Kamis, 13 Juni 2013

BOOK REPORT ECOLOGICAL LITERACY Educating Our Children for a Sustainable World




BOOK REPORT
ECOLOGICAL LITERACY
Educating Our Children for a Sustainable World

Diajukan untuk memenuhi syarat UTS  Mata Kuliah Pendidikan IPS II di SD





Disusun oleh :

Kelas D

Cheenia Oktriyani                   (06.316.1111.146)
Rosi Windiyani R                   (06.316.1111.160)
Esa Nurlaela                            (06.316.1111.156)
Wenny Herlina                        (06.316.1111.131)
Setia Lestari                            (06.316.1111.159)
Asri Suzan Tri Rukmana         (06.316.1111.155)
Yosep Anggara S                    (06.316.1111.158)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS  KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan Laporan Hasil Analisis Buku Ecological Literacy ini tepat pada waktunya. Dimana laporan ini kami buat berdasarkan hasil dari apa yang kami pahami setelah kami membaca buku ini. Sehingga isinya pun murni dari apa yang kami mengerti sehingga senantiasa dapat berbagi ilmu kepada pembaca secara tidak langsung.
Seiring dengan itu, kami mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Dosen yang memberikan Mata kuliah ini, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan kesehatan serta rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.
 “Tiada gading yang tak retak”. Kami menyadari bahwa hasil analisis kami ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan laporan hasil analisis buku ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.


                                                                        Sukabumi, 25 April 2013


                                                                                           Penyusun






IDENTITAS BUKU

Judul Buku          : Ecological Literacy: Educating Our Children for a  Sustainable World
Pengarang            :    Michael K. Stone and Zenobia Barlow
Tahun Terbit        :    2005
Penerbit               :    Sierra Club Books (San Francisco)
Part                      :    III (RELATIONSHIP)
Page                     :    135-189 (54 page)




BAB I
INTRODUCTION


          Ecological Literacy merupakan sebuah buku yang dirancang khusus untuk pembentukan pendidikan berkelanjutan pada anak yang tujuannya seperti ada pada pada judul buku yang tertera di depan halaman yaitu “For Sustainable World” yang artinya untuk dapat menopang dunia di masa mendatang. Ini mengartikan bahwa buku ini bermaksud untuk menjawab pertanyaan bahwa bagaimana kita bisa menanamkan kepada anak dalam hati dan pikirannya dari semua kompetensi yang harus mereka miliki? Dan bagaimana kita bisa merancang sekolah sebagai tempat eksperimen atau tempat praktek anak sebelum nantinya terjun ke masyarakat? Dimana semua pertanyaan tersebut dapat terjawab dalam buku ini yang dibuat kedalam berbagai perspektif, yaitu teorinya itu sendiri, praktek, dan pendidiknya.
          Buku ini disusun oleh Michael K.Stone dan Zenobia Barlow, dimana di dalam buku ini dibagi ke dalam beberapa perspektif, yaitu Vision, Tradition, The Relationship, dan Action. Karena dalam book report ini kami akan membahas mengenai BAB III pada buku ini yaitu relationship, oleh karena itu dalam bab ini kami akan memperkenalkan sedikit dari bab yang akan kami bahas.
          Relationship/ Hubungan, dalam arti pada bab ini menjelaskan mengenai bagaimana keterkaitan dampak yang ditimbulkan dalam arti keterkaitan antara pembangunan pendidik, peserta didik, kurikulum, dan lingkungan temapat belajarnya itu sendiri, dilihat dari berbagai perspektif yang ada dalam pengambilan keputusan seseorang terhadap banyak orang, kontribusi apa yang telah dilakukan dan keputusan yang dapat menginspirasi banyak orang. Contohnya Seperti pada poin pertama dalam bab III ini, yaitu “Revolution Step-by-Step: On Building a Climate for Change”. Yang artinya langkah demi langkah dalam perubahan pembangunan perubahan iklim, dimana yang dimaksud disini bagaimana seorang Neil Smith yang membangun suatu sekolah dari sisi yang tersulit sampai ia berhasil membangun sekolah itu menjadi sekolah yang luar biasa, dengan program-program yang telah ia kerjakan untuk menjadikan sekolah itu berhasil dengan hubungan-hubungannya yang baik antara ia sebagai Kepala Sekolah dengan para guru maupun peserta didik.
          Kita disajikan pada poin pertama ini dengan langkah-langkah bagaimana ia membangun sekolah itu/membuat susasana atau iklim yang berbeda di sekolah yang dapat kita analisis dari hasil wawancara Leslie Comnes dengan Neil Smith.
          Sebagai contoh lagi maksud dari hubungan di Bab III ini yaitu pada poin kedua yaitu Learning in Context. Yang maksudnya peserta didik diarahkan melakukan pembelajaran secara kontekstual. Dimana menguhubungkan antara materi yang ada dengan pembelajaran yang menagarahkan peserta didik memperoleh pengalaman secara langsung dari kegiatan yang ia lakukan. Ini berati ada hubungan antara proses pembelajaran itu sendiri dengan alam sebagai tempat untuk merangsang pikiran peserta didik untuk lebih berkembang.
          Banyak lagi poin- poin dalam bab ini seperti poin ketiga yaitu mengenai Kepemimpinan dan pembelajaran dalam masyarakat. Poin keempat dan seterusnya sampai poin keenam.
          Sehingga untuk lebih mengetahuinya lebih dalam dan lebih paham, maka kami membaginya sesuai poin-poin yang tertera di dalam buku. Pembaca pun tidak akan kesulitan untuk memahami apa yang kami analisis dari buku ini, dan dalam bab ini semua poin saling berhubungan oleh karena itu kami menyusunnya sesuai urutan yang ada secara lebih rinci dari apa yang kami pahami.
          Untuk buku ini sendiri kmai menyimpulkan bahwa secara keseluruhan dalam buku ini bermaksud untuk bagaimana seseorang dapat menyikapi suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda sehingga apa yang diinginkan penulis, buku ini adalah sebagai alat konseptual untuk membantu kita agar berpikir secara menyeluruh dengan harapan bahwa dapat menginspirasi orang di seluruh dunia yang berkomitmen atau terlibat di dalam dunia pendidikan  baik itu pendidik dan peserta didik.





 BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Revolution Step-by-Step: On Building a Climate for Change ( Langkah-langkah Revolusi: Membangun Iklim pada Perubahan)

                   Suatu perubahan dapat dilakukan oleh sebuah lembaga apabila, lembaga itu membangun suatu hubungan yang baik, bisa hubungan dengan para staf nya, hubungan dengan peserta didik/ siswanya, ataupun hubungan dengan lingkungan yang ada disekitarnya termasuk budayanya itu sendiri. Pada poin ini, akan dijelaskan mengenai langkah-langkah bagaimana seorang Neil Smith Kepala Sekolah di Martin Luther King melakukan suatu perubahan yang besar pada sekolah itu. Dimana langkah-langkahnya itu sendiri disajikan dalam sebuah wawancara antara Neil Smith dengan seorang penulis lepas yang memfokuskan dirinya mengenai isu-isu pendidikan dan ilmu pengetahuan yaitu Leslie Comnes.
                   Namun disini kami tidak akan menjelaskan satu persatu mengenai hasil wawancara antara Leslie Comnes dengan Neil Smith, dimana kami akan memaparkannya secara lebih menyeluruh hasil dari apa yang kami pahami untuk menguraikan bagaimana langkah-langkah seorang Neil Smith untuk membangun suatu iklim atau suasana dalam mewujudkan perubahan yang ia inginkan.
                   Untuk mengubah atau membangun suatu perubahan itu tidak mudah, apalagi seorang Neil Smith mengubah kurikulum yang ada, yang pada akhirnya perubahan itu dapat dirasakan semua orang dan berdampak positif.
                   Pertama kali Neil Smith datang ke King semuanya dalam keadaan yang kurang baik, baik itu kondisi sekolah, ataupun kondisi staf dan lingkungannya. Banyak tantangan yang harus dihadapinya. Ia melihat bahwa guru merasa kurang didukung oleh sekolah dan merasa bahwa suara mereka tidak akan berpengaruh demi kemajuan sekolah. Ia juga menghadapi tantangan bahwa kedisiplinan di sekolah King sangat kurang dan kondisi tanah maupun bangunan sangat mengerikan.
                   Namun langkah pertama  ia mencoba meyakinkan guru bahwa mereka bisa melakukan sesuatu untuk keadaan seperti ini. Jika mereka bekerja sama dan tetap mempunyai tujuan untuk mengubah sekolah King. Namun tentunya tidak dengan sekejap sekolah tersebut akan langsung berubah seperti yang diharapkan, perlu adanya suatu proses yang bertahap untuk bisa mencapai suatu tujuan, menurut Neil.
                   Langkah Kedua ia mencoba membangun kedisiplinan baik itu dari staf ataupun para siswa. Karena menurutnya dengan membangun kedisiplinan maka seluruh elemen untuk terwujudnya sekolah tersebut akan menjadi lebih terarah dan tertuju pada tujua.
                   Langkah Ketiga dari yang kami pahami, bagaimana Neil Smith membangun King sehingga menjadi sukses ialah membagi stafnya kedalam beberapa kelompok untuk meneliti masalah apa yang sekolah mereka hadapi untuk memecahkan masalah yang ada. Dan dari hasil itu satu kelompok staf atau guru menyatakan bahwa sekolah King membutuhkan revolusi. Perubahan itu sendiri perlu ada di King, menurut mereka.
                   Sehingga langkah keempat ia berpikir untuk membuat suatu Komite Revolusioner. Dimana maksudnya komite ini dibentuk adalah untuk membendung semua masukan para guru, sehingga semua orang bisa datang. Dan memberikan solusi dari permasalahan yang mereka hadapi.
                   Neil Smith menjelaskan dengan dibentuknya komite ini membantu sekolah untuk mewujudkan perubahan itu sendiri di King. Karena para guru merasa apa yang ada dalam pikirannya dapat tercurahkan dan dapat diambilkan solusi untuk perubahan di King.
                   Di tengah-tengah perubahan itu Neil Smith bertemu dengan Alice Waters. Alice memberikan beberapa ide kepada Neil untuk mengubah taman sekolah menjadi media belajar anak. Pertemuan dengan Alice memberikan dampak positif, dimana ia memeberikan sudut pandang yang berbeda untuk mengubah iklim sekolah. Neil merasa program tersebut dapat membuat peserta didik lebih baik dalam belajar.
                   Namun Neil berpikir kembali bahwa apa yang dikatakan Alice terlalu jauh untuk diwujudkan, dimana ia merasa bahwa sebelum ia mengubah taman menjadi kantin dan yang lain, tentu ia harus mempunyai sebuah kebun dulu, bagaimana ia dapat mengubah taman untuk belajar anak-anak, sedangkan sekolah King sendiri tidak mempunyai kebun.
            Muncul pertanyaan dari Leslie, bagaimana ESY sekarang bisa terbentuk, jika sebelumnya Neil berpikir demikian, berpikir bahwa proyek tersebut tidak akan berjalan.  Ini termasuk langkah kelima menurut kami, ternyata Neil tidak menguburkan proyek itu agar terwujud, ia menyadari bahwa untuk mendapatkan kesuksesan maka harus terukur. Yang intinya menurut kami apabila dianalogikan bahwa ketika kita ingin berlari, maka kita harus bisa merangkak dan belajar berjalan dulu, dan prose situ menurut Neil sangat penting. Ketika satu langkah telah dilalui baru kita bisa melangkah selanjutnya.
