “kamu ini perempuan enggak pantes kalo naik motor seperti ini”.
“kenapa Aini enggak boleh sedangkan kak Sandi boleh?” tanyaku dengan nada kencang.
“kak Sandi itu laki-laki dan kakakmu ini butuh kendaraan untuk pergi kesana kemari” jawab ayah.
“pokoknya Aini mau belajar motor titik!” kataku.
Bersamaan dengan itu ayah pun mnampar pipiku, aku pun belari sekencang-kencangnya dan naik ke atas pohon menuju rumah pohonku. Aku pun menangis sejadi-jadinya sambil menahan sakit yang aku rasakan tiba-tiba ada orang yang naik ke atas pohon dan ternyata itu adalah kak Ilham, kak Ilham adalah sahabatku orang tuanya adalah sahabat ayah dan ibu ku rumah kita pun tak jauh dari rumahku.
“kok nangis sih??” tanya kak Ilham.
“aku benci sama kak Sandi, aku benci ayah, kak Ilham  masa sih kak Sandi boleh naik motor kok aku enggak boleh??” tanyaku sambil menangis.
“kamu boleh kok naik motor nanti kak Ilham ajarin cara naik motor” jawab kak Ilham sambil menghapus air mata di pipiku.
“bener nih kak Ilham enggak bohongkan??” tanyaku.
“buat apa kakakmu ini bohong Aini” jawabnya.
Aku pun tersenyum kecil kepada kak Ilham, dan keesokan harinya aku dan kak Ilham  pun pergi dengan motor kak Ilham dan kak Ilham pun mengajariku naik motor sampai aku bisa. Setelah selesai mengajariku mengendarai motor kak Ilham pun mengajakku kerumah pohon dan kak Ilham pun mengatakan sesuatu.
“Aini, empat hari lagi kakak mau pergi” kata kak Ilham.
“pergi kemana kak?” tanyaku.
“kakak mau pergi ke singapura Aini” kata kak Aryo.
“singapura, mau apa kakak kesana?” tanyaku.
“kakak ikut pindah kesana sama keluarga, mamih ku lagi sakit parah dan maka dari itu kami sekeluarga pindah kesana agar mamih bisa berobat dan di tangani sama tenaga yang ahli disana” jawabnya.
“apa kakak akan lama disana?” tanyaku.
“entahlah Aini, yang pasti sampai mamih sembuh total” jawabnya.
“kak jangan pergi, nanti aku disini sama siapa?” kataku, sambil memeluk kak Ilham.
“Aini kamu jangan sedih, dimanapun kamu berada kakak selalu akan tetap di sampingmu” jawabnya.
“tapi aku pasti nanti kangan banget sama kakak, kak” kataku sambil menahan tangis.
“tenang kita pasti bisa berkirim suratkan?” kata kak Ilham.
“singapura itu jauh enggak sih kak?” tanyaku.
“jauh Aini tapi selama di hati kamu masih ada kakak pasti kita akan selalu dekat” kata kak Ilham.
Empat hari kemudian kak Ilham pun pergi, tapi ia berjanji dia akan kembali untukku meski jarak yang memisahkan kita tapi kita akan selalu terasa dekat karena aku percaya kak Ilham  pasti kembali. Sebulan sudah kak Ilham pergi, rumahnya pun terasa sepi tak berpenghuni tapi bayangan tentang dirinya membuatku tak ingin melupakan dia, aku tak mengerti apa yang kurasakan kenapa hati ini tak sedetik pun melupakan dirinya.
Empat bulan kemudian kak Ilham mengirim surat untukku dari singapura.

                                                                                                                                     Singapura, 14 februari 2000
Salam sayang
                Aini apa kabar dirimu sekarang, apakah kamu masih merasa kesepian? Aini ingatlah satu hal dimanapun aku berada dan sedang apa aku sekarang di hati ini selalu hanya ada dirimu yang di hatiku, apa kah kamu pun seperti itu? Aini bagiku kamu bukan hanya sekedar adik bagiku, kamu adalah penyemangat bagiku, jadi teruslah bersemangat dan selalu tersenyum dalam menggapai mimpi-mimpimu.
