BOOK
REPORT
ECOLOGICAL
LITERACY
Educating Our Children for a Sustainable World
Diajukan untuk memenuhi syarat UTS Mata Kuliah Pendidikan IPS II di SD
|
Disusun oleh :
Kelas D
Cheenia Oktriyani (06.316.1111.146)
Rosi Windiyani R (06.316.1111.160)
Rosi Windiyani R (06.316.1111.160)
Esa Nurlaela (06.316.1111.156)
Wenny Herlina (06.316.1111.131)
Setia Lestari (06.316.1111.159)
Asri Suzan Tri
Rukmana (06.316.1111.155)
Yosep Anggara S (06.316.1111.158)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan Laporan
Hasil Analisis Buku Ecological Literacy ini tepat pada waktunya. Dimana laporan
ini kami buat berdasarkan hasil dari apa yang kami pahami setelah kami membaca
buku ini. Sehingga isinya pun murni dari apa yang kami mengerti sehingga
senantiasa dapat berbagi ilmu kepada pembaca secara tidak langsung.
Seiring dengan itu, kami
mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Dosen yang memberikan Mata
kuliah ini, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan kesehatan serta rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.
“Tiada
gading yang tak retak”. Kami menyadari bahwa hasil analisis kami ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan laporan hasil analisis buku
ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan dari awal sampai akhir.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.
Sukabumi,
25 April 2013
Penyusun
IDENTITAS BUKU
Judul Buku :
Ecological Literacy: Educating Our Children for a Sustainable World
Pengarang : Michael
K. Stone and Zenobia Barlow
Tahun Terbit :
2005
Penerbit :
Sierra Club Books (San Francisco)
Part : III (RELATIONSHIP)
Page :
135-189 (54 page)
BAB I
INTRODUCTION
Ecological
Literacy merupakan sebuah buku yang dirancang khusus untuk pembentukan
pendidikan berkelanjutan pada anak yang tujuannya seperti ada pada pada judul
buku yang tertera di depan halaman yaitu “For Sustainable World” yang artinya
untuk dapat menopang dunia di masa mendatang. Ini mengartikan bahwa buku ini
bermaksud untuk menjawab pertanyaan bahwa bagaimana kita bisa menanamkan kepada
anak dalam hati dan pikirannya dari semua kompetensi yang harus mereka miliki?
Dan bagaimana kita bisa merancang sekolah sebagai tempat eksperimen atau tempat
praktek anak sebelum nantinya terjun ke masyarakat? Dimana semua pertanyaan
tersebut dapat terjawab dalam buku ini yang dibuat kedalam berbagai perspektif,
yaitu teorinya itu sendiri, praktek, dan pendidiknya.
Buku
ini disusun oleh Michael K.Stone dan Zenobia Barlow, dimana di dalam buku ini
dibagi ke dalam beberapa perspektif, yaitu Vision, Tradition, The Relationship,
dan Action. Karena dalam book report ini kami akan membahas mengenai BAB III
pada buku ini yaitu relationship, oleh karena itu dalam bab ini kami akan
memperkenalkan sedikit dari bab yang akan kami bahas.
Relationship/
Hubungan, dalam arti pada bab ini menjelaskan mengenai bagaimana keterkaitan
dampak yang ditimbulkan dalam arti keterkaitan antara pembangunan pendidik,
peserta didik, kurikulum, dan lingkungan temapat belajarnya itu sendiri, dilihat
dari berbagai perspektif yang ada dalam pengambilan keputusan seseorang
terhadap banyak orang, kontribusi apa yang telah dilakukan dan keputusan yang
dapat menginspirasi banyak orang. Contohnya Seperti pada poin pertama dalam bab
III ini, yaitu “Revolution Step-by-Step: On Building a Climate for Change”.
Yang artinya langkah demi langkah dalam perubahan pembangunan perubahan iklim,
dimana yang dimaksud disini bagaimana seorang Neil Smith yang membangun suatu
sekolah dari sisi yang tersulit sampai ia berhasil membangun sekolah itu
menjadi sekolah yang luar biasa, dengan program-program yang telah ia kerjakan
untuk menjadikan sekolah itu berhasil dengan hubungan-hubungannya yang baik
antara ia sebagai Kepala Sekolah dengan para guru maupun peserta didik.
Kita
disajikan pada poin pertama ini dengan langkah-langkah bagaimana ia membangun
sekolah itu/membuat susasana atau iklim yang berbeda di sekolah yang dapat kita
analisis dari hasil wawancara Leslie Comnes dengan Neil Smith.
Sebagai
contoh lagi maksud dari hubungan di Bab III ini yaitu pada poin kedua yaitu Learning
in Context. Yang maksudnya peserta didik diarahkan melakukan pembelajaran
secara kontekstual. Dimana menguhubungkan antara materi yang ada dengan
pembelajaran yang menagarahkan peserta didik memperoleh pengalaman secara
langsung dari kegiatan yang ia lakukan. Ini berati ada hubungan antara proses
pembelajaran itu sendiri dengan alam sebagai tempat untuk merangsang pikiran
peserta didik untuk lebih berkembang.