            Langkah keenam menurut kami dari wawancara antar Leslie dan Neil yaitu bagaimana agar proyeknya itu dapat tercapai untuk melakukan perubahan itu sendiri dalam arti menciptakan iklim sekolah yang berbeda ialah dengan tidak memaksa orang untuk tidak melakukan sesuatu yang mereka tidak ingin lakukan. Karena menurutnya ketika orang dipaksa untuk melakukan sesuatu, maka mereka tidak akan melakukannya dengan baik. Untuk menuju kesuksesan itu guru harus mau melakukannya, Jika guru ingin melakukannya, itu akan terserap baik oleh anak. Tapi pada akahirnya program ini berhasil dan memiliki efek yang baik pada anak-anak.
            Langkah ketujuh, yaitu dengan meorganisasikan sumberdaya yang ada, maksudnya menurut Neil suatu pekerjaan yang dikerjakan harus esuai dengan porsinya atau keahliannya masing-masing. Untuk membangun perubahan itu, agar iklim lebih baik maka, perlu adanya pengoraganisasian yang terarah. Misalnya Lab computer dapat digunakan apabila ada guru komputernya. Oleh karena itu menurutnya jika memang sudah ada sumber daya yang baik seharusnya disesuaikan dengan ahlinya. Sehingga sebuah program dapat berjalan dengan baik.
            Langkah kedelapan, menurut Neil suatu program jika hanya direncanakan maka tidak akan berhasil bahkan tidak akan terlaksana. Namun apabila kita telah merencanakannya dan setelah itu berbagi dengan orang lain “sharing” bertukar pikiran jalan apa yang seharusnya digunakan untuk mewujudkan program itu. Baru lah program tersebut dapat berjalan dan berhasil.
            Langkah kesembilan untuk melakukan suatu perubahan maka menurut Neil dimulai dari hal-hal yang kecil, sehingga tidak harus langsung ke perubahan yang besar. Karena ketika perubahan itu dimulai dari hal yang kecil maka  kita dapat merasakan prosesnya itu sendiri ketika sudah sukses disana baru kita berpindah ke tahap-tahap selanjutnya. Dan ketika kita mencapai kesuksesan maka pndangan orang akan berubah. Mereka mulai mengatakan, “Kita bisa melakukan ini” (You can look at something that’s manageable, that’s doable, and that’s attractive to alloy people; When you are successful with that, then you move to another step, and tehn another. When you build o other success, people’s visions begin expand. They begin to say,”We can do this”)[1]
            Neil ingin membuat King menjadi tempat yang nyaman bagi anak-anak dimana anak terlibat didalamnya dan juga guru bisa mengekspresikan apa yang mereka inginkan. Sehingga dalam hal ini kembali lagi kepada peran Komite Revolusioner untuk menampung ide-ide yang ada.
            Langkah Kesepuluh dari Neil, perubahan apapun baik itu budaya/ apa saja yang menyebabkan terjadinya perubahan maka sebagai pendidik lah yang harus bertanggungjwab dari perubahan itu. Sehingga bagaimana kita mengukur diri kita masing-masing sebagai pendidik yang bertanggung jawab dari apa yang telah kita pegang.(Contoh diambil dari sekolah King yang membuat ESY sehingga budaya sekolah itu sendiri berubah, namun pada akhirnya dapat membuat sekolah itu sukses).
            Langkah kesebelas Neil yang membuat King seperti sekarang ialah, menurutnya sebagai pendidik kita tidak boleh memanjakan mereka seperti bayi, tetapi memelihara mereka sebagai peserta didik dan membantu mereka dalam prosesnya untuk berkembang. “where you continue to nurture student-not pamper them as babies, but nurture them as learners-and help them in the growing process”[2]
            Langkah selanjutnya menurut Neil, nasihat untuk sekolah yang ingin memulai sebuah proyek seperti ESY adalah pertama, kita perlu memahami bahwa suatu perubahan (ESY) tidak akan terjadi dalam satu tahun, karena merupakan proyek yang memerlukan waktu yang panjang. Kedua, kita tidak perlu mengambil sumberdaya manusia atau staf yang bersemangat hanya diawalnya saja, namun kita perlu orang-orang yang berkomitmen agar proyek tersebut dapat berjala. Ketiga, menurutnya ada baiknya untuk mencari dukungan baik di dalam maupun luar sekolah, agarsemuanya dapat berjalan.(Contohya ketika Alice datang memberikan idenya, dan ide-ide para guru yang ditampun dalam Komite Revolusioner)
            Dimana dari contoh ESY tersebut kata Neil tidak pernah ada orang tua yang merasa keberatan atau khawatir mengenai anaknya, namun ketika orang tua melihat anaknya senang menceritakan pengalamannya setelah ada proyek ESY maka, dengan mendengar seperti itu mereka akan merasa puas.
            Oleh karena itu untuk menjaga kepercayaan orang tua, menurut Neil perlu adanya evaluasi atau survey kepada peserta didik terhadap perubahan yang terjadi, sehingga mereka akan tetap merasa aman dan terlibat dalam pembelajaran itu sendiri.
            Dan apabila dikaitkan dengan nilai yang diperoleh oleh peserta didik setelah adanya ESY baik itu nilai ujian atau penilaian akademis, maka menurut Neil Smith apapun nilaiyang diperoleh The Edible Schoolyard telah dilakukan dan membantu untuk mengubah budaya di sekolah. Dan itu membuat anak meraih minat anak-anak di sekolah dengan memberikan mereka pengalaman baik itu dengan guru, ataupun teman-temannya. Sehingga menarik anak-anak untuk lebih semangat lagi belajar. Dan yang pada akhirnya membuat anak-anak menyadari bahwa belajar bukan hanya sekedar buku, tapi pengalaman hidup itu sendiri dimana pembelajaran itu berlangsung.(It makes kids realize that learning isn’t just book, but that life is about learning).[3]
      