                                                                                                                                                                                Salam Rindu
                                                                                                                                                                                Ilham  Fauzi









                                                                                                                                       Jakarta, 28 februari 2000
Salam hangat Aini
                Aini tahu kak, apa yang kakak rasakan sama halnya Aini pun seperti itu kak, Aini selalu merindukan kakak, tahukah semenjak kakak pergi ke singapura, Aini sangat merindukan kakak. Kakak yang sering memberikan Aini sesuatu yang sangat berharga dalam hidup Aini, enggak ada kakak disini Aini sepi, Aini tak dapat melihat dunia luar lagi semenjak kakak pergi, dan dunia luar bagi Aini kini tinggal khayalan kak.
                                                                                                                                                                                   Salam Rindu

                                                                                                                                                                                Aini Rahmadini

                                                                                                                                         Singapura, 15 maret 2000
Salam sayang
                Aini Rahmadini di dunia ini tidak ada yang tak mungkin asalkan kita meyakini dan mempercayai keyakinan kita.

                                                                                                                                                                                Salam Rindu
                                                                                                                                                                                Ilham Fauzi









                       Dan benar apa yang dikatakan kak Ilham, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini apabila kita yakin dan percaya serta berusaha mencapainya maka hal itu akan terjadi aku berharap suatu saat aku pasti bisa.
                       Lima tahun berlalu aku pun beranjak remaja kini umurku sudah 17 tahun dan hampir lulus sekolah SMA ku. Di sela-sela kesibukan ku sekolah aku mengirimkan beberapa surat ke universitas-universitas di luar maupun dalam negeri tetapi yang sering aku kirimi surat adalah universitas luar negeri karena aku ingin sekali seperti kak Sandi kakaku yang kuliah di amerika akupun ingin sekali menyusul dirinya kesana. Sampai suatu ketika aku pun menerima sebuah surat dari sebuah universitas di Paris yang menyatakan aku diterima disana, aku pun memberitahukan hal tersebut pada ayah dan ibu. Tapi, apa yang dapatkan hanya karena Paris dan Indonesia itu jaraknya sangatlah jauh akhirnya aku pun tak di izinkan untuk pergi kesana, alasannya seperti biasa aku tak punya keluarga disana dan aku masih terlalu muda untuk di lepaskan serta hal yang sering aku dengar dalam setiap alasannya adalah karena aku ini perempuan bahaya kalo di lepas jauh apa lagi sampai ke Paris. Akhirnya setelah aku pun hanya diam dirumah tanpa satu kegiatan pun yang aku lakukan. Suatu ketika datang satu keluarga yang aku tidak sama sekali mengenalnya dan membicarakan soal pertunangan, aku pun mulai bertanya-tanya pertunangan siapa yang dimaksud? Apakah pertunangan ku dengan lelaki yang sedang duduk disana, lalu ibu datang dan menyuruhku untuk menemui tamu tersebut dan menemani ayahnya.
“ini loh mas anakku cantikan?” kata ayah pada tamu.
“cantik sekali lah mas cocok dengan anakku ini” kata pak Wibowo.
“Aini kenalin ini keluarga pak Wibowo nah, ini anaknya namanya Angga” kata ayah.
 “jadi mas kapan nih tanggal pertunangan anak-anak kita ini saya sih udah enggak sabar” kata bu Wibowo.
Setelah selesai acara pertemuan keluarga tersebut aku menghampiri ayah dan memprotes karena aku tidak pernah setuju atas pertunangan itu. Tapi, ayah bilang jika aku bertunangan dengan dia perusahaan ayah akan mendapat suntikan dana dari orang tua kak Angga dan jika aku ingin kuliah di luar negeri pun bisa karena kak Angga pun sedang melanjutkan study dia di salah satu perguruan tinggi di Australia. Setelah memikirkan beberapa waktu dan mempertimbangkan akhirnya akupun memutuskan untuk bertunangan dengan kak Angga pilihan ayah, sebenarnya dalam hati ini aku tidak ingin bertunangan dengan lelaki yang tidak aku kenal dan aku cinta. Setelah pertunangan itu aku pun sudah mempunyai ikatan dengan kak Angga dan ayah pun mengizinkan aku untuk melanjutkan belajarku di negeri kangguru tersebut bersama kak Angga.
