MAKALAH
“NIKAH
PAKSA”
Diajukan
untuk memenuhi tugas Mata kuliah Al-Islam IV
Disusun
Oleh :
RUSTIANI HARTINI 06
316 1111 143
SETIA LESTARI 06 316 1111 159
NI’MAH HASNI 06 316 1111 157
NIA ANDRIANI 06 316 1111 144
USWATUN HASANAH 06 316 1111 130
RIZKY NUROJAB 06 316 1111 161
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin,
puji dan syukur kami panjatkan hanya kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Nikah Paksa“.Makalah
ini merupakan syarat dalam menempuh mata kuliah Al-Islam IV.
Dalam
menyelesaikan makalah ini, kami menemukan banyak hambatan dan rintangan tetapi
dengan bantuan berbagai pihak, kami dapat melewati masalah tersebut. Dalam
proses penyusunan makalah ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan,
koreksi dan saran, untuk itu rasa terimakasih kami sampaikan kepada berbagai
pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Kami
menyadari bahwa pada makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena
itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
khususnya bagi kami sendiri.
Sukabumi, 16 Mei 2013
penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pernikahan ialah suatu akad
atau perjanjian mengikat antara seorang laki-laki dan perempuan untuk
menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan suka rela dan
kerelaan kedua belah pihak merupakan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang
diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman (sakinah) dengan cara-cara yang di
ridhloi Allah SWT. Dari pengertian tersebut
jelaslah bahwa berlangsungnya sebuah pernikahan haruslah diiringi dengan
kerelaan antar calon pengantin. Namun pada kenyataannya di zaman sekarang ini
masih banyak terjadi nikah secara paksa, hal tersebut akan mengakibatkan ikatan
perkawinannya tidak sejahtera, dan berakhir dengan perceraian.
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana hukum pernikahan secara paksa?
- Apakah dibolehkan untuk menikah paksa?
- Bagaimanakah peran ayah sebagai wali dalam nikah paksa?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui lebih dalam tentang
Pengertian Pernikahan Dan Hukum Pernikahan Paksa.
2.
Sebagai bahan diskusi mata kuliah Al-Islam IV.
3.
Sebagai Pemenuhan tugas makalah mata kuliah Al-Islam IV.
4.
Diharapkan pembaca dapat menerapkannya dalam pembuatan makalah.
1.4
Sistematika
Penulisan
Disini kita akan membuat isi makalah yang terbagi
dalam beberapa sub bagian,
yakni pendahuluan, isi dan penutup. Secara rincinya silahkan lihat di bawah ini :
BAB
I Pendahuluan
·
Latar belakang
·
Rumusan makalah
·
Tujuan penulisan
·
Sistematika penulisan
BAB
III Pembahasan
·
Isi
BAB
IV Penutup
- Kesimpulan
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian Pernikahan
Perkawinan
merupakan salah satu jalan atau suratan hidup yang dialami oleh hampir semua
manusia dimuka bumi ini walaupun ada beberapa diantaranya yang tidak terikat
dengan perkawinan sampai ajal menjemput. Semua agama resmi di Indonesia
memangdang perkawinan sebagai sesuatu yang sakral, harus dihormati, dan harus
dijaga kelanggengannya. Oleh karena itu, setiap orang tua merasa tugasnya
sebagai orang tua telah selesai bila anaknya telah memasuki jenjang perkawinan.
Berikut
ini adalah pengertian dan definisi perkawinan:
1.
UU
PERKAWINAN NO.1 TAHUN 1974
Perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
2.
KOMPILASI
HUKUM ISLAM (KHI) PASAL 2
Perkawinan
adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau untuk mentaati perintah
Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah
3.
PROF.
SUBEKTI, SH
Perkawinan
adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan
untuk waktu yang lama
4.
PROF.
MR. PAUL SCHOLTEN
Perkawinan
adalah hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup
bersama dengan kekal, yang diakui oleh Negara
5.
PROF.
DR. R. WIRJONO PRODJODIKORO, SH
Perkawinan
adalah suatu hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang
memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam peraturan hukum perkawinan
6.
K.
WANTJIK SALEH, SH
Perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri
7.
PERJANJIAN
LAMA
Perkawinan
merupakan bagian dari maksud Allah menciptakan manusia. Bukan peristiwa
aksidental. Bukan penemuan manusia. tetapi rencana baik Allah - bagian dari
cara dunia diciptakan
8.
NILAM
W
Perkawinan merupakan komitmen jangka
panjang dan bersifat sakral
9.