2.2 Ecological Literacy: Learning in Context (Literatur Lingkungan: Pembelajaran Konteks)
                   Pada poin ini berkaitan dengan poin sebelumnya dimana suatu perubahan itu dimulai dari hal-hal yang kecil. Dalam proses pembelajaran itu sendiri pada poin ini akan diarahkan untuk pembelajaran yang lebih kontekstual dimana suatu  proses  pendidikan  yang  bertujuan  membantu  siswa  melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari,  yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya,  sosial  dan  budayanya.
                   Dibawah ini akan diuraikan mengenai revolusi pendidikan yang telah terjadi di banyak  sekolah yang terinspirasi dari cara pandang David Orr’s. Pusat Ecoliteracy telah membantu pendidik mengeidentifikasi krestifitas pengajaran kontekstual seperti taman bermain, sungai terdekat, dimana anak-anak dapat belajar dari alam, mengembangkan potensi yang dimilikinya dan belajar di alam sekitar sehingga keterampilan dan kesadarannya terhadap lingkungan akan bertambah.


1.      Learning in the school garden(Pembelajaran yang di dapat di taman sekolah)
Disini anak belajar untuk mengetahui darimana asal makanan yang mereka makan, karena kebanyakan mereka memakan makanan yang instan namun sebenarnya makanan seperti brokoli dan yang lainnya sangat berperan penting dalam masa pertumbuhan mereka. (Dilakukan oleh siswa ESY). Sehingga pada learning in the school garden ini maksudnya anak lebih diperkenalkan kepada makanan yang alami dan berasal dari alam.
2.      Learning in Watersheds
Anak belajar untuk menjaga lingkungan dengan menanam pohon dan belajar interaksi berbagai spesies dalam suatu ekosistem sambil membantu melestarikan udang air tawar yang terancam punah.
3.      Learning in the Kitchen Classroom
Anak belajar untuk mengahargai apa yang mereka makan pada saat itu, karena dari makanan anak bisa belajar banyak mengenai nilai-nilai kehidupan. Nilai yang dapat kita ambil apabila kita berpikir dan bersyukur dengan apa yang kita makan hari ini.
4.      Learning from the Campus Landscape
Dimana anak-anak belajar tentang dunia, mulai darimana mereka berada. Anak-anak, guru bahkan orang tua mengubah area halaman sekolah menjadi tempat pendidikan atau pembelajaran di luar kelas.
5.      Learning in the Playground
Anak belajar dalam suasana bermain yang menekankan padanya paham akan materi yang diterimanya dari suasana ketika ia sedang bermain.
6.      Learning through Art in in Nature
Disini anak belajar menggabungkan ilmu pengetahuan dengan seni. Dua disiplin yang mengandalkan pengamatan, pengenalan pola, pemecahan masalah, eksperimen, dan berpikir analogi.
7.      Learning on Regional Sustainable Farms
Banyak anak yang tidak mengetahui darimana asal makanan yang mereka makan, oleh karena itu disini anak belajar untuk lebih terjun ke pertanian sehingga lebih mengetahui asal-usul makanan yang mereka makan


2.3  Leadership and the Learning Community
                   Kepemimpinan dan komunitas belajar, dalam poin ini hampir sama seperti wawancara Neil Smith dan Leslie di poin pertama, bahwa disini wawancara antara Sara Marcellino dengan Kepala sekolah Mary E.Silveira, yaitu Jeanne Casella.
                   Pada poin ini sekolah Mary E.silveira merupakan sekolah percontohan yang menanamkan dengan baik apa itu nilai kepemimpinan dan komunitas belajar. Sehingga pada poin ini kami akan menguraikan bagaimana Jeanne Casella dapat membuat sekolah yang berhasil menanamkan nilai kepemimpinan dan komunitas belajar.
                   Menurut Fritjof Capra mengintegrasikan kurikulum melalui proyek-proyek berorientasi ekologis hanya mungkin jika sekolah menjadi komunitas belajar yang benar. Dalam sebuah komunitas belajar, guru, siswa, administrator, dan orang tua semua saling terkait dalam jaringan hubungan saat mereke bekerja sama untuk memfasilitasi pembelajaran.