Banyak
lagi poin- poin dalam bab ini seperti poin ketiga yaitu mengenai Kepemimpinan
dan pembelajaran dalam masyarakat. Poin keempat dan seterusnya sampai poin
keenam.
Sehingga
untuk lebih mengetahuinya lebih dalam dan lebih paham, maka kami membaginya
sesuai poin-poin yang tertera di dalam buku. Pembaca pun tidak akan kesulitan
untuk memahami apa yang kami analisis dari buku ini, dan dalam bab ini semua
poin saling berhubungan oleh karena itu kami menyusunnya sesuai urutan yang ada
secara lebih rinci dari apa yang kami pahami.
Untuk
buku ini sendiri kmai menyimpulkan bahwa secara keseluruhan dalam buku ini
bermaksud untuk bagaimana seseorang dapat menyikapi suatu masalah dari sudut
pandang yang berbeda sehingga apa yang diinginkan penulis, buku ini adalah
sebagai alat konseptual untuk membantu kita agar berpikir secara menyeluruh
dengan harapan bahwa dapat menginspirasi orang di seluruh dunia yang
berkomitmen atau terlibat di dalam dunia pendidikan baik itu pendidik dan peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Revolution Step-by-Step: On Building a Climate for Change (
Langkah-langkah Revolusi: Membangun Iklim pada Perubahan)
Suatu perubahan dapat dilakukan oleh
sebuah lembaga apabila, lembaga itu membangun suatu hubungan yang baik, bisa
hubungan dengan para staf nya, hubungan dengan peserta didik/ siswanya, ataupun
hubungan dengan lingkungan yang ada disekitarnya termasuk budayanya itu
sendiri. Pada poin ini, akan dijelaskan mengenai langkah-langkah bagaimana
seorang Neil Smith Kepala Sekolah di Martin Luther King melakukan suatu
perubahan yang besar pada sekolah itu. Dimana langkah-langkahnya itu sendiri
disajikan dalam sebuah wawancara antara Neil Smith dengan seorang penulis lepas
yang memfokuskan dirinya mengenai isu-isu pendidikan dan ilmu pengetahuan yaitu
Leslie Comnes.
Namun disini kami tidak akan menjelaskan satu
persatu mengenai hasil wawancara antara Leslie Comnes dengan Neil Smith, dimana
kami akan memaparkannya secara lebih menyeluruh hasil dari apa yang kami pahami
untuk menguraikan bagaimana langkah-langkah seorang Neil Smith untuk membangun
suatu iklim atau suasana dalam mewujudkan perubahan yang ia inginkan.
Untuk mengubah atau membangun suatu perubahan itu
tidak mudah, apalagi seorang Neil Smith mengubah kurikulum yang ada, yang pada
akhirnya perubahan itu dapat dirasakan semua orang dan berdampak positif.
Pertama kali Neil Smith datang ke King semuanya
dalam keadaan yang kurang baik, baik itu kondisi sekolah, ataupun kondisi staf
dan lingkungannya. Banyak tantangan yang harus dihadapinya. Ia melihat bahwa
guru merasa kurang didukung oleh sekolah dan merasa bahwa suara mereka tidak
akan berpengaruh demi kemajuan sekolah. Ia juga menghadapi tantangan bahwa
kedisiplinan di sekolah King sangat kurang dan kondisi tanah maupun bangunan
sangat mengerikan.
Namun langkah pertama ia mencoba meyakinkan guru
bahwa mereka bisa melakukan sesuatu untuk keadaan seperti ini. Jika mereka
bekerja sama dan tetap mempunyai tujuan untuk mengubah sekolah King. Namun
tentunya tidak dengan sekejap sekolah tersebut akan langsung berubah seperti
yang diharapkan, perlu adanya suatu proses yang bertahap untuk bisa mencapai
suatu tujuan, menurut Neil.
Langkah Kedua ia mencoba membangun kedisiplinan
baik itu dari staf ataupun para siswa. Karena menurutnya dengan membangun
kedisiplinan maka seluruh elemen untuk terwujudnya sekolah tersebut akan
menjadi lebih terarah dan tertuju pada tujua.
Langkah Ketiga
dari yang kami pahami, bagaimana Neil Smith membangun King sehingga menjadi
sukses ialah membagi stafnya kedalam beberapa kelompok untuk meneliti masalah
apa yang sekolah mereka hadapi untuk memecahkan masalah yang ada. Dan dari
hasil itu satu kelompok staf atau guru menyatakan bahwa sekolah King
membutuhkan revolusi. Perubahan itu sendiri perlu ada di King, menurut mereka.
Sehingga langkah keempat ia berpikir untuk membuat
suatu Komite Revolusioner. Dimana maksudnya komite ini dibentuk adalah untuk
membendung semua masukan para guru, sehingga semua orang bisa datang. Dan
memberikan solusi dari permasalahan yang mereka hadapi.