MENURUT
AGAMA KATOLIK
Perkawinan
merupakan persatuan antara seorang pria dan seorang wanita, yang diberkati oleh
Allah dan diberi tugas untuk meneruskan generasi manusia memelihara dunia.
10.
MENURUT
AGAMA KONGHUCU
Perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita dengan tujuan
untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan melangsungkan
keturunan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
- Hukum Pernikahan
Menurut pandangan syari’ah ada lima
hukum dasar pernikahan, kelima hukum tersebut sangat erat hubunganya dengan
jatidiri dan emampuan seseorang mengenai fisik, psikis dan materi.
1.
Wajib
Wajib
hukumnya bagi orang yang mengharapkan keturunan, agar dia tidak terjebak dalam
perzinahan, untuk tipe alasan seperti ini, suka ataupun tidak, hukumnya wajib
bagi dia untuk menikah. meskipun dengan pernikahan itu nanti bisa menyebabkan
terputusnya amalan ibadah sunah.
2. Makruh
Makruh
menikah bagi orang yang tidak menyukai pernikahan dan tidak menghendaki atau
tidak memiliki keinginan mempunyai keturunan, disamping itu nanti bisa
menyebabkan terputusnya amalan ibadah sunah.
3. Mubah
Menikah
jadi mubah bila orang yang bersangkutan tidak takut terjebak zina, tidak
tertarik memiliki keturunan, dan pernikahannya tidak menyebabkan terputusnya
amalan ibadah sunah.
4. Haram
Pernikahan
jadi aram bila menyakiti pasangan, seperti impoten, frigid, kelainan sex, tidak
mampu memberi nafkah lahir batin, meskipun menika dengan berlandaskan cinta,
menjauhi dosa zina dan mendapatkan keturunan.
5. Sunah
Pernikahan
menjadi sunah bagi laki-laki Ta’iq, yaitu laki-laki yang sudah mampu secara
finansial, kuat sekali keinginanya untuk bersetubuh, kuat sekali keinginan
untuk punya keturunan. meskipun ia disibukkan dengan urusan beribadah. hukum
ini juga berlaku bagi perempuan.
Ibnu Urfah
menambahkan dalam bentuk lain tentang wajibnya menikah bagi perempuan,
yaitu lemahnya si perempuan dari kekuatan dirinya serta tidak adanya yang
melindungi dirinya selain dengan menikah. (Qurrotul Uyun, hal 8).
- Peran Wali Dalam Nikah Paksa
Pernyataan
penyerahan mempelai wanita kepada mempelai pria, yang diucapkan oleh ayah dalam
kedudukannya, sebagai wali nikah, dapat dilambangkan sebagai akhir tugas yang
berhasil dan orang tua di dalam tugasnya untuk memenuhi kebutuhan materiil dan
sepirituil anak gadisnya, sehingga anak gadisnya menjadi dewasa dan siap untuk
membentuk rumah tangga yang berdiri sendiri. Dengan selesainya ijab kabul itu,
maka tugas orang tua beralih kepada suaminya.
Sebelum
manusia memasuki pergaulan hidup yang lebih luas, manusia berada dalam
kehidupan keluarganya, kemudian terjadi pertumbuhan dalam kehidupannya, dari
masa kanak-kanak menjadi dewasa, berkembang, mengenal dan menyesuaikan diri
dengan individu di sekitarnya. Kemudian menyesuaikan diri dengan kaidah-kaidah,
pendirian-pendirian dan anggapan-anggapan yang hidup di dalam masyarakat dimana
ia berada, sehingga dalam tingkah lakunya ia mendalilkan oleh kesediaan secara
sadar atau tidak sadar mengakui sejumlah kaedah yang terdapat dalam masyarakat.
Kaidah-kaidah
itu meliputi kaedah agama, kaedah kesusilaan, kaedah kesopanan dan kaedah
hukum. Kadang-kadang kaedah itu diartikan sebagai rem, yaitu sebagai pembatasan
kebebasan manusia. Pengakuan bersama akan kaedah sosial merupakan perikatan
sosial yang sangat penting.
Ditegaskan dalam kitab Hasyiah Bujairami dan
kitab al-Iqna’ karangan Khatib Al-Syarbini bahwa seorang ayah atau kakek bisa
menikahkan anak gadisnya tanpa persetujuan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Tidak ada permusuhan antara ayah dan gadis tersebut.
Artinya tidak terbukti ada unsur penganiayaan dan kepentingan sepihak dalam
pernikahan tersebut;
2. Sang ayah menikahkanya dengan orang yang sepadan dengannya
(kafa’ah).