                   Bagaimana seorang Jeanne Casella dapat mencapai komunitas belajar yang baik disekolahnya seperti sekarang? Menurut Jeanne Casella cara yang pertama ialah ia mengajaka anak untuk mengenal  guru dan elemen lainnya agara komunitas belajar itu sendiri dapat berjalan dengan baik. Anak juga diajak untuk mengenal orang-orang disekitarnya, baik itu guru, staf, linkungan, bahkan teman-teman yang lainnya. Sehingga akan terjalin hubungan yang baik, contohnya kakak kelas terhadap adik kelasnya memperlakukan dengan baik, mengangap seperti adiknya sendiri dan begitupun sebaliknya.
                   Seorang Jeanne mempunyai cara untuk memperkuat hubungan atau ikatan antara anggota komunitas belajar, caranya ia mengadakan pertemuan untuk pemecahan masalah yang ada di sekolah. Sehinga akan terjalin rasa kebersamaan dan keterikatan antara setiap anggota komunitas belajar yang ada. Selain mengadakan pertemuan, cara dia untuk memperkuat hubungan atau ikatan antara komunitas belajar ialah memberikan penghargaan (kartu bintang) kepada siswa yang berperilaku baik sehingga akan tertananm pada diri siswa rasa bangga terhadap sekolahnya, peduli satu sama lain, dan mengembangkan sisi positif dalam diri mereka. Selama setahun, setiap siswa memiliki kesempatan menjadi bintang mingguan dan dihormati di dalam kelas dan di pertemuan, memakai rencana khusus dan akan pajangkan di mading sekolah.
                   Anak-anak diajarkan untuk mempunyai keterampilan dimana di dalam kelas guru menciptakan suasana yang mendukung seperti adanya sekretaris, yang bekerja di meja Jeanne dan belajar bagaimana menulis surat. Sehingga setiap orang dari mereka mempunyai keterampilan.
                   Dari yang kami baca Jeanne menciptakan lingkungan sebagai bagian dari komunitas belajar karena menurutnya lingkungan merupakan bagian dari masyarakat dan bagian dari kurikulum, dimana anak-anak belajar tentang dunia, dimulai darimana mereka berada. Anak-anak biasanya terlalu sedikit diberikan kesempatan untuk mengamati dan berinteraksi dengan satwa liar. Kami ingin membantu anak-anak membangun etika lingkungan yang kuat, sehingga mereka tumbuh menjadi orang dewasa yang menghargai dan merawat bumi.
                   Menurut Kaitlyn St. James, Silveira Fifth Grader adalah ketika kita belajar tentang tanaman di dalam kelas, maka kita hanya akan mengetahui bahwa itu tanaman, namun ketika kita belajar tentang tanaman di luar kelas maka kita akan lebih memahami karena kita langsung melihat, merasakan dan mengamatinya sendiri. Sehingga menurut Kaitlyn intinya belajar di luar kelas lebih dapat dipahami dibandingkan belajar di dalam kelas.
                   Sehingga tujuan Jeanne menciptakan lingkungan sebagai bagian dari komunitas belajar adalah meningkatkan kesadaran lingkungan anak-anak, menanamkan rasa tanggung jawab, mengajar dan mempraktekan prinsif-prinsif ekologi, serta mengintegrasikan materi pelajaran seperti sains, matematika, dan ilmu sosial.
                   Jeanne juga melibatkan guru sebagai komunitas belajar. Caranya Jeanne menggunakan model kepemimpinan bersama. Jeanne meminta nasihat guru, dan Jeanne mendengarkan pendapat mereka. Seperti layaknya siswa, seorang guru juga perlu merasa dihargai, diakui dan dihormati. Sehingga guru merasa sebagai detak jantung dari sekolah tersebut.
                   Selain lingkungan dan guru sebagai komunitas belajar, Jeanne memasukan orangtua sebagai salah satu komunitas belajar. Peranan orangtua dalam komunitas belajar ini adalah sebagai pendukung yang baik bagi para siswa. Seperti halnya orangtua berperan serta dalam komite sekolah.
            Jeanne juga memasukan masyarakat sebagai komunitas belajar, jika dicontohkan dalam buku Ecological Literacy bahwa anak-anak terjun membantu masyarakat (membantu para lansia).
            Kesimpulannya, menurut Jeanne bahwa yang membuat komunitas belajar itu sendiri berhasil karena adanya lingkungan yang mendukung, guru, orangtua dan masyarakat.