Hari berganti hari bulan pun berganti tapi, apa yang aku dapatkan hanya janji palsu yang aku dapat dari kak Angga, aku di telantarkan disana oleh kak Angga dan janji untuk menyekolahkanku pun tak di tepati olehnya. Entah kenapa di balik penderitaanku di negeri orang ini aku teringat pada kak Aryo, apakabar dia sekarang tapi, apa mungkin dia masih ingat dengan ku sudah lama sekali semenjak aku lulus sekolah dia tak pernah kirim lagi surat kepadaku apa yang terjadi dengan dia apa dia sudah mempunyai wanita lain di sisinya, tapi apa yang aku pikirkan ini tak seharusnya aku pikirkan karena aku telah bertunangan dengan seseorang pilihan orang tua ku. Sekian lama aku di telantarkan oleh kak Angga disini aku menemui dirinya di tempat tinggal miliknya yang tak jauh dari tempat tinggalku, apa yang kudapatkan setelah bertemu dengan dirinya adalah dia mengkhiananti ku dan sangat mengecewakanku dia bermain belakang denganku, tak kuat dengan keadaan ini aku pun pulang ke Indonesia dan meninggalkan dia.
Setelah sampainya di Indonesia aku pun pulang kerumah dan menceritakan semuanya kepada ayah dan ibu, akhirnya pertunangan yang telah di langsungkan beberapa bulan yang lalu itupun kandas sebelum berlabuh di pelaminan. Aku sangat bersyukur karena kak Angga bukanlah orang yang aku cinta. Beberapa minggu kemudian aku melihat rumah kak Ilham ramai seperti berpenghuni kembali aku pun memberanikan diri untuk melihat kedalam dan sebelum aku masuk kedalam tampak seorang pria tinggi, berkulit  puti dan bermata sipit berdiri dihadapanku dan tersenyum padaku aku pun kaget
“kak Ilham...!!” teriakku.
Kak Ilham hanya membalas dengan senyuman dan menghampiri aku.
“rupanya kamu masih ingat dengan kakak ya?” tanya kak Ilham.
“aku selalu ingat sama kakak, kapan pulang aku kangan banget sama kakak” kataku.
“aku juga kangen ade ku, aku kangen banget sama kamu. Kamu kurusan ya beda sama ketika kakak pergi” kata kak Ilham sambil melihatku sedih.
“aku kemaren baru dapat musibah kak, kak juga sekarang kurusan” ujar ku sambil tersenyum kepada kak Ilham.
“ia, kakak disana sibuk sekali belajar, sibuk ngurus mamih juga” jawab kak Ilham
“oh, begitu” kataku.
“kata kamu tadi kamu katanya dapat musibah, musibah apa?”kata kak Ilham penasaran,
“aku kemaren tunangan sama orang yang aku enggak kenal kak” kataku.
“oh ia, terus kenapa kamu anggap itu sebagai musibah, terus gimana dengan kuliahmu?”tanya kak Ilham.
“aku belum kuliah kak, tadinya setelah aku bertunangan dengan dia aku bakal di kuliahin sama dia di australi, tapi kenyataannya aku malah di telantarin disana dan malah dia malah pacaran lagi sama cewek disana, ya udah aku pulang kesini dan memutuskan pertunangan itu dengan dia atas persetujuan kedua belah pihak” ujarku.
Kak Ilham hanya diam tanpa berkata apapun hanya helaan nafasnya yang ku dengar mungkin kak Ilham kaget dengan apa yang aku alami.
“kamu yang sabar ya atas apa yang kamu alami, semua akan indah pada akhirnya” kata kak Ilham.
Aku senang sekali karena kak Ilham telah kembali dan ia pun berjanji takkan meninggalkan aku lagi. Kami pun mengulang apa saja yang kami lakukan sebelum kak Ilham kergi ke negeri singapur tersebut. Dan kak Ilham pun menceritakan semua yang dia alami disana dan aku akhirnya pun dapat melanjutkan kuliahku di Indonesia bersama kak Ilham yang melanjutkan S2 nya di Indonesia. Dan aku pun bahagia bersama kak Ilham.
Suatu ketika aku sedang belajar dengan kak Ilham mengeluhkan sakit pada kepalanya.
“duh kepala kakak sakit ini An” kata kak Ilham.
“sakit kenapa sini aku pijitin mau enggak?” ucapku pada kak Ilham.
Akhirnya aku pun memijat kepala kak Ilham.
“gimana kak udan enakan belum?” tanyaku.