Neil Smith menjelaskan dengan dibentuknya komite
ini membantu sekolah untuk mewujudkan perubahan itu sendiri di King. Karena
para guru merasa apa yang ada dalam pikirannya dapat tercurahkan dan dapat
diambilkan solusi untuk perubahan di King.
Di tengah-tengah perubahan itu Neil Smith bertemu
dengan Alice Waters. Alice memberikan beberapa ide kepada Neil untuk mengubah
taman sekolah menjadi media belajar anak. Pertemuan dengan Alice memberikan
dampak positif, dimana ia memeberikan sudut pandang yang berbeda untuk mengubah
iklim sekolah. Neil merasa program tersebut dapat membuat peserta didik lebih
baik dalam belajar.
Namun Neil berpikir kembali bahwa apa yang
dikatakan Alice terlalu jauh untuk diwujudkan, dimana ia merasa bahwa sebelum
ia mengubah taman menjadi kantin dan yang lain, tentu ia harus mempunyai sebuah
kebun dulu, bagaimana ia dapat mengubah taman untuk belajar anak-anak,
sedangkan sekolah King sendiri tidak mempunyai kebun.
Muncul
pertanyaan dari Leslie, bagaimana ESY sekarang bisa terbentuk, jika sebelumnya
Neil berpikir demikian, berpikir bahwa proyek tersebut tidak akan
berjalan. Ini termasuk langkah kelima
menurut kami, ternyata Neil tidak menguburkan proyek itu agar terwujud, ia
menyadari bahwa untuk mendapatkan kesuksesan maka harus terukur. Yang intinya
menurut kami apabila dianalogikan bahwa ketika kita ingin berlari, maka kita
harus bisa merangkak dan belajar berjalan dulu, dan prose situ menurut Neil
sangat penting. Ketika satu langkah telah dilalui baru kita bisa melangkah
selanjutnya.
Langkah
keenam menurut kami dari wawancara antar Leslie dan Neil yaitu bagaimana agar
proyeknya itu dapat tercapai untuk melakukan perubahan itu sendiri dalam arti
menciptakan iklim sekolah yang berbeda ialah dengan tidak memaksa orang untuk
tidak melakukan sesuatu yang mereka tidak ingin lakukan. Karena menurutnya
ketika orang dipaksa untuk melakukan sesuatu, maka mereka tidak akan
melakukannya dengan baik. Untuk menuju kesuksesan itu guru harus mau
melakukannya, Jika guru ingin melakukannya, itu akan terserap baik oleh anak.
Tapi pada akahirnya program ini berhasil dan memiliki efek yang baik pada
anak-anak.
Langkah
ketujuh, yaitu dengan meorganisasikan sumberdaya yang ada, maksudnya menurut
Neil suatu pekerjaan yang dikerjakan harus esuai dengan porsinya atau
keahliannya masing-masing. Untuk membangun perubahan itu, agar iklim lebih baik
maka, perlu adanya pengoraganisasian yang terarah. Misalnya Lab computer dapat
digunakan apabila ada guru komputernya. Oleh karena itu menurutnya jika memang
sudah ada sumber daya yang baik seharusnya disesuaikan dengan ahlinya. Sehingga
sebuah program dapat berjalan dengan baik.
Langkah
kedelapan, menurut Neil suatu program jika hanya direncanakan maka tidak akan
berhasil bahkan tidak akan terlaksana. Namun apabila kita telah merencanakannya
dan setelah itu berbagi dengan orang lain “sharing” bertukar pikiran jalan apa
yang seharusnya digunakan untuk mewujudkan program itu. Baru lah program
tersebut dapat berjalan dan berhasil.
Langkah
kesembilan untuk melakukan suatu perubahan maka menurut Neil dimulai dari
hal-hal yang kecil, sehingga tidak harus langsung ke perubahan yang besar.
Karena ketika perubahan itu dimulai dari hal yang kecil maka kita dapat merasakan prosesnya itu sendiri
ketika sudah sukses disana baru kita berpindah ke tahap-tahap selanjutnya. Dan
ketika kita mencapai kesuksesan maka pndangan orang akan berubah. Mereka mulai
mengatakan, “Kita bisa melakukan ini” (You
can look at something that’s manageable, that’s doable, and that’s attractive
to alloy people; When you are successful with that, then you move to another
step, and tehn another. When you build o other success, people’s visions begin
expand. They begin to say,”We can do this”)[1]
Neil
ingin membuat King menjadi tempat yang nyaman bagi anak-anak dimana anak
terlibat didalamnya dan juga guru bisa mengekspresikan apa yang mereka
inginkan. Sehingga dalam hal ini kembali lagi kepada peran Komite Revolusioner
untuk menampung ide-ide yang ada.