3. Ayah menikahkannya dengan mahar mitsil (yaitu senilai
mahar atau lebih mahal dari mahar yang diterima ibu sang gadis);
4. Mahar harus dengan valuta yang berlaku di negeri dimana
mereka hidup;
5. Suaminya harus mampu membayar mahar tersebut;
6. Ayah tidak menikahkanya dengan seseorang yang membuat
gadis tersebut menderita, misalnya seorang yang buta atau orang yang sudah tua;
7. Gadis tersebut belum wajib melaksanakan haji, karena kalau
sudah wajib akan tertunda hajinya oleh pernikahan tersebut;
Ulama Wali Iraqi menambahkan satu syarat
lagi, yaitu tidak ada permusuhan antara gadis dan lelaki yang dinikahkan
dengannya. Melihat syarat-syarat tersebut, secara jelas dapat dipahami bahwa
inti dari syarat tersebut adalah tidak adanya keberatan dari pihak gadis untuk
menerima nikah tersebut dan itu artinya adalah atas persetujuannya.
Dengan demikian juga dapat difahami bahwa
mazhab Syafii sebenarnya juga mengatakan bahwa nikah paksa tidak sah kecuali
mendapatkan persetujuan dari si gadis. Sekiranya gadis tersebut ternyata
menerima dan tidak menolak maka tidak perlu dilakukan pengulangan akad nikah.
- Hukum Pernikahan Secara Paksa
Pada hakikatnya Allah menyerahkan
perwalian kepada laki-laki dengan ayat al-Quran,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi
kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki)
atas sebagian yang lain (wanita), dank arena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang soleh ialah
yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh
karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirklan
nusyusnya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur
mereka, dan pukulah mereka.. kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah maha tinggi
lagi maha besar”. (Annisa ayat 34)
Ada dua alasan mengenai hal ini sebagian
berdasarkan kualitas dan yang lainnya berdasarkan kodrat sebagai berikut :
- Allah menciptakan laki-laki dan kekuatan fisik yang lebih besar. Oleh karena itu, laki-laki melengkapi wanita yang memiliki fisik yang lemah dan lembut.
- Allah menjadikan laki-laki sebagai pemimpin keluarga. Jika keluarga hancur, dia memikul beban kehancuran. Tanggung jawab ini tentu saja menjadikannya terhormat dan tempat bersandar.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَحِلُّ
لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ
مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ
اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا (١٩)
Artinya:“
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan
jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil
kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila
mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara
patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena
mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan
yang banyak.”
Ø Gadis diminta pendapatnya dan tidak
dipaksa
Seorang gadis
memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri dalam masalah nikah. Karena itu,
ayah atau walinya tidak boleh mengabaikan pendapat dan keridhoannya. Tidak ada
hak bagi seorang ayah ataupun yang lain memaksa puterinya menikah dengan lelaki
yang tidak disukainya, melainkan harus berdasarkan izin darinya, karena
Rasulullah
SAW bersabda :
“Janda
lebih berhak atas dirinya dibanding walinya. Sedangkan gadis dimintai izin
tentang urusan dirinya. Izinnya adalah diamnya”[1]
Seorang gadis
mendatangi Nabi SAW. Dan memberitahuka bahwa ayahnya telah mengawinkannya
dengan anak pamannya, padahal ia tidak menyukainya.
Karena itu Nabi SAW menyerahkan
masalah ini kepadanya. Ia pun berkata, “saya sebenarnya rela terhadap perlakuan
ayah saya, tetapi saya ingin mengajarkan kepada kaum perempuan bahwa seorang
ayah tidak boleh memaksakan dalam hal ini.”[2]
Seorang ayah juga tidak
boleh menunda perkawinan putrinya jika telah dilamar oleh lelaki yang kufu
(sebanding), mempunyai agama dan akhlak yang baik. Rasulullah SAW bersabda,
“ada
tiga hal yang tidak boleh di tunda-tunda : shalat jika telah tiba waktunya,
jenazah kalau sudah siap, dan gadis jika sudah mendapatkan pasangan yang sebanding.”[3]
“apabila
dating kepada kalian orang yang agama dan akhlaknya bisa diterima, nikahkanlah.
Jika tidak, akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.”[4]
Ø Halal Dan Haram Pernikahan Secara Paksa
Kalau yang memaksa adalah ayah (orang tua laki-laki), maka hukumnya sah.
Karena ayah adalah wali mujbir yaitu wali yang punya hak untuk memaksa putrinya
yang masih perawan (kalau janda tidak boleh) untuk menikah dengan pilihan sang
ayah tanpa seizin putrinya. Sedangkan kalau wali lain selain ayah harus seizin
yang hendak menikah. Ini menurut pendapat madzhab Syafi'i. Sedang menurut
pendapat lain seperti Al-Jashas, ayah tidak boleh memaksa putrinya walau masih
perawan untuk menikah dengan pria tertentu.