2.4  It Changed Everything We Thought We Could Do: The STRAW Project
                   Pada point keempat ini menceritakan tentang siswa dan guru yang mencoba untuk memulihkan daerah aliran sungai (straw project) yang diceritakaan oleh Michael K. Stone sebagai editor senior dan sebagai penulis di Pusat Ecoliteracy. Dalam ekosistem ini hubungannya dengan menciptakan suatu jaringan jerami. Jaringan ini meliputi siswa, guru, pengelola, sekolah, peternak, perusahaan nirlaba, yayasan amal, dan lembaga swadaya masyarakat lainnya, serta lembaga pemerintahan.
                   Untuk memelihara jaringan ini, mereka saling berkesinambungan menciptakan kerjasama yang baik.
                   Penyebab dari adanya straw project ini karena terancam punahnya ekosistem udang air tawar. Sehingga dibuatlah straw project ini. Rogers sebagai peneliti melihat bahwa sungai disana tidak tampak sebagai sungai, melainkan lebih tampak sebagai selokan. Karena sungai disana mengandung minyak dan limbah kimia air yang kotor dan sedimentasi dari erosi tanah, akibatnya sungai menjadi tercemar. Yang jadi masalah disini adalah semakin banyaknya udang yang punah sehingga mengakibatkan masyarakat mengalami kerugian.
                  
                  
2.5  Raising Whole Children Is Like Raising Good Food:  Beyond Factory Farming and Factory Schooling
                   Dari judul di atas kita dapat mengambil poin apa yang akan kita bahas pada poin ini bahwa tumbuh kembang anak seperti tumbuh kembang makanan yang baik, diluar industry pertanian dan industri sekolah, maksudnya ada kaitan dengan bagaimana pendidikan(schoolig) sangat mempengaruhi baik buruknya hasil didikan. Seperti bagaimana industri pertanian menghasilkan pangan yang berkualitas dengan kerja keras dan memupuk tanaman, menyiram, serta merawatnya.
Poin keempat ini Michael Ableman lebih menceritakan kepada pengalaman hidupnya yang lebih banyak bercerita tentang motivasi pekerjaan yang dijalaninya, seperti yang tertera dari maksud judulnya bahwa untuk membesarkan anaknya sama halnya seperti meningkatkan kualitas makan sehingga terdapat hubungan antara menanam dengan menyekolahkan yang dimaksud disini.
            Di dalam poin ini banyak membahas mengenai mendidik dan bertani menurut model industry oleh Michael, dimasukkan perbedaan antara mengajar dan belajar, pengakuan bahwa tidak semua anak berkembang pada waktu yang sama, dan betapa pentingnya belajar melalui pengamatan.
            Ableman adalah seorang petani, penulis, forografer, dan pendidik yang luar biasa. Beliau mendirikan dan mengarahkan the Center for Urban Africulture at Fairview Gardens di Santa Barbara. Sebuah peternakan pekerja perkotaan dan pusat pendidikan masyarakat nirlaba dimana merupakan salah satu negara yang suskses dalam hal pelestarian lahan pertanian. Selama ia melakukan pekerjaannya ia menemukan beberapa kesamaan yang menakjubkan antara pertanian dan pendidikan. Dia merasa bahwa sebagian masyarakat sekarang tidak merasakan bagaimana sulitnya mendapatkan makanan yang langsung diambil dari hasil bertani. (I am aware that most of ou society no longer has this opportunity, no longer know’s what its like to pull a carrot from the grown, or it the heart out of a watermelon still warm from the sun, or munch on beans that are so fresh that they explode in your mouth)[4].
            Menurutnya kita harus menyadari bahwa kita harus menjaga lingkungan kita sendiri. Apa yang kita lakukan sekarang akan berdampak kepada kehidupan berikutnya.
                       