Langkah
Kesepuluh dari Neil, perubahan apapun baik itu budaya/ apa saja yang
menyebabkan terjadinya perubahan maka sebagai pendidik lah yang harus
bertanggungjwab dari perubahan itu. Sehingga bagaimana kita mengukur diri kita
masing-masing sebagai pendidik yang bertanggung jawab dari apa yang telah kita
pegang.(Contoh diambil dari sekolah King yang membuat ESY sehingga budaya
sekolah itu sendiri berubah, namun pada akhirnya dapat membuat sekolah itu
sukses).
Langkah
kesebelas Neil yang membuat King seperti sekarang ialah, menurutnya sebagai pendidik
kita tidak boleh memanjakan mereka seperti bayi, tetapi memelihara mereka
sebagai peserta didik dan membantu mereka dalam prosesnya untuk berkembang.
“where you continue to nurture student-not pamper them as babies, but nurture
them as learners-and help them in the growing process”[2]
Langkah
selanjutnya menurut Neil, nasihat untuk sekolah yang ingin memulai sebuah
proyek seperti ESY adalah pertama, kita perlu memahami bahwa suatu perubahan
(ESY) tidak akan terjadi dalam satu tahun, karena merupakan proyek yang
memerlukan waktu yang panjang. Kedua, kita tidak perlu mengambil sumberdaya
manusia atau staf yang bersemangat hanya diawalnya saja, namun kita perlu
orang-orang yang berkomitmen agar proyek tersebut dapat berjala. Ketiga,
menurutnya ada baiknya untuk mencari dukungan baik di dalam maupun luar
sekolah, agarsemuanya dapat berjalan.(Contohya ketika Alice datang memberikan
idenya, dan ide-ide para guru yang ditampun dalam Komite Revolusioner)
Dimana
dari contoh ESY tersebut kata Neil tidak pernah ada orang tua yang merasa
keberatan atau khawatir mengenai anaknya, namun ketika orang tua melihat
anaknya senang menceritakan pengalamannya setelah ada proyek ESY maka, dengan
mendengar seperti itu mereka akan merasa puas.
Oleh
karena itu untuk menjaga kepercayaan orang tua, menurut Neil perlu adanya
evaluasi atau survey kepada peserta didik terhadap perubahan yang terjadi,
sehingga mereka akan tetap merasa aman dan terlibat dalam pembelajaran itu
sendiri.
Dan
apabila dikaitkan dengan nilai yang diperoleh oleh peserta didik setelah adanya
ESY baik itu nilai ujian atau penilaian akademis, maka menurut Neil Smith
apapun nilaiyang diperoleh The Edible Schoolyard telah dilakukan dan membantu
untuk mengubah budaya di sekolah. Dan itu membuat anak meraih minat anak-anak
di sekolah dengan memberikan mereka pengalaman baik itu dengan guru, ataupun
teman-temannya. Sehingga menarik anak-anak untuk lebih semangat lagi belajar.
Dan yang pada akhirnya membuat anak-anak menyadari bahwa belajar bukan hanya
sekedar buku, tapi pengalaman hidup itu sendiri dimana pembelajaran itu
berlangsung.(It makes kids realize that
learning isn’t just book, but that life is about learning).[3]
2.2 Ecological Literacy: Learning in Context (Literatur Lingkungan:
Pembelajaran Konteks)
Pada
poin ini berkaitan dengan poin sebelumnya dimana suatu perubahan itu dimulai
dari hal-hal yang kecil. Dalam proses pembelajaran itu sendiri pada poin ini
akan diarahkan untuk pembelajaran yang lebih kontekstual dimana suatu proses
pendidikan yang bertujuan
membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang
mereka pelajari dengan cara menghubungkan dengan konteks kehidupan mereka
sehari-hari, yaitu dengan konteks
lingkungan pribadinya, sosial dan
budayanya.
Dibawah ini akan diuraikan mengenai revolusi
pendidikan yang telah terjadi di banyak
sekolah yang terinspirasi dari cara pandang David Orr’s. Pusat
Ecoliteracy telah membantu pendidik mengeidentifikasi krestifitas pengajaran
kontekstual seperti taman bermain, sungai terdekat, dimana anak-anak dapat
belajar dari alam, mengembangkan potensi yang dimilikinya dan belajar di alam
sekitar sehingga keterampilan dan kesadarannya terhadap lingkungan akan
bertambah.
1. Learning in the school garden(Pembelajaran
yang di dapat di taman sekolah)
Disini anak
belajar untuk mengetahui darimana asal makanan yang mereka makan, karena
kebanyakan mereka memakan makanan yang instan namun sebenarnya makanan seperti
brokoli dan yang lainnya sangat berperan penting dalam masa pertumbuhan mereka.
(Dilakukan oleh siswa ESY). Sehingga pada learning in the school garden ini
maksudnya anak lebih diperkenalkan kepada makanan yang alami dan berasal dari
alam.
2. Learning in Watersheds
Anak
belajar untuk menjaga lingkungan dengan menanam pohon dan belajar interaksi
berbagai spesies dalam suatu ekosistem sambil membantu melestarikan udang air tawar
yang terancam punah.