Al Jaziri dalam Al-Fiqh ala Madzahibil Arba'ah menyatakan:
‘Wali mujbir (yakni ayah) boleh
memaksa putrinya yang perawan dan sudah baligh untuk menikahkan tanpa ijin dan
kerelaannya. Akan tetap ulama berbeda pendapat tentang syarat-syarat yang
menjadi sahnya kawin paksa.”
Apabila seorang gadis yang sudah dewasa,
bolehkah orang tuanya menikahkannya dengan paksa, tanpa persetujuan gadis
tersebut? Masalah ini ada dua pendapat yang populer di kalangan ulama fiqih.
1.
Pendapat pertama: orang tua boleh menikahkan paksa anak
gadisnya. Pendapat ini diriwayatkan dari Imam Malik dan Imam Syafii serta
riwayat dari Imam Ahmad. Alasan pendapat ini adalah hadist di atas bahwa kalau
janda lebih berhak atas dirinya, maka artinya orang tua lebih berhak atas anak
gadisnya. Kemudian juga hadist yang mengatakan “seorang gadis datang ke
Rasulullah s.a.w. mengadu kepada Rasulullah bahwa ayahnya menikahkannya dengan
seseorang yang ia tidak menyukainya, lalu Rasulullah s.a.w. memberinya pilihan
(boleh melanjutkan dan boleh menolak)” (HR. Abud Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad). Rasulullah
memberinya pilihan, itu menunjukkan bahwa nikahnya sah. Ada juga riwayat hadist
tersebut dengan redaksi “gadist walinya lah yang menikahkannya” (HR. Daraqutni)
2.
Pendapat kedua, gadis dan janda yang baligh aqil sama
sekali tidak boleh dipaksa menikah dan nikah paksa hukumnya tidak sah. Pendapat
ini berlandas pada hadist riwayat Bukhari Muslim “Seorang gadis Tidak boleh
dinikahi hingga mendapatkan persetujuannya, begitu juga seorang janda tidak
boleh dinikahi hingga mendapatkan persetujuannya. Seorang sahabat bertanya
“bagaimana mengetahui persetujuannya (umumnya mereka malu)?” Rasulullah s.a.w.
menjawab “Izinnya adalah ketika ia diam dan tidak menolak”. Shan’ani penulis
kitab Subulus Salam Syarah Bulughul Maraam bahwa hadist ini juga menunjukkan
kaharaman nikah paksa.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pernikahan
itu hendaklah berlandaskan suka sama suka (tidak ada paksaan) melainkan
memberikan kesempatan bagi calon pengantin untuk bisa memilih siapa yang akan
menjadi pasangannya nanti. Sebab hal ini dilakukan semata-mata untuk menjauhkan
dari hal-hal yang berbau negative dalam sebuah ikatan perkawinan dan
menjalankan rumah tangganya. Maka dari itu peran ayah sebagai wali tidaklah
menutup mata dan menanyakan keinginan anak perempuannya yang siap untuk dinikahkan,
agar hubungan ayah dan anak perempuannya baik-baik saja dan tidak ada
permusuhan antar keduanya.
4.2 Saran Dan Kritik
Kami menyadari bahwa
penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga makalah
ini dapat terealisasi sesuai dengan
perencanaan dan dapat berguna bagi kami khususnya dan bagi
para pembaca umumnya.
Daftar
Pustaka
Ø DR.
Qaradhawi, Yusuf. 2006. Fiqih Wanita.
Penerbit Jabal: Bandung
Ø DR.
Qardawi, Yusuf. 2003. Halah Haram Dalam
Islam. Penerbit Era Intermedia: Solo
Ø Rasjid,
Sulaiman. 1955. Fiqih Islam. Penerbit
Attahirijah Djatinegara: Djakarta
Ø http://carapedia.com/pengertian_definisi_perkawinan_info2156.html 16 mei 2013 pukul 11:01 wib
Ø http://edukasi.kompasiana.com/2013/03/09/macam-hukum-pernikahan-islam-535396.html
16 mei 2013 pukul 11:15 wib
Ø http://www.alkhoirot.net/2012/04/hukum-kawin-paksa.html 13 mei 2013 pukul 19:24 wib
Ø https://id-id.facebook.com/note.php?note_id=10150331657446014&comments
13 mei 2013 pukul 19:29 wib
Ø
pintar bangat sih...
BalasHapus