“lumayan enak, kamu pandai juga ya dalam hal memijit, hehehe......”kata kak Ilham.
Setelah beberapa lama kak Ilham pun tertidur di kursi belajarnya setelah aku pijat, aku memandangi wajah kak Ilham yang begitu manis ketika tidur. Haripun mulai sore dan aku pun pulang kerumah tanpa pamit dengan kak Ilham.
Keesokan harinya kak Ilham pun menghampiri diriku yang tengah berkjalan pergi ke kampus.
“kemaren kemana?” kata kak Ilham.
“aku pulang kak, kemaren kakak tidur sih ya udah aku pulang aja takut ganggu kakak soalnya” ucapku.
“oh begitu, oh ia malam ini kamu ada acara?” tanya kak Ilham.
“ehm...enggak ada kak emanganya kenapa??”tanyaku.
“mau enggak jalan-jalan dengan kakak?” kata kak Ilham.
“ya sudah” ucapku.
“oke, nanti malam jam 8 kakak tunggu depan rumah ya?” kata kak Ilham.
Kak Ilham pun berjalan di depanku dan mebalikkan badannya sambil menyunggingkan senyum untukku dan aku pun balas dengan tersenyum kecil.
Malam harinya kak Ilham pun menunggu depan rumah, setelah aku selesai merias wajahku dengan canik akhirnya aku pun menemui kak Ilham. Tepat di sebuah cafe yang bernuansa ungu warna favoritku dan penyanyi cafe yang mendendangkan lagu keith martin-because of you, yang aku suka. Betapa hati senang sekali seolah-olah aku berulang tahun hari ini. Dan pada saat selesai makan kak Ilham pun mengeluarkan sebuah kotak berwarna merah
“An, kamu mau enggak tunangan dengan kakak?” ujar kak Ilham.
“hah, apa kak Ilham pengen tunangan sama aku?” jawabku dengan ekspresi kaget.
                       “An, aku sungguh-sungguh ingin tunangan dan menikah denganmu Aini, bagiku kamu penyemangat hidup aku An” kata kak Ilham.
“tapi, kak Ilham sudah aku anggap  seperti kakak aku sendiri kak” ucapku.
“aku mohon Aini Rahmadini terimalah aku, aku janji aku bakal bahagiakan kamu hingga ajal memisahkan kita” ucap kak Ilham dengan penuh keyakinan.
Kami diam sejenak dan aku berpikir sejenak memikirkan yang tadi di bilang kak Ilham. Akhirnya aku pun menerima kak Ilham sebagai kekasihku.
Waktuku bergulir tak terasa sudah dua bulan kami menjalani kasih, gelak canda dan tawa selalu mengisi hari-hari kami dimana pun kami berada hanya keceriaan yang tampak tak lagi ada kesedihan dalam raut wajahku yang ada hanyalah keceriaan. Pada suatu waktu aku hendak pergi kerumah kak Ilham tapi ketika aku sampai di rumah kak Ilham tampak sepi dari luar, tampak dari dalam rumah lampu ruangan masih menyala. Banyak pertanyaan yang muncul dalam benakku. Akhirnya akupun pergi ke halaman belakang dan melihat kedalam rumah tampak kosong tak berpenghuni, akhirnya aku pun pulang tanpa aku tahu kak Ilham pergi kemana.
Keesokan harinya ibuku menerima kabar bahwa kak Ilham tengah ada di singapura untuk menjalani pengobatan karena kak Ilham mengalami penyaki kanker yang sekarang tengah mencapai stadium akhir. Aku pun tak percaya kak Ilham mempunyai penyakit seperti itu tak kuasa menahan tangis dan akhirnya tak sadarkan diri. Setelah siuman aku pun langsung memeluk ibuku karena aku tak percaya dengan semua hal ini, kak Ilham yang ceria penuh semangat dan juga sangat pandai menghiburku mempunyai penyakit separah itu aku pun tak menyangka karena dia tidak pernah cerita tentang hal ini pada ku. Akhirnya aku pun menghubungi mamih kak Ilham untuk mengklarifikasi kebenaran dari hal itu. Tapi, mamih kak Ilham malah menangis dan meminta maaf atas ke bohongan kak Ilham selama ini
“Aini, mamih minta maaf atas semua kesalah Ilham padamu, mungkin kamu takkan percaya bahwa semenjak ke pindahan kami ke singapur bukan mamih yang sakit tapi Ilham yang sakit. Ilham menderita kanker otak yang mengharuskan dia menjalani perawatan di singapur untuk menangani penyakitnya. Tapi setelah sekian lama Ilham berobat disini tak ada kemajuan dalam penyakitnya akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke Indonesa, tapi setelah beberapa waktu kami kembali ternyata penyakitnya kini sudah semakin parah dan hanya tinggal menunggu” ujar Mamih kak Ilham.