3. Learning in the Kitchen Classroom
Anak
belajar untuk mengahargai apa yang mereka makan pada saat itu, karena dari makanan
anak bisa belajar banyak mengenai nilai-nilai kehidupan. Nilai yang dapat kita
ambil apabila kita berpikir dan bersyukur dengan apa yang kita makan hari ini.
4. Learning from the Campus Landscape
Dimana
anak-anak belajar tentang dunia, mulai darimana mereka berada. Anak-anak, guru
bahkan orang tua mengubah area halaman sekolah menjadi tempat pendidikan atau
pembelajaran di luar kelas.
5. Learning in the Playground
Anak
belajar dalam suasana bermain yang menekankan padanya paham akan materi yang
diterimanya dari suasana ketika ia sedang bermain.
6. Learning through Art in in Nature
Disini anak
belajar menggabungkan ilmu pengetahuan dengan seni. Dua disiplin yang
mengandalkan pengamatan, pengenalan pola, pemecahan masalah, eksperimen, dan
berpikir analogi.
7. Learning on Regional Sustainable Farms
Banyak anak
yang tidak mengetahui darimana asal makanan yang mereka makan, oleh karena itu
disini anak belajar untuk lebih terjun ke pertanian sehingga lebih mengetahui
asal-usul makanan yang mereka makan
2.3 Leadership and the Learning
Community
Kepemimpinan dan komunitas belajar, dalam
poin ini hampir sama seperti wawancara Neil Smith dan Leslie di poin pertama,
bahwa disini wawancara antara Sara Marcellino dengan Kepala sekolah Mary
E.Silveira, yaitu Jeanne Casella.
Pada poin ini sekolah Mary E.silveira merupakan
sekolah percontohan yang menanamkan dengan baik apa itu nilai kepemimpinan dan
komunitas belajar. Sehingga pada poin ini kami akan menguraikan bagaimana
Jeanne Casella dapat membuat sekolah yang berhasil menanamkan nilai
kepemimpinan dan komunitas belajar.
Menurut Fritjof Capra mengintegrasikan kurikulum
melalui proyek-proyek berorientasi ekologis hanya mungkin jika sekolah menjadi
komunitas belajar yang benar. Dalam sebuah komunitas belajar, guru, siswa,
administrator, dan orang tua semua saling terkait dalam jaringan hubungan saat
mereke bekerja sama untuk memfasilitasi pembelajaran.
Bagaimana seorang Jeanne Casella dapat mencapai
komunitas belajar yang baik disekolahnya seperti sekarang? Menurut Jeanne
Casella cara yang pertama ialah ia mengajaka anak untuk mengenal guru dan elemen lainnya agara komunitas
belajar itu sendiri dapat berjalan dengan baik. Anak juga diajak untuk mengenal
orang-orang disekitarnya, baik itu guru, staf, linkungan, bahkan teman-teman
yang lainnya. Sehingga akan terjalin hubungan yang baik, contohnya kakak kelas
terhadap adik kelasnya memperlakukan dengan baik, mengangap seperti adiknya
sendiri dan begitupun sebaliknya.
Seorang Jeanne mempunyai cara untuk memperkuat
hubungan atau ikatan antara anggota komunitas belajar, caranya ia mengadakan
pertemuan untuk pemecahan masalah yang ada di sekolah. Sehinga akan terjalin
rasa kebersamaan dan keterikatan antara setiap anggota komunitas belajar yang
ada. Selain mengadakan pertemuan, cara dia untuk memperkuat hubungan atau
ikatan antara komunitas belajar ialah memberikan penghargaan (kartu bintang)
kepada siswa yang berperilaku baik sehingga akan tertananm pada diri siswa rasa
bangga terhadap sekolahnya, peduli satu sama lain, dan mengembangkan sisi
positif dalam diri mereka. Selama setahun, setiap siswa memiliki kesempatan
menjadi bintang mingguan dan dihormati di dalam kelas dan di pertemuan, memakai
rencana khusus dan akan pajangkan di mading sekolah.
Anak-anak diajarkan untuk mempunyai keterampilan
dimana di dalam kelas guru menciptakan suasana yang mendukung seperti adanya
sekretaris, yang bekerja di meja Jeanne dan belajar bagaimana menulis surat.
Sehingga setiap orang dari mereka mempunyai keterampilan.
Dari yang kami baca Jeanne menciptakan lingkungan
sebagai bagian dari komunitas belajar karena menurutnya lingkungan merupakan
bagian dari masyarakat dan bagian dari kurikulum, dimana anak-anak belajar
tentang dunia, dimulai darimana mereka berada. Anak-anak biasanya terlalu
sedikit diberikan kesempatan untuk mengamati dan berinteraksi dengan satwa
liar. Kami ingin membantu anak-anak membangun etika lingkungan yang kuat,
sehingga mereka tumbuh menjadi orang dewasa yang menghargai dan merawat bumi.