2.6  Meditations on an Apple

Pada point ini Janet Brown adalah seorang petani organik. Brown disini adalah Pusat program Officer sistem for food Ecoliteracy. Menurut  Janet pertumbuhan apple ini tergantung pada jaringan penyerbukan dan organisme mikroskopis, bagaiman siklus nutrisi dan pertukaran sinar mataharinya.
            Disini masyarakat dituntut untuk bersyukur terhadap atas apa yang dia makan. Rasa syukur ini ditunjukkan dengan ditanamkannya rasa menjaga dan memelihara terhadap apa yang sudah diberikan dan diwariskan oleh nenek moyang/orang sebelumnya sebagai harta terbesar. Rasa syukur ini terus dipelihara dan ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari dengan cara memberikan benih apel tersebut kepada orang lain untuk dikembangbiakan.




BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulannya dari apa yang kami analisis dari bab ketiga ini, mengenai relationship adalah secara keseluruhan isi bab ini menjelaskan mengenai bagaimana seharusnya reorientasi (peninjauan kembali wawasan/untuk menentukan sikap) cara manusia hidup di Bumi dan mendidik anak-anak. Dimana hubungan disini banyak dilihat dari berbagai perpesktif yang harus dilihat dan dikejar dalam konteks sistem: keluarga, geografis, ekologi, politik. Dan upaya kita untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan tidak dapat berhasil kecuali bagaimana seharusnya generasi mendatang belajar bagaimana untuk bersahabat dengan lingkungan untuk saling menguntungkan diantara keduanya kelak dikemudian hari. Dengan kata lain, bab ini bermaksud menyadarkan kita untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitar. Konsep "Ecological Literacy" diajukan oleh pencipta buku ini, Pusat Ecoliteracy di Berkeley, California, melalui disiplin pendidikan lingkungan. Hal ini bertujuan, seperti apa yang di katakan David W. Orr tulis dalam kata pengantarnya, "menuju transformasi lebih dalam substansi, proses, dan ruang lingkup pendidikan di semua tingkatan." Laporan dan esai terangkum di sini mengungkapkan karya yang luar biasa yang dilakukan oleh The Center of Ecological Literacy. Dalam satu sekolah menengah, misalnya, ide yang dicetuskan Alice Waters yang mendirikan sebuah program yang tidak hanya menyediakan siswa dengan makanan sehat tetapi mengajarkan mereka untuk berkebun yang diwujudkan oleh Neil di sekolah Luther King Middle School disini anak belajar untuk mempelajari siklus hidup, dan energi (ada pada poin ketiga) yang memang dimasukkan ke dalam kurikulum mereka. Keterampilan lain yang dilakukan siswa didukung oleh pusat lembaga pemerintahan dan digambarkan dalam buku ini meliputi restorasi sungai dan eksplorasi DAS untuk menghadapi isu-isu keadaan lingkungan di masyarakat. Dengan kontribusi dari para penulis terkemuka dan pendidik, seperti Fritjof Capra, Wendell Berry, dan Michael Ableman, "Ecological Literacy" menggabungkan teori dan praktek dari pemikiran yang matang, bagaimana dunia bisa berkembang dengan baik dan bagaimana pembelajaran itu terjadi. Dimana orang tua dan pendidik terlibat dalam upaya-upaya kreatif untuk mengembangkan kurikulum baru dan meningkatkan pemahaman ekologi  terhadap anak-anak yang terangkum semuanya dalam buku ini, sehingga buku ini sebagai pedoman/sumber yang berharga.

3.2 Saran       
Kami berharap setelah dibuatnya book report ini dari buku “Ecological Literacy” yang kami analisis pada bab III, akan memberikan pengetahuan yang lebih luas sehingga menambah wawasan dan membuka pikiran pembaca untuk mengetahui dan lebih memahami isi dari buku ini khususnya bab III yang telah kami sajikan dari apa yang kami pahami. Sehingga nantinya kita sebagai calon pendidik tidak akan menjadi pendidik yang hanya menuangkan ilmu tanpa tahu caranya yang benar. Namun menjadi pendidik yang sebenarnya, cerdas dan memahami bagaimana cara mendidik bahkan cara membelajarkan materi yang akan diajarkan kepada peserta didik.