Aku pun menutup telepon dari maih kak Ilham karena aku tak kuasa menahan semua emosi bercampur dengan kesedihan.
Akhirnya setelah satu bulan disana menjalani perawatan kak Ilham pun pulang dengan penampilan yang sangat menyedihkan kepalanya yang dulu mempunyai rambut hitam pekat dan berkilau serta lurus kini sudah botak, wajahnya yang dulu berseri seri dengan mata sipitnya kini sayu dan berwarna pucat tubuhnya yang tinggi dan bertubuh berisi kini kurus kering. Aku pun memeluk kak Ilham dan menangis
“sudah jangan nangis kamu enggak pantes buat nangis, sayang air mata kamu dan mata kamu yang indah itu nanti merah” kata kak Ilham
“kak Ilham enggak pernah mengerti bagaimana dengan perasaan aku” ucapku sambil menangis.
“kakak minta maaf ya adik kecil kakak hanya enggak ingin kamu sedih” ucap kak Ilham.
Tangisku pun semakin keras mendengar kata-kata tersebut dari kak Ilham
“besok sore kakak tunggu ya di bawah rumah pohon kita dulu” ucap kak Ilham.
Keesokan sorenya aku bertemu dengan kak Ilham. Dan kami pun pergi ke sebuah padang rumput yang tak jauh dari situ.
“apa kamu masih mencintaiku Aini dengan keadaanku yang skarang ini sudah berubah drastis” ucap kak Ilham.
“aku akan selalu sayang sama kakak sampai kapan pun” kataku.
“aku mempunyai sebuah mimpi Aini tapi aku enggak pernah tahu apakah mimpi itu bisa aku wujudkan di sisa-sisa umurku yang singkat ini”ucapnya sambil duduk di atas rumput padang tersebut.
“mimpi apa kak?” tanyaku seraya duduk di samping kak Ilham.
“aku ingin sekali membuat sebuah sekolah di sebuah daerah terpencil di Papua, dan aku habiskan sisa umurku disana Aini, tapi semua itu enggak mungkin” ujarnya.
“semua itu pasti mungkin kak, enggak ada yang enggak mungkin di dunia ini?” kataku.
“Aini liat aku sekarang, penyakit ini telah mengambil semuanya dari kehidupanku, bahkan akupun tak berani untuk menutup mataku sendiri karena aku takut Aini, aku takut tak bisa melihat dirimu lagi aku takut tak bisa melihat matahari terbit dari timur dan tenggelam di barat aku taku Aini” ujar kak Ilham.
“Aini akan tetap disini untuk kak Ilham, kak Ilham tak perlu takut kehilangan Aini dan kak Ilham pun tak perlu takut untuk tidak bisa melihat matahari terbit dan tenggelam, karena kak Ilham adalah matahari bagi Aini kak Ilham penyemangat Aini” ujarku.
“aku ingin tidur di sampingmu Aini” ujar kak Ilham.
“tidurlah kak, tidurlah dengan tenang jika itu yang kakak inginkan” ujarku sambil menahan tangis.
Matahari pun tenggelam berwarna kuning keemasan menyemburkan cahayanya pada kami kak Ilham pun tidur di pundakku dengan wajah yang sangat tenang dan cerah karena sinar matahari kala itu dan senja pun pergi meninggalkanku bersama dengan kak Ilham. Kini kak Ilham pun telah tiada.
Lima tahun kemudian, aku pindah ke sebuah daerah terpencil di Papua  aku mengabdi sebagai tenaga pengajar sukarela disana dan mewujudkan impiannya membangun sebuah sekolah, kini impian itu telah terwujud semoga engkau senang dan tenang disana. Aku mengabdikan diriku dari matahari terbit di sebelah timur hingga matahari tenggelam di barat dan aku selalu mengingatmu di kala senja pergi dan berganti malam.

-THE END-