Menurut Kaitlyn St. James, Silveira Fifth Grader
adalah ketika kita belajar tentang tanaman di dalam kelas, maka kita hanya akan
mengetahui bahwa itu tanaman, namun ketika kita belajar tentang tanaman di luar
kelas maka kita akan lebih memahami karena kita langsung melihat, merasakan dan
mengamatinya sendiri. Sehingga menurut Kaitlyn intinya belajar di luar kelas
lebih dapat dipahami dibandingkan belajar di dalam kelas.
Sehingga tujuan Jeanne menciptakan lingkungan
sebagai bagian dari komunitas belajar adalah meningkatkan kesadaran lingkungan
anak-anak, menanamkan rasa tanggung jawab, mengajar dan mempraktekan
prinsif-prinsif ekologi, serta mengintegrasikan materi pelajaran seperti sains,
matematika, dan ilmu sosial.
Jeanne juga melibatkan guru sebagai komunitas
belajar. Caranya Jeanne menggunakan model kepemimpinan bersama. Jeanne meminta
nasihat guru, dan Jeanne mendengarkan pendapat mereka. Seperti layaknya siswa,
seorang guru juga perlu merasa dihargai, diakui dan dihormati. Sehingga guru
merasa sebagai detak jantung dari sekolah tersebut.
Selain lingkungan dan guru sebagai komunitas
belajar, Jeanne memasukan orangtua sebagai salah satu komunitas belajar.
Peranan orangtua dalam komunitas belajar ini adalah sebagai pendukung yang baik
bagi para siswa. Seperti halnya orangtua berperan serta dalam komite sekolah.
Jeanne
juga memasukan masyarakat sebagai komunitas belajar, jika dicontohkan dalam
buku Ecological Literacy bahwa anak-anak terjun membantu masyarakat (membantu
para lansia).
Kesimpulannya,
menurut Jeanne bahwa yang membuat komunitas belajar itu sendiri berhasil karena
adanya lingkungan yang mendukung, guru, orangtua dan masyarakat.
2.4 It Changed Everything We Thought
We Could Do: The STRAW Project
Pada
point keempat ini menceritakan tentang siswa dan guru yang mencoba untuk
memulihkan daerah aliran sungai (straw project) yang diceritakaan oleh Michael
K. Stone sebagai editor senior dan sebagai penulis di Pusat Ecoliteracy. Dalam
ekosistem ini hubungannya dengan menciptakan suatu jaringan jerami. Jaringan
ini meliputi siswa, guru, pengelola, sekolah, peternak, perusahaan nirlaba,
yayasan amal, dan lembaga swadaya masyarakat lainnya, serta lembaga
pemerintahan.
Untuk memelihara jaringan ini, mereka saling
berkesinambungan menciptakan kerjasama yang baik.
Penyebab dari adanya straw project ini karena terancam
punahnya ekosistem udang air tawar. Sehingga dibuatlah straw project ini.
Rogers sebagai peneliti melihat bahwa sungai disana tidak tampak sebagai
sungai, melainkan lebih tampak sebagai selokan. Karena sungai disana mengandung
minyak dan limbah kimia air yang kotor dan sedimentasi dari erosi tanah, akibatnya
sungai menjadi tercemar. Yang jadi masalah disini adalah semakin banyaknya
udang yang punah sehingga mengakibatkan masyarakat mengalami kerugian.
2.5 Raising Whole Children Is Like
Raising Good Food: Beyond Factory
Farming and Factory Schooling
Dari judul di atas kita dapat mengambil
poin apa yang akan kita bahas pada poin ini bahwa tumbuh kembang anak seperti
tumbuh kembang makanan yang baik, diluar industry pertanian dan industri sekolah,
maksudnya ada kaitan dengan bagaimana pendidikan(schoolig) sangat mempengaruhi
baik buruknya hasil didikan. Seperti bagaimana industri pertanian menghasilkan
pangan yang berkualitas dengan kerja keras dan memupuk tanaman, menyiram, serta
merawatnya.
Poin keempat ini Michael Ableman lebih menceritakan
kepada pengalaman hidupnya yang lebih banyak bercerita tentang motivasi
pekerjaan yang dijalaninya, seperti yang tertera dari maksud judulnya bahwa
untuk membesarkan anaknya sama halnya seperti meningkatkan kualitas makan
sehingga terdapat hubungan antara menanam dengan menyekolahkan yang dimaksud
disini.
Di dalam
poin ini banyak membahas mengenai mendidik dan bertani menurut model industry
oleh Michael, dimasukkan perbedaan antara mengajar dan belajar, pengakuan bahwa
tidak semua anak berkembang pada waktu yang sama, dan betapa pentingnya belajar
melalui pengamatan.
Ableman
adalah seorang petani, penulis, forografer, dan pendidik yang luar biasa.