DAFTAR PUSTAKA


Michael K. Stone dan Zenobia Barlow. 2005. Ecological Literacy: Educating Our Children for a Sustainable World. San Franscisco: Sierra Club Books.



[1] Michael K. Stone dan Zenobia Barlow. (2005). Ecological Literacy: Educating Our Children for a Sustainable World. San Franscisco: Sierra Club Books. hal: 144
[2] Michael K. Stone dan Zenobia Barlow. (2005). Ecological Literacy: Educating Our Children for a Sustainable World. San Franscisco: Sierra Club Books. hal: 146
[3] Michael K. Stone dan Zenobia Barlow. (2005). Ecological Literacy: Educating Our Children for a Sustainable World. San Franscisco: Sierra Club Books. hal: 147
[4] Michael K. Stone dan Zenobia Barlow. (2005). Ecological Literacy: Educating Our Children for a Sustainable World. San Franscisco: Sierra Club Books. hal: 178-179

1 komentar:

  1. SAYA MAS JOKO WIDODO DI SURABAYA.
    DEMI ALLAH INI CERITA YANG BENAR BENAR TERJADI(ASLI)BUKAN REKAYASA!!!
    HANYA DENGAN MENPROMOSIKAN WETSITE KIYAI KANJENG DIMAS DI INTERNET SAYA BARU MERASA LEGAH KARNA BERKAT BANTUAN BELIU HUTANG PIUTAN SAYA YANG RATUSAN JUTA SUDAH LUNAS SEMUA PADAHAL DULUHNYA SAYA SUDAH KE TIPU 5 KALI OLEH DUKUN YANG TIDAK BERTANGUNG JAWAB HUTANG SAYA DI MANA MANA KARNA HARUS MENBAYAR MAHAR YANG TIADA HENTINGNYA YANG INILAH YANG ITULAH'TAPI AKU TIDAK PUTUS ASA DALAM HATI KECILKU TIDAK MUNKIN SEMUA DUKUN DI INTERNET PALSU AHIRNYA KU TEMUKAN NOMOR KIYAI KANJENG DI INTERNET AKU MENDAFTAR JADI SANTRI DENGAN MENBAYAR SHAKAT YANG DI MINTA ALHASIL CUMA DENGAN WAKTU 2 HARI SAJA AKU SUDAH MENDAPATKAN APA YANG KU HARAPKAN SERIUS INI KISAH NYATA DARI SAYA.....

    …TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA AKI KANJENG…

    **** BELIAU MELAYANI SEPERTI: ***
    1.PESUGIHAN INSTANT 10 MILYAR
    2.UANG KEMBALI PECAHAN 100rb DAN 50rb
    3.JUAL TUYUL MEMEK / JUAL MUSUH
    4.ANGKA TOGEL GHOIB.DLL..

    …=>AKI KANJENG<=…
    >>>085-320-279-333<<<






    SAYA MAS JOKO WIDODO DI SURABAYA.
    DEMI ALLAH INI CERITA YANG BENAR BENAR TERJADI(ASLI)BUKAN REKAYASA!!!
    HANYA DENGAN MENPROMOSIKAN WETSITE KIYAI KANJENG DIMAS DI INTERNET SAYA BARU MERASA LEGAH KARNA BERKAT BANTUAN BELIU HUTANG PIUTAN SAYA YANG RATUSAN JUTA SUDAH LUNAS SEMUA PADAHAL DULUHNYA SAYA SUDAH KE TIPU 5 KALI OLEH DUKUN YANG TIDAK BERTANGUNG JAWAB HUTANG SAYA DI MANA MANA KARNA HARUS MENBAYAR MAHAR YANG TIADA HENTINGNYA YANG INILAH YANG ITULAH'TAPI AKU TIDAK PUTUS ASA DALAM HATI KECILKU TIDAK MUNKIN SEMUA DUKUN DI INTERNET PALSU AHIRNYA KU TEMUKAN NOMOR KIYAI KANJENG DI INTERNET AKU MENDAFTAR JADI SANTRI DENGAN MENBAYAR SHAKAT YANG DI MINTA ALHASIL CUMA DENGAN WAKTU 2 HARI SAJA AKU SUDAH MENDAPATKAN APA YANG KU HARAPKAN SERIUS INI KISAH NYATA DARI SAYA.....

    …TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA AKI KANJENG…

    **** BELIAU MELAYANI SEPERTI: ***
    1.PESUGIHAN INSTANT 10 MILYAR
    2.UANG KEMBALI PECAHAN 100rb DAN 50rb
    3.JUAL TUYUL MEMEK / JUAL MUSUH
    4.ANGKA TOGEL GHOIB.DLL..

    …=>AKI KANJENG<=…
    >>>085-320-279-333<<<

    BalasHapus