Beliau mendirikan dan mengarahkan the Center for Urban Africulture at Fairview
Gardens di Santa Barbara. Sebuah peternakan pekerja perkotaan dan pusat
pendidikan masyarakat nirlaba dimana merupakan salah satu negara yang suskses
dalam hal pelestarian lahan pertanian. Selama ia melakukan pekerjaannya ia
menemukan beberapa kesamaan yang menakjubkan antara pertanian dan pendidikan.
Dia merasa bahwa sebagian masyarakat sekarang tidak merasakan bagaimana
sulitnya mendapatkan makanan yang langsung diambil dari hasil bertani. (I am
aware that most of ou society no longer has this opportunity, no longer know’s
what its like to pull a carrot from the grown, or it the heart out of a
watermelon still warm from the sun, or munch on beans that are so fresh that
they explode in your mouth)[4].
Menurutnya
kita harus menyadari bahwa kita harus menjaga lingkungan kita sendiri. Apa yang
kita lakukan sekarang akan berdampak kepada kehidupan berikutnya.
2.6
Meditations on an Apple
Pada point ini Janet Brown adalah seorang petani organik.
Brown disini adalah Pusat program Officer sistem for food Ecoliteracy.
Menurut Janet pertumbuhan apple ini
tergantung pada jaringan penyerbukan dan organisme mikroskopis, bagaiman siklus
nutrisi dan pertukaran sinar mataharinya.
Disini
masyarakat dituntut untuk bersyukur terhadap atas apa yang dia makan. Rasa
syukur ini ditunjukkan dengan ditanamkannya rasa menjaga dan memelihara
terhadap apa yang sudah diberikan dan diwariskan oleh nenek moyang/orang
sebelumnya sebagai harta terbesar. Rasa syukur ini terus dipelihara dan
ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari dengan cara memberikan benih apel
tersebut kepada orang lain untuk dikembangbiakan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulannya dari
apa yang kami analisis dari bab ketiga ini, mengenai relationship adalah secara
keseluruhan isi bab ini menjelaskan mengenai bagaimana seharusnya reorientasi
(peninjauan kembali wawasan/untuk menentukan sikap) cara manusia hidup di Bumi
dan mendidik anak-anak. Dimana hubungan disini banyak dilihat dari berbagai
perpesktif yang harus dilihat dan dikejar dalam konteks sistem: keluarga,
geografis, ekologi, politik. Dan upaya kita untuk membangun masyarakat yang
berkelanjutan tidak dapat berhasil kecuali bagaimana seharusnya generasi
mendatang belajar bagaimana untuk bersahabat dengan lingkungan untuk saling
menguntungkan diantara keduanya kelak dikemudian hari. Dengan kata lain, bab
ini bermaksud menyadarkan kita untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitar.
Konsep "Ecological Literacy" diajukan oleh pencipta buku ini, Pusat
Ecoliteracy di Berkeley, California, melalui disiplin pendidikan lingkungan.
Hal ini bertujuan, seperti apa yang di katakan David W. Orr tulis dalam kata
pengantarnya, "menuju transformasi lebih dalam substansi, proses, dan
ruang lingkup pendidikan di semua tingkatan." Laporan dan esai terangkum
di sini mengungkapkan karya yang luar biasa yang dilakukan oleh The Center of
Ecological Literacy. Dalam satu sekolah menengah, misalnya, ide yang dicetuskan
Alice Waters yang mendirikan sebuah program yang tidak hanya menyediakan siswa
dengan makanan sehat tetapi mengajarkan mereka untuk berkebun yang diwujudkan
oleh Neil di sekolah Luther King Middle School disini anak belajar untuk
mempelajari siklus hidup, dan energi (ada pada poin ketiga) yang memang
dimasukkan ke dalam kurikulum mereka. Keterampilan lain yang dilakukan siswa
didukung oleh pusat lembaga pemerintahan dan digambarkan dalam buku ini meliputi
restorasi sungai dan eksplorasi DAS untuk menghadapi isu-isu keadaan lingkungan
di masyarakat. Dengan kontribusi dari para penulis terkemuka dan pendidik,
seperti Fritjof Capra, Wendell Berry, dan Michael Ableman, "Ecological
Literacy" menggabungkan teori dan praktek dari pemikiran yang matang,
bagaimana dunia bisa berkembang dengan baik dan bagaimana pembelajaran itu
terjadi. Dimana orang tua dan pendidik terlibat dalam upaya-upaya kreatif untuk
mengembangkan kurikulum baru dan meningkatkan pemahaman ekologi terhadap anak-anak yang terangkum semuanya
dalam buku ini, sehingga buku ini sebagai pedoman/sumber yang berharga.
3.2 Saran
Kami berharap setelah dibuatnya book report ini dari buku
“Ecological Literacy” yang kami analisis pada bab III, akan memberikan
pengetahuan yang lebih luas sehingga menambah wawasan dan membuka pikiran
pembaca untuk mengetahui dan lebih memahami isi dari buku ini khususnya bab III
yang telah kami sajikan dari apa yang kami pahami. Sehingga nantinya kita
sebagai calon pendidik tidak akan menjadi pendidik yang hanya menuangkan ilmu
tanpa tahu caranya yang benar. Namun menjadi pendidik yang sebenarnya, cerdas
dan memahami bagaimana cara mendidik bahkan cara membelajarkan materi yang akan
diajarkan kepada peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Michael K. Stone dan Zenobia
Barlow. 2005. Ecological Literacy: Educating Our Children for a Sustainable
World. San Franscisco:
Sierra Club Books.
[1] Michael K. Stone dan Zenobia Barlow. (2005). Ecological Literacy: Educating Our Children for a
Sustainable World.
San Franscisco: Sierra Club Books. hal: 144
[2] Michael K. Stone dan Zenobia Barlow. (2005). Ecological Literacy:
Educating Our Children for a Sustainable World. San Franscisco: Sierra Club Books.
hal: 146
[3] Michael K. Stone dan Zenobia Barlow. (2005). Ecological Literacy:
Educating Our Children for a Sustainable World. San Franscisco: Sierra Club Books.
hal: 147
[4] Michael K. Stone dan Zenobia Barlow. (2005). Ecological Literacy:
Educating Our Children for a Sustainable World. San Franscisco: Sierra Club Books.
hal: 178-179
SAYA MAS JOKO WIDODO DI SURABAYA.
BalasHapusDEMI ALLAH INI CERITA YANG BENAR BENAR TERJADI(ASLI)BUKAN REKAYASA!!!
HANYA DENGAN MENPROMOSIKAN WETSITE KIYAI KANJENG DIMAS DI INTERNET SAYA BARU MERASA LEGAH KARNA BERKAT BANTUAN BELIU HUTANG PIUTAN SAYA YANG RATUSAN JUTA SUDAH LUNAS SEMUA PADAHAL DULUHNYA SAYA SUDAH KE TIPU 5 KALI OLEH DUKUN YANG TIDAK BERTANGUNG JAWAB HUTANG SAYA DI MANA MANA KARNA HARUS MENBAYAR MAHAR YANG TIADA HENTINGNYA YANG INILAH YANG ITULAH'TAPI AKU TIDAK PUTUS ASA DALAM HATI KECILKU TIDAK MUNKIN SEMUA DUKUN DI INTERNET PALSU AHIRNYA KU TEMUKAN NOMOR KIYAI KANJENG DI INTERNET AKU MENDAFTAR JADI SANTRI DENGAN MENBAYAR SHAKAT YANG DI MINTA ALHASIL CUMA DENGAN WAKTU 2 HARI SAJA AKU SUDAH MENDAPATKAN APA YANG KU HARAPKAN SERIUS INI KISAH NYATA DARI SAYA.....
…TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA AKI KANJENG…
**** BELIAU MELAYANI SEPERTI: ***
1.PESUGIHAN INSTANT 10 MILYAR
2.UANG KEMBALI PECAHAN 100rb DAN 50rb
3.JUAL TUYUL MEMEK / JUAL MUSUH
4.ANGKA TOGEL GHOIB.DLL..
…=>AKI KANJENG<=…
>>>085-320-279-333<<<
SAYA MAS JOKO WIDODO DI SURABAYA.
DEMI ALLAH INI CERITA YANG BENAR BENAR TERJADI(ASLI)BUKAN REKAYASA!!!
HANYA DENGAN MENPROMOSIKAN WETSITE KIYAI KANJENG DIMAS DI INTERNET SAYA BARU MERASA LEGAH KARNA BERKAT BANTUAN BELIU HUTANG PIUTAN SAYA YANG RATUSAN JUTA SUDAH LUNAS SEMUA PADAHAL DULUHNYA SAYA SUDAH KE TIPU 5 KALI OLEH DUKUN YANG TIDAK BERTANGUNG JAWAB HUTANG SAYA DI MANA MANA KARNA HARUS MENBAYAR MAHAR YANG TIADA HENTINGNYA YANG INILAH YANG ITULAH'TAPI AKU TIDAK PUTUS ASA DALAM HATI KECILKU TIDAK MUNKIN SEMUA DUKUN DI INTERNET PALSU AHIRNYA KU TEMUKAN NOMOR KIYAI KANJENG DI INTERNET AKU MENDAFTAR JADI SANTRI DENGAN MENBAYAR SHAKAT YANG DI MINTA ALHASIL CUMA DENGAN WAKTU 2 HARI SAJA AKU SUDAH MENDAPATKAN APA YANG KU HARAPKAN SERIUS INI KISAH NYATA DARI SAYA.....
…TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA AKI KANJENG…
**** BELIAU MELAYANI SEPERTI: ***
1.PESUGIHAN INSTANT 10 MILYAR
2.UANG KEMBALI PECAHAN 100rb DAN 50rb
3.JUAL TUYUL MEMEK / JUAL MUSUH
4.ANGKA TOGEL GHOIB.DLL..
…=>AKI KANJENG<=…
>>>085-320-279-333<<<